3: Bintang Kecil

39 12 17
                                    

Kau memang jarang terlihat. Namun, sekali aku melihatmu, kagum yang terpancar di mataku ini terasa lebih indah, jika terus melihatmu. Bintang kecilku, tetaplah tersenyum hangat seperti itu. Jangan lupa lambaikan tanganmu padaku.
-Anila Resya Atika -

✨✨✨✨

Raka's POV

"AAAAKKKK! TOLOOONGG!" siapa juga yang berteriak sekencang itu. Sangat menggangu. Lamunanku buyar ketika membaca novel ini. "Tak ada kesopanan."

Seorang siswi tengah berjuang dengan hidupnya. Entah apa yang membuat ia bergelantungan di balkon itu. Sesegera mungkin aku menolongnya. Namun, ia malah menyalahkan seorang siswi yang menolongnya juga. Aku tak mengenal ia siapa. Bahkan ia mendorong dan berteriak di hadapannya.

"JANGAN KEBANYAKAN DRAMA DEH! PASTI LO KAN YANG SENGAJA BUAT GUE MAU MATI HARI INI!" bukannya berterimakasih atau apa, ia malah menyalahkan orang yang sudah membantunya.

"Kau tak apa-apa?" aku mengulurkan tanganku untuk membantunya berdiri.

Ia menolak bantuanku, "Makasih ya, tadi udah tolong dia." Dia segera menuruni tangga, dan mendahuluiku.

"Sekian lama, akhirnya kita bertemu juga." Aku segera masuk ke perpustakaan dan membaca buku kembali. Terlihat asing mungkin di mata mereka, karena aku seorang murid baru. Tapi tidak dengan dia. Apakah dia masih mengingatku atau tidak ya? ah sudahlah.

"Anila Resya Atika, namanya indah. Suatu kejadian menimpanya di masa lalu. Kita dipertemukan kembali. Eh, tapi tunggu siswi yang tadi ...?" aku bergumam dalam hati, kejadian tadi sempat mengingatkan pada beberapa tahun yang lalu. Saat aku belum seperti ini.

-•-

"Raka!"

Aku menengok ke sumber suara, ternyata dia. Memang berbeda dari yang lain, dia malah sering mendekat. Kata orang lain, aku orangnya aneh. Gak tahu kenapa juga.

"Selamat ya!" Ia mengulurkan tangannya. Aku hanya tersenyum kecil.

Namanya Ariel. Ariel Sagitta Araibell, dialah orang yang mengajakku untuk mengikuti organisasi ini. Dia sekelas denganku. Kelas IPA 8, memang tak terlalu mencolok. Toh, kelasnya juga paling ujung deket sama kelas IPS. Rata-rata di kelas ini memang gak banyak anak organisasi sih. Hanya aku, Ariel, dan Nereid yang mengikuti organisasi. Itu pun sama, yaitu PMR.

Entah kenapa aku tiba-tiba ingin saja mengikuti organisasi itu. Menurutku, menjadi anggota PMR itu sebuah kebanggaan tersendiri. Mereka dapat mengobati orang yang sakit, dan kita belajar ramah di sini.

Meskipun, banyak orang yang beranggapan bahwa PMR itu tak ada rasa kasihan sedikit pun. Karena apa? Karena waktu itu, ada salah satu pasien sebelum aku pindah sekolah ke sini. Ia sedang sakit, bahkan sering ke UKS. Ia salah satu penderita asma.

Asmanya sering kambuh saat upacara berlangsung. Dan yang berjaga waktu itu si nenek sihir yang tak tahu terimakasih itu. Ya, kalau bukan dia, siapa lagi. Miranda, dia dulu ikutan organisasi PMR namun saat kejadian itu terjadi, dia memutuskan untuk mengikuti drum band dan keluar dari PMR.

Awalnya gak nyangka juga, orang kejam macam dia ikutan PMR. Bisa pada sakit semua pasien yang pura-pura sakit juga. Pasien yang mengidap asma itu tidak dilayani dengan suka hati sama dia. Biasanya kak Sam lah yang sering mengobatinya. Karena waktu itu, kak Sam sedang ada tugas di OSIS, jadi Miranda yang mengambil alih tugas kak Sam.

Nama pasien itu kak Belva. Dia orangnya pendiam tapi baik, itu yang dituturkan oleh Ariel waktu itu. Katanya, kak Belva memang dekat sama kak Sam. Mereka satu kelas juga. Kini, kak Belva masih menjalankan pengobatannya. Kak Sam juga masih sering ke UKS untuk sekedar menemani kak Belva.

ketika kita jatuh dan diam [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang