Sakit, tapi tidak berdarah. Sebait kalimat yang benar-benar menjelaskan dan mewakili perasaanku saat ini. Perasaan sakit yang terus menerpa hati yang rapuh dan hampir patah ini.
Rasa sakit ini jauh lebih menyakitkan daripada luka yang terlihat dan berdarah. Luka yang berdarah saja, walau sudah diobati terkadang akan menimbulkan bekas luka yang terus mengingatkan kita akan asal usul luka itu sendiri.
Lalu bagaimana jika yang terluka itu hati? bisakah disembuhkan? adakah obatnya? dan sederet pertanyaan lain yang terus melintas, berlalulalang, serta berkecamuk dalam fikiranku.
Orang bilang, sekuat-kuatnya manusia tak ada yang akan sanggup bertahan dari sakitnya patah hati. Entah karena dikecewakan, di sia-sia kan, atau karena tak pernah di anggap ada.
Serupa dengan kisahku, yang selalu dianggap tiada. Tak pernah diperdulikan, dan selalu di caci maki.
Namaku Siska chandrawinata, usiaku genap 17 Tahun bulan ini. Aku hanya gadis biasa, gadis pemimpi yang suka kedamaian, ketenangan, dan kebahagiaan. Tapi sayang, karena semua hal yang aku sukai itu sangat jarang aku rasakan. Bahkan, saat ini hampir tidak pernah lagi.
Aku tinggal di sebuah desa kecil di bawah kaki gunung, di sini semuanya masih asri dan pemandangannya hijau sejauh mata memandang. Aku tinggal bersama Ayah, Ibu, dan seorang kakak perempuan. Kakakku bernama Helen dia sudah lulus SMA. Tapi, tidak melanjutkan kuliah karena faktor ekonomi. Sekarang dia bekerja di Kota, bersama paman dan bibiku. Sesekali dia pulang saat mendapat cuti lama.
Tidak ada yang menarik dari ceritaku. Tapi, mungkin cerita ini akan sedikit memilukan dan mematahkan hati kalian. Cerita mengenai perjuanganku melawan maut setiap hari, di rumahku sendiri.
Malam itu aku terdiam, hening sepi tak bersuara di kamarku. Tempat favoritku, tempat biasanya aku meneteskan air mata.
Malam itu kelabu, di temani irama rintik hujan air mata tak henti-hentinya berlinang dipipiku. Mengalir dengan deras, dan entah kapan akan berhenti. Hujan deras seakan melambangkan kesedihan dan air mataku yang terus berlinang. Sementara, suara gemuruh petir melambangkan hatiku yang menjerit kesakitan.
Saat itu hatiku menjerit, "Tolong lukai saja fisikku, jangan mentalku, jangan batinku! Tolong jangan ceritakan hal buruk tentangku lagi. Seakan aku orang paling hina di dunia, paling menjijikan!"
"Tapi apa gunanya bicara dalam hati? semua itu percuma. Tidak ada yang bisa mendengar nya!" Mungkin sebagian orang akan mengatakan itu.
Tapi bagiku, itu semua tidak sia-sia. Itu semua tidak percuma, karena nyatanya hal itu bisa meringankan beban pikiran dan membantuku meluapkan sebagian amarah. Amarah yang bergejolak dan menggebu-gebu , meronta-ronta ingin di keluarkan.
"Kring,kring." Alarm berbunyi, pertanda sang surya telah menampakan sinarnya dan hariku sudah dimulai. Aku bangun, mematikan alarm di sampingku dan segera bersiap untuk pergi ke sekolah.
Ya, seperti biasa. Aku pergi ke sekolah dengan wajah murung dan mata sembab.
"Hai," sapa teman sebangku-ku Rani. "Hai," sahutku, sambil memberi sedikit senyum.
"Siska nangis lagi?" tanya Rani. Jangan heran dengan kata lagi, karena hampir setiap hari dia melihat mataku sembab. Aku hanya terdiam, sambil meringkukan tubuh di atas meja, bertopang pada kedua tangan yang ku tumpuk. Rani mulai mengeluspuncak kepalaku sambil bertanya,"Dimarahin lagi Sis?"
Aku masih diam, tapi tanpa sadar air mata sudah berlinang membasahi pipi dan tanganku. Aku yakin, setelah melihat nya Rani langsung mendapat jawaban dari pertanyaannya.
Dikelas, aku dikenal sebagai anak yang pendiam dan tak banyak bergaul. Aku hanya berbicara pada beberapa orang yang benar-benar aku kenal saja.
Salah satunya Rani, teman sebangku-ku dari kelas 10 dan sekarang kami sudah kelas 12. Rani adalah seorang gadis periang dan ceria yang selalu membuatku senang dengan lelucon bodohnya yang terkadang garing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tenggelam Bersama Luka
RomanceSisi kelam yang mewarnai perjalanan hidupnya perlahan mulai memudar. Saat seorang pria bernama Randi singgah di hati dan kehidupannya. Dengan latar belakang keluarga berkecukupan, serta sang ayah yang berprofesi sebagai anggota TNI-AD. Konflik yang...