Part 9

203 38 4
                                    

Lagu banda naira-sampai jadi debu, mengalun merdu ditelinga Wildan. Ia memutuskan memakai hendsead dan mendengar musik dibanding mendengar lelucon Diko dan Pitak yang sedari tadi membuatnya tak berhenti tertawa.

(Itu ges lagunya:')

Makanan masih di pesan oleh Lastri dan Putri, serempak mereka memesan burger dengan tambahkan keju mozarella didalamnya. Di iringi dengan Milo dan Golda coffe dingin serta empat porsi stik kentang. Mungkin malam ini mereka akan berpesta junk food.

Dilain tempat, sekelompok orang masih memperhatikan mereka. Walau tak jauh dan hanya berjarak tiga meja, rasanya sangat canggung untuk menegur sekali saja.

"Cis"

Ricis yang sedang asyik dengan spagetinya pun mendongak, "Apaan?" Tanya nya bingung.

"Lo gak ngerasa panas gitu?" Celetuk Chacha keceplosan, memang hanya Ricis yang tak melihat Wildan ada disini bersama dua wanita dan dua pria.

"Panas apaan? Dingin begini masa panas sih?" Ricis kembali memakan spagetinya. Tak menghiraukan tatapan aneh dari tim dan kedua temannya, toh disini gak terjadi apa apa kan? Pikirnya.

"Kalian ngapain liatin terus? Cepet makan, abis ini ga mau tau kita main capit boneka" Sontak semua langsung mencari kesibukan.

Kesibukan mereka kembali terhenti saat melihat Ricis berdiri. Nampak gadis humoris itu mengedarkan pandangannya kesembarang arah, kadang kekanan kadang kekiri kadang pula kedepan belakang. Tim dan temannya berpikir bahwa Ricis mencari keberadaan Wildan. Karena tidak mau berpikir lebih jauh, Aris lebih dulu bertanya.

"Cari apaan Yun?"

"Eeee anu, toilet mana ya? Heheh" Jawab Ricis berakhir cengiran kuda. Hanya toilet yang sedari tadi ia cari, namun manik matanya tak menunjukkan tanda tanda keberadaan tempat sakral itu.

"Astaghfirullah, gue pikir apaan" Ujar Ahmad bersedekap dada yang kini jantungnya sudah mengalun merdu disana.

"Ngomong dari tadi gitu kek, bikin orang dag dig dug serrr aja" Celetuk Rara sedikit kesal dengan bos nya.

"Noh Cis, lu tinggal lurus terus belok kanan" Selepas Chacha memberi arahan Ricis langsung berlari begitu saja.

"Nih bang pesenennya, dah komplit make golda coffe sama stik kentang" Ucap Lastri meletakkan nampan berisi pesanan.

"Jangan lupa cuci tangan" Putri memperingatkan.

"Tinggal Iel noh yang belum cuci tangan" Tunjuk Pitak kepada Wildan yang masih asik mendengarkan musik. Musik melow yang sungguh menenangkan hatinya, hanya lagu itu yang diulang ulang beberapa hari terakhir ini.

"Bang, cuci tangan dulu sana!" Wildan tak mengubris mungkin ia tak mendengar. Kepalanya yang tertunduk dengan tumpuan kedua tangan diatasnya sungguh nyaman dan merasa berat untuk meninggalkan posisi itu.

Putri mencopot paksa hendsead yang menancap rapi ditelinga Wildan. Membuat si empu tersentak dan mendongak.

Tak ada respon setelahnya, membuat Putri menarik paksa tangan Wildan untuk berdiri dan berjalan menuju wastafel.

TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang