Permainan perasaan adalah satu-satunya hal menakutkan yang sering menjadi pilihan. Yes or no?November 2017, 05:00 p.m
Musim panas sudah berlalu. Berganti dengan musim gugur dengan sepoi anginnya yang berguna untuk membantu dedaunan kering memisahkan diri dari ranting pohon. Yuna meraih coat hitamnya sambil melangkahkan kaki meninggalkan rumah. Memasuki mobil berwarna hitam yang sudah disiapkan untuk membawanya pergi.
Hari ini, Kim Hyunbin memerintahkannya untuk menemui seseorang. Tidak, lebih tepatnya putra dari seorang rekan kerjanya. Para orangtua itu bahkan sudah menentukan waktu dan tempat pertemuannya. Apakah ini kencan buta atau semacamnya? Kenapa mereka harus repot-repot menyiapkan hal seperti itu? Yuna ingin menolaknya, tapi tidak ada alasan untuk menghindari pertemuan itu. Percuma saja.
Seorang waitress mengantarkan Yuna ke meja yang telah direservasi atas nama Kim Hyunbin. Masih kosong. Yuna memilih mengagumi indahnya kota Seoul yang mulai memancarkan lampu-lampu malam dari balik kaca. Menunggu bukanlah hal yang menyenangkan. Limabelas menit sudah berlalu, tapi rasanya sudah sangat lama. Yuna hendak memanggil seorang waiter untuk membuat pesanannya ketika seseorang datang menghampirinya. Dia adalah putra salah satu pemegang saham terbesar Qk Corp. Jeon Jungkook.
Coat hitam panjang, sweater hitam, ripped jeans yang melekat pas pada kaki jenjangnya dipadu dengan sepatu hitam polosnya. Tampilan serba hitam dengan gaya casual sedikit kontras dengan Yuna yang menggunakan gaun peach selutut semi formalnya.
“Maaf membuatmu menunggu.” Ucapnya sambil menarik kursi kosong dihadapan Yuna. Jungkook melepas coat nya, menyisakan kaus hitam yang sedikit memberikan gambaran dada bidangnya. Rahang tegasnya menambah tampilan maskulin seorang Jeon Jungkook, membuat siapa saja tidak percaya jika tampilan seperti itu dimiliki oleh seorang lelaki yang baru saja menginjak usia 19 tahun.
“Ya, tidak masalah.”
“Belum memesan apapun?” suasana sedikit canggung. Sepertinya tidak hanya Yuna yang merasa seperti itu.
“Aku hendak memesan. Haruskah kita memesannya sekarang?”
“Ya, lebih cepat lebih baik.” Entah apa maksud dari kalimat itu. Tapi itu tidak buruk juga. Dengan begitu pertemuan ini akan selesai lebih cepat dari dugaannya.
“Mau bekerja sama?” ucapnya sembari mengamati Yuna. “Aku bisa membantumu memecahkan kasus bunuh diri empat tahun lalu yang sekarang menarik perhatianmu.”
Yuna tampak menimang pertanyaan sekaligus tawaran yang diberikan Jungkook. Meraih segelas orange juicenya kemudian sedikit menyesapnya.
“Mengapa aku harus menerima bantuanmu?”
“Apa yang bisa kamu lakukan sekarang? Terlepas dari status kita, kita hanyalah cangkang kosong sebelum memasuki usia legal. Banyak hal yang tidak bisa kita lakukan saat ini.” sebuah pembelaan yang cukup masuk akal. “Kamu baru saja kembali dari Canada, apakah ada orang yang kamu percaya bisa melakukan hal itu untukmu?”
“Bagaimana denganmu, apakah aku bisa mempercayaimu?” bagaimanapun juga, Jungkook adalah orang asing baginya. Menaruh kepercayaan padanya tidaklah mudah.
“Aku kenal orang yang bisa membantumu. Akan kuatur waktu untuk bertemu. Setelah itu terserah kamu akan percaya padaku atau tidak. Kerjasama itu bukan paksaan, hanya sebuah tawaran.” Kalimat itu mengakhiri perdebatan antara keduanya. Membuat mereka beralih pada dua set tenderloin yang kini sudah ada dihadapan mereka. Tidak ada percakapan lagi, hanya dentingan pisau dan garpu yang sesekali terdengar dalam keheningan.
“Aku akan menghubungimu sesegera mungkin. Terima kasih untuk hari ini.” Jungkook berdiri dari duduknya, sedikit menundukkan kepalanya kemudian berjalan pergi meninggalkan Yuna yang masih diam ditempatnya.
Dering ponsel menginterupsi pendengaran Yuna yang tengah tenggelam dalam pikirannya. Satu panggilan tidak terjawab dan dua pesan dari Kim Hyunbin. Menanyakan tentang bagaimana pertemuan Yuna dengan Jungkook hari ini. Dan satu pesan yang membuatnya mengangkat kedua sudut bibirnya, pesan singkat dari Jimin yang mengatakan bahwa dia akan makan malam bersama Seokjin Hyung.
_ _ _
“Hyung, setelah makan mau ke bar?” tanya Jimin yang masih sibuk menatap ponselnya. Sementara Jin focus menyetir Mercedes benznya.
“Bar atau klub?”
“Hya hyuung… Sudah kukatakan aku akan mengurangi satu kebiasaanku itu. Jangan menggodaku terus.” Jimin merajuk seperti anak kecil yang membuatnya terlihat menggemaskan hingga Jin terkekeh karenanya.
“Ahh.. begituu.. kenapa? Kenapa kamu melakukannya?”
“Bukankah itu bagus untukmu, aku mengurangi satu pekerjaanmu untuk mengurus kekacauanku setiap pergi ke klub.”
“Aigoo.. Adik yang baik. Kupikir karena Yuna akan kembali padamu.”
“Ahh hyuuung….” Ingin sekali Jimin memukul Jin yang terus menggodanya, sedangkan Jin hanya tertawa karena Jimin yang terus mengoceh tidak jelas karena marah. Itu membuatnya terlihat semakin menggemaskan bahkan diusianya yang ke 22.
.
.
.
.
.Happy weekend everyone...
Bittersweet balik lagi sambil bawa si ganteng Kookoo😘
Semoga kalian suka yaa..Selamat membaca, jangan lupa voment😘💜💜
Bonus dari author amatir 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTERSWEET __[JIMIN x SOWON]__
Fanfiction[COMPLETED] "Banyak hal yang harus kita bayar ketika kita menginginkan sesuatu yang lain." -Park Jimin. _ _ _ "Jadilah kuat, sehingga kamu cukup untuk menjadi kelemahanku." -Kim Yuna - - -