Bab 11

1K 149 42
                                        

Ash sampai di pemakaman. Dia melihat Eiji. Sosoknya terlihat ringkih dan terasing, berdiri seorang diri di sana. Pelayat lain telah lama pergi. Hanya menyisakan Eiji seorang.

Ash langkah demi langkah berjalan mendekati Eiji. Dia diam di belakang Eiji untuk beberapa saat. Menatapi sosoknya dengan penuh sesal.

Eiji tidak menyadari kehadiran Ash. Dia terlihat fokus, menatapi foto ibunya yang tertempel di dinding makam.

Tiba-tiba langit di atas kepala mereka mulai tertutup awan hitam, gerimis perlahan datang dan tak lama berubah menjadi hujan deras. Melihat Eiji yang sepertinya tidak memiliki niat untuk pergi mencari tempat berteduh, Ash mengambil inisiatif untuk membuka tuxedo hitamnya dan berjalan ke sisi Eiji dan memayungi keduanya dengan tuxedo itu.

Merasakan sesuatu yang tiba-tiba menutupi kepalanya, Eiji menoleh kesamping, dan bertemu dengan wajah tampan Ash. Mata hitamnya agak membulat kaget, Eiji tidak pernah menyangka Ash akan datang, karena dia tidak memberitahunya.

Lama mata keduanya saling menatap sampai kemudian Eiji memutar pandangannya kembali, dia diam tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Hujan semakin deras. Ash menemani Eiji untuk beberapa saat dan ketika udara terasa semakin dingin, Ash menarik Eiji ke dalam pelukannya. "Bukankah lebih baik menangis untuk menjatuhkan semua sakit di hatimu, daripada terus diam seperti ini? Kamu memiliki aku sebagai tempat untuk mengeluarkan semua emosimu."

Eiji yang sudah menahan diri agar tidak menangis mulai sesenggukan di bahu Ash. Keduanya berpelukan di bawah hujan, seluruh badan mereka basah kuyup.

Ash terus memeluk Eiji, "Maaf karena datang terlambat."

Malam harinya, Eiji tengah duduk di teras depan saat ayahnya tiba-tiba datang dan ikut duduk di sampingnya. Wajah pria itu terlihat tak sehat. Eiji yang melihat kedatangannya di buat terkejut olehnya.

"Aku sangat mencintai ibumu," kata ayahnya tiba-tiba. Matanya mulai memerah dan air mata berjatuhan ke pipinya.

Eiji semakin dibuat heran dan terkejut melihat ayahnya tiba-tiba menangis. Tapi dia tak berani mengatakan apa pun dan memilih diam.

"Aku sudah dimanja sejak kecil. Bahkan setelah memiliki istri, aku masih belum bisa menjadi suami yang baik. Aku masih hidup dari belas kasih ayahku. Kemudian kau lahir ke dunia, membawa rasa bangga karena akhirnya aku bisa menjadi ayah. Aku mulai berpikir untuk mencari pekerjaan untuk memberi makan anak dan istriku. Awalnya semuanya berjalan dengan baik, aku mendapatkan pekerjaan, dan berhasil mengumpulkan uang, yang seharusnya cukup untuk menghidupimu dan ibumu." disini ia berhenti dan mulai terkekeh seperti orang gila. "Saat kau berumur 7 tahun, sesuatu yang gila terjadi, menghancurkan hati dan harga diriku!" ia kemudian menolehkan wajahnya ke Eiji, dan Eiji melihat ada kebencian di mata itu.

Eiji merasakan firasat buruk, apapun yang akan dikatakan ayahnya selanjutnya, pasti akan membuat hatinya hancur.

"Aku pulang dengan lelah, berharap mendapatkan sambutan hangat dari istri yang sangat kucintai. Namun coba kau tebak, ibumu…" dia tersendat dan berhenti berbicara. Matanya merah dengan air mata yang tak berhenti mengalir, membuat sosoknya terlihat begitu menyedihkan.

Eiji menahan napas dengan jantung berdetak kencang, tangannya mengepal kuat di atas lututnya. Matanya yang sejernih kristal terlihat mengembun, satu kedipan bisa menjatuhkan tetesan air mata ke pipinya yang kecoklatan.

Eiji tidak tahu mengapa dadanya tiba-tiba terasa pengap dan tidak tahu mengapa ia begitu ingin melarikan diri, ia tak mau mendengar apapun yang akan dikatakan ayahnya.

"Aku membuka pintu. Bahkan dengan rasa lelah di sekujur tubuhku, aku masih berusaha untuk tersenyum, tak ingin membuat istriku khawatir. Tapi apa yang kulihat saat aku memasuki rumah, telah benar-benar menghancurkan hati dan jiwaku. Ibumu, dan kakekmu… Wajah mereka menempel, mereka berciuman penuh gairah! Pada saat itu aku juga melihatmu tengah tertidur di sofa yang berseberangan dengan keduanya!" ayah Eiji menarik napas panjang dan dalam, dadanya tiba-tiba terasa pengap setiap kali mengingat itu. "Aku sangat marah, menarik jalang itu hingga jatuh ke lantai. Keributan itu membangunkanmu, dan kau mulai menangis. Aku membawamu ke kamar dan menguncimu di sana."

Eiji membuka dan menutup mulutnya dengan tak percaya, ia samar-samar ingat kejadian hari itu. Tapi dari sudut pandangnya, ayahnya yang selalu mencintainya hanya tiba-tiba marah dan mengurungnya di kamar, membuat Eiji kecil bertanya-tanya apa yang telah dilakukannya hingga membuat ayahnya begitu murka. Bila kejadian sebenarnya memang seperti yang dikatakan oleh ayahnya sekarang… Eiji bahkan tidak berani mempercayainya. Itu sangat menjijikkan!

"Kami bertengkar hebat hari itu. Aku yang sangat marah terlalu takut untuk membunuh keduanya saat itu juga, jadi aku pergi keluar, dan tidak kembali selama seminggu lamanya. Aku mencoba menenangkan diri, dan mulai membodohi diri kalau apa yang ku lihat saat itu hanya ilusi. Jadi saat kembali, aku bertingkah seolah tak pernah ada kejadian memalukan seperti itu di rumah ini. Siapa yang sangka, sikapku yang seperti itu malah membuat pak tua itu merasa bersalah dan akhirnya dia bunuh diri.

…setelah kematian pak tua itu, aku hidup seperti diriku yang sekarang, hidup seperti sampah. Dan membiarkan ibumu melacur sebagai hukuman untuknya, hahaha! Aku bahkan ragu, apa kau ini anakku atau bukan."

…aku, aku sangat mencintai ibumu, tapi dia menyakiti hatiku dengan berselingkuh dengan ayahku! Jadi Eiji, aku ingin bertanya padamu, siapa, siapa diantara kami yang paling menjijikkan?"

Eiji tetap diam. Kepalanya terasa berdengung. Eiji berharap apa yang dikatakan ayahnya hanya kebohongan, ia tidak berani untuk mempercayai itu semua. Orang-orang yang ia kasihi dan cintai ternyata sangat busuk, hingga membuatnya merasa jijik.

"Kau membohongi aku, kan, ayah?"

Ayah Eiji tertawa seperti orang gila, tapi matanya tak berhenti menjatuhkan air mata, dia nampak menyedihkan. "Aku juga berharap itu hanya kebohongan!" setelah mengatakan ini, ia berdiri dan berjalan memasuki rumah dengan langkah sempoyongan.

Setelah kepergian ayahnya, Eiji mulai menutupi wajahnya dengan tangan, dan ia mulai menangis tersedu-sedu. Kenyataan yang diterimanya terlalu menyakitkan. Hati Eiji yang rapuh karena baru ditinggal pergi oleh ibunya, kini telah hancur berkeping-keping. Dari sekarang Eiji akan mulai meragukan cinta.

Jadi itukah alasan mengapa Eiji tidak bisa lagi melihat cinta di mata ayah untuk ibunya?

Tapi, kakek yang ada di dalam ingatan Eiji merupakan orang yang sangat baik. Ibu pun nampak sangat mencintai ayah. Bagaimana bisa terjadi perselingkuhan semacam itu diantara mereka!?

Apa yang sebenarnya terjadi? Apa mereka benar-benar melakukan hal menjijikkan itu? Atau hanya kesalahan pahaman ayahnya?

Namun, bila itu hanya kesalahan pahaman, mengapa ibu tidak menjelaskan, alih-alih terus diam dan menerima begitu saja untuk dijadikan pelacur penghasil uang oleh suaminya sendiri.

30-04-21

Lebih sering lupa daripada inget buat nulis. Gomenne 😂
Plotnya makin uhuk-aneh-uhuk, tapi mohon terima apa adanya 😫


Mirip Ash, ya…?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mirip Ash, ya…?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 30, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Black & White (Jerat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang