Bab 11

105 43 5
                                    

Seorang pria mengenakan koko putih bermotif dan celana jeans hitam, dengan sarung yang melingkar di lehernya berlari kencang ke arahku.

"Huuh..." nafas nya ngos-ngosan. Dia menunduk dan meletakan tangan di kedua lututnya. Nafasnya masih terdengar ngos-ngosan.

"Randi?" sapaku.

Dia mengangkat tubuhnya dan menarik nafas panjang "hufhh". Dia tercengang melihat pria di sampingku.

"Oh, kenalin Ran ini Reno," ucapku mengenalkan Randi pada Reno.

"Hai," sapa Reno. Kemudian mereka berjabat tangan.

"Siska abis darimana?" tanya Randi penuh selidik.

"Abis dari rumah Reno," jawabku santay.

"Ngapain?" tanya Randi penasaran.

"Nganterin kue. Kalo Randi sendiri abis darimana?"

"Oh, Randi abis dari mushola. Sekarang Siska mau kemana?"

"Mau pulang."

"Randi anterin ya?" pinta Randi.

"Gak usah Ran, udah deket kok."

"Gak papa." Wajahnya terlihat kesal. "Udah ayok Randi anterin." Randi meraih tanganku.

"Udah gak usah. Biar Reno aja yang nganterin Siska, kamu pulang aja!" tandas Reno lalu melepaskan genggaman Randi dari tanganku.

"Yuk Sis." Reno menggenggam tangan kananku dan membawaku pergi.

Wajah Randi terlihat penuh amarah dia mengepalkan tangan kanannya. Dia menarik nafas panjang dan berlari mengejar aku dan Reno.

Seseorang menggenggam tangan kiriku dengan erat. Aku kaget, ternyata itu Randi.

"Randi? Kamu ngapain?" tanyaku.

"Randi mau nganterin Siska" jawabnya dengan dingin.

"Maksud kamu apa? Reno kan udah bilang kamu pulang aja biar Reno yang nganterin Siska" bentak Reno sambil mendorong Randi dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya masih menggenggam erat tanganku.

"Gak usah dorong-dorong juga bisa kan? Aku cuma mau nganterin Siska!!" Randi membalas dorongan Reno.

"Udah.. udah" kataku berusaha menenangkan mereka.

"Kamu ngajak berantem?" tanya Reno pada Randi sambil mengangkat dagunya.

"Yaudah ayok!" tantang Randi.

Aku melepaskan genggaman tangan mereka.

"Hhhh.. udah, bisa nggak sih gak usah berantem? Kalo kaya gini mending kalian pulang aja!! SISKA BISA PULANG SENDIRI!!" bentakku pada mereka. Aku berjalan meninggalkan Randi dan Reno.

Dari belakang mereka mengikutiku sambil saling dorong. Aku menoleh ke belakang. "PULANG!!!" Teriakku sambil mengangkat telunjuk ke arah samping kanan.

Setelah berjalan cukup lama akhirnya aku sampai di rumah. Dari kejauhan ku lihat dua orang berdiri kemudian berjalan berlawanan arah. "Ternyata masih ngikutin," batinku.

"Drkk.." Aku membuka pintu rumah.

"Lama banget, kelayapan dulu ya kamu?" sinis Ibu yang sedang selonjoran di sofa sambil nonton tv.

"Tadi ada temen Bu jadi ngobrol dulu," ucapku sambil menunduk.

"Siapa? Rani?"

"Bukan Bu, tapi Reno."

Ibu terperanjat dari sofa dan langsung berdiri dengan mata melotot.

"Reno anak Bu RT yang sekolah di Surabaya itu?" tanya Ibu penuh semangat.

"Iya Bu," jawabku.

"Terus dia bilang apa aja sama kamu?" tanya Ibu penuh penasaran.

"Ngobrol biasa aja kok Bu."

Ibu mendekat kepadaku dan merangkul pundaku. "Dulu kalian temen deketkan?"

"Iya Bu."

"Sekarang masih?"

"Iya Bu, masih."

"Nah, bagus tuh. Pokoknya kamu harus temenan terus sama dia ya. Harus deket-deket terus sama dia, kalo bisa kamu ambil hatinya!" tegas Ibu.

"Emangnya kenapa Bu?"

"Udah pokoknya kamu ikutin aja apa kata ibu. Sekarang kamu istirahat besok kan kamu sekolah."

"Iya Bu," ucapku sambil tersenyum lalu masuk ke dalam kamar.

Malam ini sikap Ibu sedikit aneh, tapi aku senang. Ibu berkata dengan baik dan tidak kasar lagi.

"Ya tuhan, tolong buat Ibu selalu seperti ini. Jangan kembalikan Ibu yang dulu, buat ibu seperti ini selamanya" batinku.

Aku mulai memejamkan mata di atas kasur dengan motif bunga mawar sambil tersenyum.

                           ***

"Kukuruyuk..." Ayam Jago berkokok di belakang rumah.

"Alhamdulillah," Aku mengucap syukur. Karena hari ini aku kembali bangun dengan senyuman dan kebahagiaan.

Aku mematikan alarm kemudian bergegas ke kamar mandi. Setelah beres memakai seragam aku keluar kamar sambil menggendong tas ranselku.

"Ayok Nak kita sarapan dulu." Ibu tersenyum dan merangkulku ke meja makan.

Aku hanya terdiam, jujur aku masih sangat terheran-heran dengan sikap Ibu yang berubah drastis. Tapi aku senang, akhirnya kasih sayang seorang Ibu yang telah lama hilang hari ini ku dapatkan kembali.

Ibu menyiapkan makanan untukku. Aku hanya tersenyum menatapnya dengan mata yang berbinar.

"Nih kamu makan yang banyak ya sayang."

"Sayang? Ini bukan mimpikan? Ibu beneran manggil aku sayang," batinku.

Aku melahap makanan yang Ibu berikan sambil tersenyum. Pagi ini benar-benar sangat indah, rasanya aku ingin menghentikan waktu.

"Ya tuhan, aku ingin terus di waktu ini, di detik ini. Akhirnya Ibu menyayangiku" batinku.

Setelah selesai makan aku berdiri untuk menaruh piring ke wastafel. Tapi tiba-tiba..

"Eh gak usah sayang biar Ibu aja." Ibu mengambil piring dari tanganku. "Sekarang kamu berangkat, yuk biar Ibu anterin ke depan." Ibu merangkul bahuku.

Seperti orang bodoh aku hanya bengong menatap Ibu.

"Kamu masih inget kan perintah Ibu semalem,"

"Yang mana Bu?"

"Itu loh, kamu harus deket-deket terus sama Reno. Jangan sampe kalian jauh!" tegas Ibu.

Aku hanya mengangguk. Saat ini aku sangat bahagia sampai apapun yang dikatakan Ibu aku hanya akan menganggukan kepala pertanda aku setuju.

"Bagusss." Ibu tersenyum dan mengelus rambutku.

Sesampainya di depan rumah aku dan Ibu terheran-heran melihat sebuah mobil mewah berwarna hitam mengkilat bertuliskan Rang over di depannya, terparkir rapi di halaman rumah kami.

Di samping mobil itu berdiri seorang pria mengenakan jaket dan celana jeans hitam. Kacamata hitam modis yang dipakainya membuat penampilannya makin terlihat styles. Dengan model rambut belah pinggir pria itu semakin terlihat keren.

"Siapa pria itu?" batinku.

Bersambung...

Tenggelam Bersama LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang