Bab 10

898 151 31
                                    

Eiji berduka. Air mata tak berhenti mengalir ke pipinya. Rasanya ingin berteriak, ingin seluruh dunia tahu bahwa Tuhan kembali tidak adil kepadanya. Tuhan terus menerus mengambil orang-orang yang disayanginya.

Hatinya begitu sakit dan perih, sampai rasanya sulit untuk bernapas.

Eiji memeluk tubuh ibunya. Sesenggukan seperti anak kecil yang ketakutan karena akan ditinggal pergi.

.

Mungkin mendengar suara tangisannya, ayah Eiji mendorong pintu dan masuk.

Ayah melihat Eiji yang menangis sambil memeluk tubuh ibu, dan menebak apa yang telah terjadi. Perlahan senyuman muncul dibibirnya, disusul kemudian suara kekehan.

"Akhirnya." suaranya tidak terlalu keras, namun Eiji masih bisa mendengarnya.

Eiji menengok ke arah ayahnya. Dia untuk pertama kalinya menatap penuh kebencian kepadanya.

"Sudah mati? Sayang sekali." suaranya dipenuhi sesal, tapi ekspresi di wajahnya yang penuh kepuasan sangat bertolak belakang. Dia bahkan mulai terkekeh lagi.

.

Eiji tidak tahu tepatnya sejak kapan ayah berubah menjadi sosok yang tak bisa dikenalinya lagi. Ayah dan ibu jelas saling mencintai. Mereka selalu menunjukkan kemesraan dimanapun, membuat orang-orang kagum sekaligus iri akan keharmonisan keduanya.

Tapi lihat sekarang. Sedikit pun Eiji tak bisa menemukan jejak cinta di mata ayah. Entah pergi ke mana kasih dan sayangnya itu. Dan entah sebesar dan sedalam apa kebenciannya kini terhadap ibu. Sampai membuatnya begitu sumringah atas kematiannya.

.

Tubuh ringkih ayah nampak segar dan bugar dalam sekejap. Matanya yang biasanya tak fokus, kini nampak berkilau.

Sebahagia itukah dia?

Eiji merasa dadanya semakin terasa sesak saat melihat ayah terlihat berbahagia atas kematian ibu.

Eiji menggigit keras bibirnya, namun upayanya untuk meredam isak tangis tak berhasil. Tak lagi peduli, dia mulai menangis sampai sesenggukan. Eiji berharap dengan menangis,  hati yang terluka akan sedikit menjadi lebih baik.

Tapi, sepertinya itu tidak berhasil…

.

.

.

Ash merasa gelisah. Sudah pukul 10 malam, namun sedikitpun dia tak merasa mengantuk.

Tiba-tiba dia teringat akan Eiji. Tiba-tiba dia ingin berjumpa dengannya.

Ada perasaan tak nyaman yang menggayuti hatinya. Tapi apa? Ash sendiri tidak tahu.

Dia kemudian turun dari ranjang. Berjalan ke pintu kamarnya dan agak ragu saat akan menarik kenop pintu.

.

Di luar nampak temaram. Beberapa lampu telah dipadamkan. Mengandalkan ingatannya akan struktur rumah, Ash berjalan meraba dinding, mencari pegangan untuk menuruni tangga.

Ash sudah seperti pencuri yang mengendap-endap karena takut diketahui oleh pemilik rumah. Bahkan saat menuruni tangga, langkahnya begitu perlahan dan hati-hati. Jangan sampai dia membuat suara ribut yang bisa membuat ibunya terbangun.

Sampai di anak tangga terakhir, Ash masih harus berjalan ke pintu keluar. Dia menengok ke segala arah, memastikan tidak ada siapapun di lantai bawah.

Ash akan melarikan diri. Dia akan menemui Eiji.

Meski Jennifer sepertinya sudah mulai mau menerima bahwa Ash jatuh cinta pada Eiji, bila melihat Ash keluar malam-malam begini, Ash takut itu akan membuat kesan Eiji di mata Jennifer menjadi jelek.

Jennifer mungkin akan berpikir bahwa Eiji yang menyuruh Ash untuk menemuinya di tengah malam buta begini.

Jadi Ash harus pergi secara diam-diam.

.

Tangan Ash sudah berada di pegangan pintu, hanya perlu menariknya dan dia akan bisa ke luar. Namun lampu yang sebelumnya padam tiba-tiba menyala, sukses mengejutkannya.

Berdiri di dekat saklar lampu, Jennifer bersilang tangan, matanya tajam menatap Ash yang kini berdiri kaku melihatnya.

"Mau kemana?"

"A—"

"Apa dia memintamu menemuinya?"

Ash segera menggelengkan kepala, membantah. Lihat, Ash bahkan belum sempat menyelesaikan satu kalimat pun, tapi Jennifer sudah membuat dugaannya sendiri.

"Ash, tolong hargai ibumu ini.  Tidaklah mudah bagiku untuk menerima kenyataan bahwa anakku gay."

"Ibu—"

Jennifer menghela nafas panjang dan dalam ketika lagi-lagi dia menyela perkataan Ash. "Kembali ke kamarmu! Kau bisa menemuinya besok. Datang ditengah malam begini, kau hanya akan mengganggu dia dan keluarganya."

Untuk beberapa alasan Ash tak mau menuruti perintah ibunya. Perasaan tak nyaman dihatinya membuat Ash gelisah. Intuisinya mengatakan kalau dia akan kehilangan sesuatu yang berharga, dan Ash takut kalau itu berhubungan dengan Eiji.

Bagaimana kalau Eiji pergi jauh darinya?

Eiji bahkan sudah mulai menjaga jarak dari Ash. Nampaknya Eiji masih berpikir kalau karena dirinyalah Jennifer jatuh sakit.

Pikiran Ash telah penuh oleh banyak kemungkinan jelek tentang bagaimana Eiji akan meninggalkan dirinya.

Ash tidak mau. Dia sudah begitu lama mendambakan hari untuk bisa bertemu dengannya. Namun setelah bertemu, mengapa ada begitu banyak hal yang membuat dia sulit untuk berkumpul dengan Eiji!?

Dia tak pernah jatuh cinta. Eiji adalah satu-satunya orang yang disukainya, tak pernah ada yang lain, baik dulu ataupun sekarang.

Bahkan meski orang-orang mengatakan bahwa cintanya konyol, Ash tak memedulikan dan tetap teguh pada perasaan yang dimilikinya.

Pertemuan singkat mereka di usia yang masih begitu muda, terasa tak asing. Bertemu dengan Eiji terasa seperti menemukan apa yang telah lama dicarinya.

Mungkin dikehidupan sebelumnya Ash dan Eiji juga pernah jatuh cinta, dan akhirnya dikehidupan ini, perasaan mendalam itu muncul begitu mudahnya.

Ash mengepalkan tangan. Dia telah membuat keputusan. Dengan atau tanpa izin Jennifer, Ash akan tetap pergi menemui Eiji.

Eiji kesulitan untuk memperjuangkan cinta mereka, maka biarkan dia (Ash) yang bergerak untuk menarik benang merah diantara mereka.

...

Kamis, 03 Desember 2020

Sebenarnya bab10 dah lama selesai, tapi aku ngerasa ada yang kurang. Yang ini versi ke-dua. Padahal aku udah buat bab-bab lanjutannya ngikutin versi pertama ha-ha.

Adakah yang baca? :v

Komen cuy, biar dedek tau kalo ada orang disini 😉

Black & White (Jerat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang