KALAU ditanya bagaimana awal pertemanan Astra-Eza ini semuanya dimulai saat masa pengenalan lingkungan sekolah atau singkatnya MPLS. Saat itu, hari ketiga masa ini berlangsung ada sebuah permainan namanya jika-maka. Yang hawa diminta menulis jika, sedangkan yang adam maka.
Kalau sudah semua, kakak-kakak osis akan memilih secara acak untuk membacakan keras-keras apa yang sudah ditulis tadi. Sesuai yang digariskan oleh tuhan, dengan alam raya yang menceritakan, berakhir dengan Astra dan Eza yang dipasangkan.
Saat itu Astra menulis begini, “Jika aku pergi ke tepi pantai?” sederhana sekali.
Sang adam membalas begini, “Maka saya akan terus menemanimu juga menggenggam tanganmu.”
Satu aula langsung riuh meledek, bahkan muka kakak-kakak osis terlihat bangga akan pilihan permainan ini.
Berawal dari permainan ini sang adam terus menempeli sang hawa. Saat ditanya kenapa menempelinya terus, jawabannya begini, “Lelaki itu gak boleh ingkar sama ucapannya, Tar,”
Sudah menempeli terus, salah manggil nama lagi. Giliran dibetulkan malah tidak mau, panggilan sayang katanya.
“Kan saya udah bilang mau nemenin kamu terus,” lanjut Eza, benar kan?
“Terserah.” sudah lelah sang puan rupanya. Membentengi hati itu perlu.
Eza hanya mengikuti kata hati. Membiarkan raga yang bekerja tanpa peduli akan logika yang menyuruhnya berhenti. Sampai lupa, yang namanya jatuh hati tak pernah mengenal logika, walaupun ia meraung-raung meminta presensi. Lagipula, seperti katanya tadi, lelaki itu tidak boleh ingkar. Tidak ada salahnya berteman dengan siapa saja, bukan?
Kalau masalah nanti jatuh hati, ya namanya manusia pasti akan menyukai, entah kepadanya atau orang lain. Jadi, biarkan Eza mendekati gadisnya ini.
Gadisnya, ya?
bersambung~
KAMU SEDANG MEMBACA
i. astrajingga
Short Storyft. j e n o, espoir series. ❝ sini, kan kuberi tau betapa indahnya dirimu ❞ ©lenterasemu, 2020