Sekolah ini memiliki lapangan yang cukup luas. Para siswa dari kelas 10 ada sebagian yang sedang berolahraga hari ini.
"Nil, kamu gak apa-apa kan?" tanya Deimos.
Anila mengangguk dan tersenyum, jika saja Deimos dan Raka tidak berdebat saat tadi di belakang sekolah, tidak akan seperti ini kejadiannya.
Anila masih fokus hormat pada bendera merah putih. Ia mulai kelelahan, tubuhnya tak seimbang lagi. Panas terik pada jam seperti ini memang baik, tapi Anila tak sanggup lagi. Ia melihat ke arah Deimos, dia masih fokus pada bendera.
Sementara di ujung sana, Raka hanya bisa memandang Anila dari kejauhan. Ia merasa bersalah. Raka menghembuskan napasnya gusar, ia berbalik badan untuk kembali ke kelas.
"Anila! Bangun!"
Raka refleks dengan teriakan itu. Deimos berusaha untuk membangunkan Anila yang pingsan. Mukanya pucat. Raka langsung berlari dan menggendong Anila ke UKS.
Para guru dan siswa kelas 10 yang sedang berolahraga memandang aneh ke arah Raka. Deimos sangat panik, ia berlari di belakang Raka.
Raka tak peduli bagaimana pandangan orang lain terhadapnya, ini hanya naluri seorang anggota PMR. Ia berkewajiban untuk menolong sesama. Apalagi Anila, dia kan sahabatnya.
"Dia belum sarapan?" tanya Raka.
Deimos mengingat kejadian semalam, Anila tak sempat sarapan tadi pagi.
"Iya, makanya tadi kami kesiangan," jawab Deimos.
"Kami?"
"Iya, kami. Lo gak lihat gue juga manjat dinding tinggi di belakang sekolah tadi?"
"Ngapain lo ajak-ajak Anila? Dia cewek!"
"Iya, gue tahu! Dan lo gak usah ikut campur! Lo gak tahu gimana kejadiannya!"
Raka hanya terdiam, ia masih mengingat hal itu. Semalam, ia melihat Anila dibonceng oleh Deimos. Hatinya merasa teriris.
Raka tak tahu lagi harus berbuat apa, ia mulai berpikiran aneh kepada Deimos. Apalagi, Deimos pernah mengungkapkan perasaannya kepada Anila.
"Kalian kemana semalam?" tanya Raka, kembali menghangatkan suasana yang sempat panas.
"Bukan urusan lo," jawab Deimos.
Raka hanya menyunggingkan senyumnya yang tak tulus. Anila mulai sadar dan segera diberi teh hangat.
"Nil, kamu ini cewek kan? Jangan sok jagoan deh, main panjat-panjat dinding segala! Kalau jatuh gimana? Nyusahin mulu, udah tahu stok obat merah sama kasa di sini hampir habis tahu! Gak sarapan juga, kamu pikir dong kalau kesiangan pasti di hukum! Lebih baik sarapan dulu!" tegur Raka panjang lebar.
"Gila lo! Masa udah kesiangan sempat-sempatnya mau sarapan dulu, kita orangnya optimis, gak pesimis kaya lo!"
"Tapi akhirnya kalian dihukum kan?" Deimos terdiam dia kalah debat dengan Raka, "itu namanya bukan optimis tapi kepedean!" sambung Raka.
Raka meninggalkan Deimos dan Anila di UKS. Ia tak tahan lagi melihat muka penuh amarah dari Deimos. Anila hanya terdiam saja melihat perdebatan Raka dan Deimos tadi.
"Kalian kaya anak kecil," ucap Anila.
Deimos hanya menundukkan kepalanya, dia merasa malu telah berdebat dengan Raka di depan Anila.
"Kita ke kelas?" tanya Deimos.
Anila mengangguk lemah, tasnya di bawa oleh Deimos ke kelas. Kini, ia pun punya alasan untuk bisa masuk ke kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
ketika kita jatuh dan diam [Revisi]
Teen FictionJatuh lalu diam akankah ia bungkam? Memiliki masa lalu kelam bukanlah hal yang biasa. Dengan kehilangan sosok pahlawan dalam hidupnya, kini ia harus menelan pahit kembali. Sahabat yang selama ini bersamanya, kini membencinya dan membuatnya bungkam...