23: Selamat tinggal

34 2 0
                                    

"TOLONG! SIAPAPUN TOLONG!!"

Larisa berusaha membuka tali yang melilit di tangan dan kakinya. Api itu mulai menjulur kemana-mana. Ia ketakutan

"Siapapun ... hiks,"

Larisa menangis, ia mulai memikirkan hal yang tidak-tidak. Marisa dan anak buahnya keluar dari menara itu, karena mereka tahu menara itu akan meledak sebentar lagi.

Larisa menggeser kan kursinya ke belakang, ini memang cukup sulit. Larisa terjatuh bersama kursi yang ia duduki. Ia meringis kesakitan.

Jika mungkin ini hari terakhir ku, aku mohon maafkan aku. Banyak orang yang menyayangiku, aku tak ingin menyia-nyiakan itu semua. Terimakasih, maaf.

Larisa menangis sambil menahan rasa perih yang ia rasakan di tangan dan kakinya. Api mulai menjulur mendekati kursi Larisa. Ruangan yang gelap itu pun menjadi terang karena banyaknya api yang berkobar-kobar. Ia kepanasan dan merasa sesak.

Matanya mulai lesu, seketika semuanya gelap. Larisa hanya tersenyum saat matanya tertutup.

Anala masih menunggu saudaranya terbangun. Ia duduk bersama ibunya.

"Bu, aku mau bicara sesuatu sama ibu," ucapnya.

Ibunya hanya tersenyum dan melihat wajah putrinya yang cantik. Sudah lama mereka tidak bertemu seperti ini.

"Ayah--"

Dione berteriak, dia mencari Larisa kemana-mana. Ibu Larisa sangat khawatir, Deimos dan Raka yang belum pulang dari tadi pun menghampiri ruangan Anila.

Dione yang membuka pintu ruang inap Anila pun terkejut. Ia tak menyangka ternyata Anila memiliki saudara kembar.

Anala berdiri dan mempersilakan Dione untuk duduk. Deimos dan Raka pun menyusul.

"Sebenarnya, ada apa ya?"

Raka menjelaskan semuanya, Dione merasa geram dengan sahabatnya Raka. Bagas memang ceroboh, dia tidak bisa menjaga Larisa sebentar saja.

"Sahabat lo tuh bego! Kenapa lo percaya sama dia!" teriak Dione.

Raka hanya terdiam, dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Larisa sepupunya, dia pasti mengkhawatirkannya. Keberadaan Bagas pun belum Raka ketahui. Mereka dalam keadaan tegang.

Anila mulai bangun, ia merasa terkejut dengan kehadiran sahabatnya. Ada Raka, Deimos, dan Dione. Ibunya juga ada di sana dan ....

"Hai!" sapanya.

Anila terbangun, dia dibantu oleh saudaranya.

"Kamu ...?"

"Ya, aku saudara ... kembarmu!"

Anila melihat ke arah ibunya. Ia masih tidak percaya. Kenangan dan khayalan itu, memang nyata adanya. Saudaranya masih ada. Anila mengingatnya.

Ibu Anila mengangguk, ia tersenyum. Anila memeluk saudaranya, seperti memeluk dirinya sendiri. Mereka sangat mirip.

Hanya saja, Anila memakai jilbab. Sedangkan Anala tidak. Anala seperti gambaran Anila saat ia melepas jilbabnya.

"Kamu inget aku kan?" tanya Anala.

Anila mengangguk kecil, ini tidak adil. Dia malah merasa canggung dengan saudaranya sendiri.

"Nil ... ada hal yang harus kita bicarakan," ucap Deimos.

Raka menggeleng kuat, seharusnya Deimos tahu waktu untuk mengatakan semuanya tentang Larisa.

"Larisa--"

ketika kita jatuh dan diam [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang