18ーweak attack

4.7K 1.2K 436
                                    

"luia! suami lo nungguin tuh!" teriak lia dengan suara lantang selaku teman kelas yang lagi catokan di samping meja guru. "kasian es krimnya keburu melted dipegang sama orang ganteng!"

"berisik banget lo lia kayak mesin cor aspal." ledek hyunjin.

"yeee—congor tuh mesin aspal!"

"mana ada mesin aspal?"

"yak, bagus. berantem ayo berantem!" seru yangyang. "berantem woy! berantem buruan! catok aja li congornya si wahyu!"

"mulut lo yang gue catok mau hah?!"

gue menggeleng-gelengkan kepala selagi melewati mereka bertiga yang sedang menggebu-gebu perkara catokan. begitu tiba di luar kelas, gue menemukan renjun tengah menggenggam dua cone es krim dengan matanya yang menyipit karena berdiri di bawah sinar matahari. maksud gue kan ada teras nih, tempatnya teduh gitu. dia ngapain panas-panasan kayak bocah mau beli pentol depan sekolah?

"ngapain disitu sih? sini." ajak gue.

"nanti es krimnya netes, meleleh—lantainya jadi kotor. kasian bude sumi capek ngepelnya. lo aja yang kesini."

sama cleaning service aja perhatian.

"ih, kak renjun sama kak luia lucu banget." ujar ara, anak kelas 10 yang sedang berjalan bareng chenle dan jisung. "langgeng ya kak!"

renjun tersenyum dan mengangguk sambil menyodorkan gue satu cone es krim. "makasih ya, nanti kasih tau nama lo biar kebagian undangan."

"astaga, orang-orang kok bisa punya pacar ya?" bisik jisung ke chenle yang lewat di depan gue, lucunya suara dia masih bisa kendengeran.

seperginya mereka bertiga, gue langsung berdiri di samping renjun dan menikmati es krim pemberiannya sambil menghadap ke lapangan sekaligus ke renjun sendiri.

"napa? gue ganteng?"

"buset congor."

"terus kenapa liatin gue?"

"ya terus gue mau liat kemana? tandon air? tuh tandon air tuh di atas gedung!"

"skip."

gue menatap renjun sinis. "rendi, abis ini gue mau pergi dulu ya. lo bareng temen-temen lo aja dulu."

"kenapa emangnya?"

"gue mau ke perpus, mau cari materi."

"gue temenin."

"gak usah, gue—aduh gue mesti sendiri gitu."

"kenapa? lo mau urus pesugihan?"

gue langsung sinis lagi.

"bercanda doang hei. iya iya pergi aja, tapi kalau ada apa-apa kasih tau gue."

"oke."

"gak ketemuan sama mark kan?"

"ya enggak lah!"

renjun mengangguk paham dan lega, kita berdua pun menghabiskan es krim bersama. sesekali ada yang menyapa kita disaat renjun dengan sengaja menoel-noel pipi gue atau sok menyerang dengan mendekat secara tiba-tiba. bahkan guru seni budaya baru alias pak taeil sampai ngevideoin dan meledek, mau dimasukin ke tiktok katanya.

"udah abis, sana ke perpus. nanti bel masuk bunyi lagi."

gue mengangguk dan menghabiskan suapan terakhir. "lo sendiri mau kemana?"

"cari cewek baru lah."

"renjun!"

"hahaha, enggak enggak—gue mau ke kantin doang. kan lo gak mau ditemenin, ya udah gue sama anak-anak mendingan main ke kantin."

"oke kalau gitu, gue pergi dulu."

renjun mengusap puncak kepala gue dan berkata, "bye."

akhirnya kita kembali terpisah dengan gue yang melangkah ke lantai atas. sejujurnya, gue bukannya mau ke perpustakaan, tapi ke rooftop dimana dinda mengajak gue untuk berbicara empat mata, katanya. awalnya memang ragu, namun menurut gue ini gak seharusnya gue abaikan.

sesampainya di tempat, gue melihat dinda sedang bermain ponsel sambil bersandar di tumpukan meja bekas. gue segera menghampiri dinda dan berdehem, membuat dia mendongak serta menyimpan ponselnya di saku seragam.

"kenapa?" tanya gue to the point.

"gue gak merepotkan, kan?"

gue menggeleng.

"oh, oke—" sambungnya mengambil jeda cukup lama. dinda mengedarkan pandangannya, seolah cemas akan sesuatu. "itu—"

"apa? santai aja, relax."

"lo masih sering ketemuan sama mark?"

spontan satu alis gue terangkat.

"maksud gue—lo masih kayak dulu gak sama dia? apa dia masih seperhatian dulu ke lo?"

"menurut gue sih—"

"bisa jaga jarak gak sama mark? lo udah mantanan sama dia, dan rasanya gak enak banget gue menemukan chat lo sama dia di instagram, sesering itu."

wah, ngelucu?

"oke, maaf banget gue gak sesopan ini. maaf kalau gue punya salah atas semua kelakuan gue yang dulu-dulu. sekarang gue sadar dan masalah lo sama renjun waktu itu juga karena renjun yang mau nolongin gue. jadi please, lo paham posisi gue kan?"

awalnya gue gak tau ingin berkata apa, sumpah gue speechless. bukan karena gue merasa tertampar, melainkan merasa lucu. i mean—beneran dinda mengucapkan itu barusan?

"tolong ya luia?"

"begini deh, maksud gue—" gue mengambil jeda sejenak dengan menyilangkan kedua tangan. "kalau emang lo risih, ya lo kasih tau ke mark langsung. gue sih santai aja, karena obrolan kita juga ringan, gak menjurus kemana-mana. aduh, gimana ya din? serius ini lucu banget."

"gak usah begitu deh, luia. lo mau tau gak fakta yang sebenarnya? sebelum lo putus, mark udah ngedeketin gue lebih dulu. yang berarti dia suka sama gue sebelum kalian berakhir kan?"

gue terkejut untuk kesekian kalinya atas ucapan dan pernyataan dinda. itu—itu gak mungkin!

"sebulan terakhir itu dia cuma menunggu agar lo minta putus."

semua ucapannya benar-benar membuat gue mematung dan gak percaya. gue—gue gak nyangka mark bisa seperti itu. mental lemah gue bangkit, tapi gak mungkin gue memperlihatkan kelemahan itu dengan mudah di hadapan dinda. gue bersikeras untuk bertahan agar terlihat santai dan biasa aja. gue pun tersenyum tipis lalu mendengkus. "it means—lo berdua sama-sama cheating, kan?"

raut dinda bak tersengat listrik dalam sekejap.

"lucu ya? secara gak langsung lo mengungkapkan fakta dimana lo dan mark memang sama. wah keren, i'm really surprise at you din." lanjut gue dengan menyibakkan anak rambut yang mulai turun menutupi sebagian wajah karena tersapu angin.

"oke, makasih atas semua pengakuan dan permintaan lo. tapi sebenarnya gue udah tau kok kalau mark sering cheat-chat pas kita masih pacaran." bohong gue yang semakin membuat dinda mengepalkan tangannya.

butuh waktu beberapa lama agar gue bisa menetralkan kembali batin gue setelah menghadapi dinda. setelah itu gue memutuskan untuk berbalik usai berpamitan karena gue gak tahan disini.

"oh iya, satu lagi." kata gue sebelum benar-benar pergi. "kalian bebas untuk mendua, mentiga, itu bebas. tapi apapun keputusannya—pasti akan ada konsekuensinya, kan? eh, lo tau gak sih? orang yang pernah berselingkuh itu kemungkinan besar bakal selingkuh lagi."

"diam, luia."

"semuanya gak akan berakhir, kalau bukan lo sendiri menghentikan semuanya. mending lo khawatirin diri lo sendiri, gak usah melempar semuanya ke gue." sambung gue dan akhirnya bisa melangkah lagi untuk benar-benar pergi dari hadapannya.

RENDUALITY ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang