"Aku pulang."
Oh, god. Sebenarnya bagi Youra hal apa pun yang terjadi di dalam rumahnya itu sudah hal yang lumrah. Namun, untuk tetap menjamin jika hatinya akan baik-baik saja, rasanya seperti sebuah penipuan. Entah bagaimana ceritanya, jika melihat kedua orang tua itu yang lebih sibuk daripada semut yang mengumpulkan beberapa makanan, membuat Youra hanya menghela napas dan berusaha untuk tetap tidak peduli.
Mereka sedang berbincang dengan benda pipih—menceritakan permasalahan pekerjaan yang berbeda, memarahi bawahan, memperbaiki kesalahan, mondar-mandir. Cukup. Youra lebih baik segera beranjak menaiki anak tangga dan memasuki kamarnya. Masih ada hari esok yang harus ia langkahi.
Tubuhnya terhempas pada tempat tidur yang menyenangkan. Netranya memandangi langit-langit yang kelihatannya agak terkuasai hal menyebalkan. Ya, karena wajah pria itu lebih menguasai khayalannya kali ini. Sial!
Memang semuanya sudah menjadi kegilaan yang sangat tidak wajar bagi Youra. Namun, di dalam jantungnya yang kini sedang berdebar dengan kecepatan yang maksimal, seolah sebagai pertanda bahwa ia tidak bisa menipu dirinya sendiri. Walau terkadang akal berusaha untuk menepis perasaan Youra saat ini.
Ia memilih memandangi layar ponselnya. Penampakan ukiran nama dan deretan digit nomer ponsel adalah alasan mengapa akal Youra berusaha menepis perasaannya. Tetap saja, kalau hati sudah berkuasa. Tidak ada yang mampu di sangkal olehnya.
Hey, tunggu sebentar. Apa-apaan ini? Mengapa kedua pipinya terasa menghangat? Sampai-sampai Youra jadi tidak tahan untuk tersenyum. Namun, tidak lama kemudian ia melunturkannya ketika tersadar, berulang kali seperti itu.
"Aku tidak tahu pesona apa yang kau miliki, pak dosen. Aku tidak pernah merasakan bagaimana kedua pipiku memanas dan jantungku yang berdebar." Youra menurunkan kedua tangannya yang sedang mengenggam ponsel tersebut.
"Aku tidak mungkin menyukaimu. Bahkan aku sendiri tidak tahu bagaimana rasanya mencintai seseorang dan dicintai seseorang. Apakah sebenarnya kita sama?" Youra terkekeh di ujung kalimat. Berakhir menghela napas, lalu memejamkan kedua matanya sejenak.
Bagaimana pria itu yang tiba-tiba menarik ponselnya, mengukir nomer pribadinya tanpa meminta persetujuan dari pemiliknya—benar-benar membuat Youra sangat terkejut. Bukan karena Yoongi, hanya saja jantungnya selalu berdebar dengan cara yang tidak sopan. Youra juga takut—takut untuk merajut cinta, lalu bertengkar dan memutuskan untuk saling meninggalkan.
Youra hanya memandang segala sesuatu sesuai realita, karena bagi Youra menjalin suatu hubungan pasti akan memiliki siklus yang sama seperti itu, dan Youra sangat takut jika hal tersebut terjadi kepadanya. Youra sudah terluka karena pertengkaran kedua orang tuanya. Ia hanya tidak mampu menerima luka lagi. Sudah cukup. Youra seolah lebih dulu diracuni bahwa cinta adalah pertengkaran, bukan kasih sayang.
"Kurasa Yoongi sedang tidak sadar. Dia tidak mungkin menyetujui ajakanku untuk berkencan. Lagi pula, dia juga sepertinya tahu bila aku hanya bercanda. Oh, yang benar saja."
Ia tetap berusaha untuk menyangkal segala hal yang sedang ia rasakan. Dirinya berusaha menggeram marah di balik kedua lengan yang sedang menyembunyikan seluruh wajahnya.
Aku tidak menyukainya, tidak akan pernah, tidak akan terjadi.
Sequoia
Teramat percuma bila Youra harus memutuskan untuk segera pergi dari perkuliahan hari ini karena pria itu seolah mengunci setiap pergerakan Youra. Yoongi benar-benar menatapnya, sesekali melirik sekitar sembari menerangkan materi kuliahnya. Hal yang dilakukannya mampu membuat Youra sedikit terdesak kalang kabut. Bahkan, kini ia jadi memilih untuk mengalihkan pandangannya pada sudut lain, mengabaikan dosen yang ada di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
(REVISI DULU) Sequoia || Min Yoongi Fanfiction ✔
Fiksi Penggemar(PROSES REVISI-END) Semua orang mengatakan bahwa masa lalu adalah sebuah sejarah yang berbeda tentang hari ini. Namun, bagi Yoongi semua waktu adalah sama. Mencintai dimasa lalu, bukan berarti harus mencintai dimasa sekarang. Perceraian yang terjadi...