17: Rasa sabar

17 4 0
                                    

Seluruh siswa telah berhamburan keluar kelas untuk segera pulang ke rumah. Cuaca hari ini kurang mendukung. Sangat gelap, mungkin hujan akan segera turun.

"Ris, aku antar pulang ya," ucap Dione.

"Nggak usah!" jawab Larisa.

Dione terlihat sedih, ia mencoba untuk membujuk Larisa untuk kesekian kalinya. Ada sesuatu yang disembunyikan oleh Dione dari Larisa.

"Udahlah Di, gak usah maksa. Larisa nya juga gak mau pulang sama lo!" ucap Leo-- ketua murid kelas 11 IPA 5.

"Apaan sih lo, ngurusin hidup orang mulu!"

Leo pergi dengan muka masam, dia sebenarnya sangat kesal dengan tingkah laku Dione akhir-akhir ini kepada Larisa.

"Ayo Nil, kita pulang!" titah Larisa.

Anila menuruti perkataan Larisa. Sementara itu, Dione mengikuti Anila dan Larisa dari belakang. Dione sempat berteriak-teriak memanggil nama Larisa. Namun, Larisa tak menggubrisnya.

"Widih, dua pasangan yang diciptakan saling melengkapi sedang bertengkar ya? Wah, seru nih!" sindir Bagas.

Anila menghela napasnya gusar, ia segera menggandeng Larisa pergi dari situasi panas itu. Namun, Larisa menolak. Ia justru mendekati Bagas dan berteriak dihadapannya.

Dione yang melihat semua itu, ia langsung memisahkan pertengkaran antara Bagas dan Larisa.

"Udah Ris!" geram Dione, "gak usah capek-capek ngurusin manusia yang bisanya ikut campur urusan orang lain!"

Larisa melepas genggaman tangan Dione dan pergi bersama Anila. Dione masih berada di sana, ia menatap mata Bagas dengan tajam. Ia tidak terima jika ada orang lain yang bersikap kasar seperti itu ke Larisa.

"Camkan satu hal Nereid Bagaskara, dia adalah seseorang yang berarti di hidup gue! Jangan pernah ikut campur dan jangan pernah ganggu dia lagi, paham?" kelakar Dione.

Bagas tersenyum, "Paham sekali kakak pramuka, saya izin pulang kak! Salam pramuka!"

Memang tak punya malu, Bagas telah membuat emosi Dione membara. Cobaan hari ini cukup banyak dihadapi oleh Dione. Larisa tak mengetahuinya kalau sebenarnya, Dione dipanggil oleh kepala sekolah karena ia belum bayar SPP sekolah selama 3 bulan.

Flashback on~

"Ris ...," panggil Dione.

Larisa tak menengok sedikitpun ke arah Dione. Dia marah besar. Anila hanya terduduk di samping Larisa sambil membaca kembali novelnya. Bel telah berbunyi dari tadi, guru mata pelajaran belum juga muncul. Larisa merasa risih dengan keberadaan Dione di sampingnya. Ia pun meminta Anila untuk menukar tempat duduk.

"Ris, kok kamu gitu sih, maafin aku ya ...," pinta Dione.

Ia terus merengek meminta maaf kepada Larisa, namun Larisa tak menggubrisnya. Ia mendengarkan musik kesukaannya dan menutup kedua telinganya dengan headset.

Dione pasrah, ia duduk kembali di tempat duduknya dan merenung. Ia harus bicara apa ke Larisa tentang bayaran SPP nya. Dione merasa sedih sekali, ayahnya memang bekerja namun gajinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja. Sedangkan ibunya hanya ibu rumah tangga biasa. Hanya merawat Dione dan kedua adiknya.

Kemarin ia sempat bahagia. Sangat bahagia, sampai susah untuk diungkapkan. Adiknya menang lomba olimpiade sains tingkat provinsi dan akan segera menuju tingkat nasional. Lalu, tentang Larisa. Sebentar lagi Larisa ulang tahun, ia telah menyiapkan kado untuknya.

Namun, kebahagiaan itu sirna. Hanya sekejap untuk hinggap. Pergi kemudian datang ujian dan cobaan. Ia mengacak-acak rambutnya, Larisa hari ini marah besar kepadanya.

ketika kita jatuh dan diam [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang