23ーct scan

4.5K 1.1K 362
                                    

[luia's side]

"luia, kabar lo gimana? baik-baik aja kan?" tanya arzeno evan alias jeno, saat berpapasan dengan gue di kantin sekolah. gue lumayan kaget, mendengar dia tiba-tiba bertanya tanpa ada basa-basi seperti biasa.

"gue baik-baik aja, no."

"kaki lo baik-baik aja? maaf, dari kemarin gue gak sempat nengokin lo. gue sibuk persiapan turnamen, gue juga udah jarang main sama temen gue. jadi gue baru tau sekarang."

"gak apa-apa, nanyain kabar gue aja udah cukup banget. makasih ya."

"gue juga gak mau ikut campur sama masalah kayak begituan, jadi gue jarang muncul. sorry banget ya? temen gue kelakuannya kayak babi."

gue reflek terkekeh. "jangan dibahas kayak gitu, mau gimana pun juga mereka teman lo."

jeno terkekeh. "tapi ngomong-ngomong—" pandangan matanya mengedar, melihat ke sekitar dan gak lama kemudian dia berbisik di telinga gue. "hyunjin sama shena udah gak main lagi sama lo dan yang lain?"

dahi gue mengernyit.

"akhir-akhir ini mereka sering ikut sama geng gue." sambung jeno, lalu tiba-tiba menjauh.

gue menatap jeno gak percaya dan heran.

"eh, duluan ya." pamitnya secara mendadak setelah melihat sesuatu di belakang gue. begitu jeno pergi, dan renjun pun datang dengan wajah masamnya.

"diganggu lagi?" tanya renjun sebal.

"enggak, ren. jeno mah orangnya baik."

seperti perkataan renjun yang selalu terlontar dari mulutnya, dia akan selalu menemani gue untuk belajar baik itu di rumah maupun mengantar atau menunggu gue di tempat bimbel. apalagi, akhir-akhir ini gue cukup trauma setelah insiden gak mengenakkan dua hari yang lalu.

bahkan sekadar melihat mark dan teman-temannya yang sempat bermasalah dengan gue, semuanya terasa sulit. ucapan dan perlakuan mereka sangat membekas. bagi gue, mereka keterlaluan sekadar mengatas namakan balas dendam karena udah gak dipeduli lagi sama mark.

ditambah lagi, renjun sering kesakitan sendiri. katanya itu di area dada dan perutnya. gue yakin 100% sakitnya karena dia ditendang saat bertengkar di depan koperasi.

"ren, kita ke rumah sakit kan setelah ini? nyokap masih ada di sana kok. periksa aja, takutnya kenapa-napa." bujuk gue pada renjun selagi kita berjalan menuju gedung ipa. "pulang sekolah kita langsung kesana, oke?"

"ini gak apa-apa, lui. paling bentar lagi sembuh. jangan terlalu panik."

"gak apa-apa apanya? udah berhari-hari lo merasa kesakitan. lo udah puasa kan sebelum nanti mau di ct scan? renjun, seharusnya lo gak ke sekolah dulu, istirahat di kosan aja."

renjun menghela nafas berat. "iya iya, bawel banget pacar gue."

"kalau sakit itu gak boleh dibiarin. inget ya, pulang sekolah!"

renjun kembali mengangguk yang membuat kita kembali melangkah, melanjutkan perjalanan ke kelas masing-masing.

waktu berlalu terasa begitu cepat, dan bel yang menandakan jam pulang sekolah berteriak riuh dari seluruh penjuru sekolah. seperti biasa, gue dan renjun berjalan bersama ke parkiran dan naik motor meninggalkan sekolah. kali ini kita ke rumah sakit dimana tempat mama gue bekerja, untuk mengecek ada apa dengan dada dan perut renjun yang selalu kesakitan itu.

setibanya di rumah sakit, kita gak perlu kesana-kemari untuk mengurus data atau administrasi seperti pada umumnya. kebetulan pasien yang mau berkonsultasi hari ini baru selesai semua dan mama telah membuat janji dengan renjun untuk segera di ct scan setelah melakukan pemeriksaan dua hari yang lalu.

"renjun area dada sama perutnya masih sakit?" tanya mama saat kita sudah berada di dalam ruang pemeriksaan.

"iya ma, masih sakit soalnya habis ditendang sama preman sekolahku." jawab gue yang membuat renjun berekspresi kikuk.

"astaga, anaknya mama dikeroyok gitu? untung muka kamu gak kenapa-napa."

kok nyokapku malah ikutan cringe begini, tuhan?

"jelasin dulu sakitnya kayak gimana, terus keluhan lainnya kalau ada." pinta mama. renjun akhirnya menjelaskan semua keluhannya, dibantu gue yang memaksa renjun untuk jujur agar dia gak terus bohong untuk menyembunyikan sakitnya.

dengan seriusnya mama mendengarkan penjelasan renjun hingga tiba pada titik dimana renjun berkata, "kayaknya—aku gak sakit karena ditendang itu, ma."

"heh." tegur gue. "terus gara-gara apa?"

"kayaknya ini karena aku terlalu sayang sama kamu."

"renjun, astaga—"

mama tertawa mendengar lawakannya, begitu juga dengan renjun sendiri. gue? sumpah demi apapun gue malu banget berada di antara mereka. rasanya cringe, freak, dan uniknya malah menyenangkan bagi mereka. baru kali ini mama seenjoy itu ngobrol dengan pacar anaknya.

"oke, hahaha—kalau gitu—" mama berusaha berbicara sambil mengusap air matanya karena tertawa. "kamu baringan dulu di ranjang, biar mama periksa lagi."

renjun mengangguk paham lalu berbaring di atas ranjang yang ditunjuk mama. awalnya terasa tenang dan baik-baik aja, namun itu semua berubah secara drastis disaat renjun mendadak mengerang kesakitan sesudah mama mulai menekan perutnya. padahal ini baru dimulai, belum benar-benar ditekan.

"ren, sakit banget ya ren?" tanya gue cemas.

renjun mengangguk dengan raut wajahnya yang memucat. reflek gue ikut terbawa suasana dan menjadi takut.

"kita ct scan dulu, terus nanti bisa dilihat keseluruhannya ada apa. renjun nanti masuk ke ruangan di sebelah ya. luia, kamu tunggu di luar." ujar mama dengan ekpresinya yang ikut gak mendukung. disini sangat terasa bagaimana candaan mereka tadi berbanding terbalik menjadi sebuah kegelisahan berkepanjangan.

gue mengiyakan permintaan mama untuk keluar. mungkin hampir sejam gue menunggu renjun melakukan ct scan dengan terus berdoa agar dia gak menderita sakit parah, apalagi dia selalu menahan sakitnya selama beberapa hari. secara gak sadar gue terus mengetukkan kaki di atas lantai, berharap semuanya bisa berjalan dengan lancar.

disaat akhirnya pintu ruangan sebelah terbuka, renjun pun muncul dengan senyum sumringah setelah berterimakasih pada mama juga perawat lainnya. renjun berlagak sok santai dan langsung menghampiri gue. "ayo pulang."

"gimana?"

"hm? gak apa-apa kok."

gue mengamati wajah renjun beberapa detik untuk mencari kepastian. tuhan, tolong—luia cuma gak mau renjun kenapa-napa.

"kenapa lagi sih? lo gak capek nangis apa?"

"gue takut lo ternyata—"

"astaga lui, gue beneran gak apa-apa."

"renjun jangan sok kuat ya? mama minta lo untuk ct scan, berarti memang lo lagi sakit."

"yaudah, kalau gitu lo mesti pake opsi lain. opsinya yaitu, lo doain gue cepet sembuh kalau memang gue sakit. dan lo mesti menjadi dokter biar kalau gue masih sakit, lo yang nyembuhin gue."

gue menangis lagi dan lagi karena perkataan renjun yang seperti ini.

"kita masih muda hei, jangan terlalu kepikiran. gue yang ngerasain tapi kenapa lo yang ketakutan?"

"gue takut lo gak bisa tahan sakitnya—"

"dan gue juga takut kalau melihat lo seperti ini, lui. gue takut, gue takut kalau ternyata bukan gue yang menjaga lo nanti. jadi jangan sedih terus ya? semangatin gue dengan terus tersenyum, biar gue gak menyerah. ini belum apa-apa." jelasnya. "jalan kita masih panjang."

RENDUALITY ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang