Prolog

34.8K 2.6K 267
                                    

Kancing-kancing itu bertebaran di lantai saat tangan Ren menarik kemeja putih yang Rosa kenakan dengan sekali sentak. Kedua lengan Ren melewati tubuh Rosa yang duduk di tempat tidur, lalu meraih kaitan bra yang Rosa kenakan, menarik dengan kuat hingga ikatannya rusak. Berusaha menulikan telinga dari isakan dan teriakan, Ren justru meraih rok seragam sekolah menengah atas Rosa dan menyobeknya kasar.

"Tolong ...."

Suara itu tidak lagi teriakan, melainkan isak permohonan, begitu lirih dan membuat Ren mundur dua langkah. Tatapannya menajam memperhatikan Rosa dari ujung kepala sampai kaki. Tubuh Rosa bergetar hebat dengan isak yang tidak lagi mampu ditahan.

"Lo cukup percaya sama gue," ujar Ren tenang, walau ia tahu kelakuan bejatnya justru tidak mungkin bisa membuat Rosa memercayainya.

Baru saja Ren maju selangkah, dering ponsel membuat ia mengumpat. Sebuah pesan dari bosnya, agar ia mengirimkan bukti-bukti bahwa ia benar-benar sudah 'menghancurkan' Rosa. Ditatapnya lagi Rosa yang kini terduduk sambil berusaha merapatkan kemejanya.

"Shit!" umpat Ren disertai langkah cepatnya menghampiri Rosa.

"Tolong, jangan ...."

"Lo mau ini cepet selesai nggak?!" bentak Ren tanpa sadar.

Sial, melihat kondisi Rosa membuatnya mengutuk dirinya sendiri. Ini harus diselesaikan dengan cepat. Ia tidak mau melihat wajah memelas Rosa seperti itu lagi seumur hidup. Rahang Ren mengeras seperti menahan amarah saat matanya bertumbukan dengan tatap memohon Rosa. Bahkan kesakitan itu bisa Ren rasakan, menembus cairan bening yang menggenang di pelupuk mata, sebelum akhirnya menjadi lelehan deras di pipi.

Kepala Ren melihati sekitar, mencari-cari sesuatu. Tatapannya tertuju pada tas Rosa yang tergeletak di lantai, lalu meraih bros kecil di sana. Ia tusukkan pada dua jari tangannya sebelum mengarahkan ke Rosa.

"Lepas celana dalam lo!" perintah Ren, tegas dan tidak bisa dibantah.

Rosa bukan tidak melawan, tapi kekuatannya tidak sebanding dengan lelaki di depannya. Ia kini hanya bisa meringkuk dan menggeleng kuat.

"Gue bilang lepas! Atau lo mau gue yang lepasin?"

Sontak Rosa mengangkat wajah. Ren yang berdiri di depannya tidak terkesan menakutkan, tapi begitu arogan dan angkuh. Rosa benci orang-orang seperti itu.

"Nggak!" Entah kekuatan dari mana, Rosa sanggup berteriak. Nada memerintah Ren membuatnya jengah.

Ren membungkukkan tubuh. Ia tunjukkan dua jarinya yang mengalirkan darah segar di depan wajah Rosa. "Ini terakhir gue suruh lo. Lepas celana dalam lo atau lo mau gue sentuh?!"

Kedua mata Rosa membelalak. Isakannya kembali pecah. Melihat Ren menegakkan tubuh dan mendongakkan wajah menghindari melihatnya, seakan menunggu Rosa benar-benar menuruti perintah itu, membuat Rosa bimbang.

Maka dengan tangan bergetar, Rosa menuruti perintah Ren dan meletakkan celana dalamnya di pangkuan. Sepertinya Ren sadar karena lelaki itu langsung menjadikan kain tipis itu untuk membersihkan darah di kedua jarinya. Tidak sampai situ, Rosa menolak keras saat Ren justru mengeluarkan ponsel dan memfotonya dengan kurang ajar.

"Pakai lagi," gumam Ren. Ia lalu berbalik dan berjalan menuju jendela, berdiri membelakangi Rosa.

Beberapa menit hanya seperti itu. Ren memasukkan tangan ke dua saku celana, tatapannya menembus bening kaca yang rasanya ingin ia pecah dengan tangan kosong saat ini juga.

"Gue akan hubungi kakak lo," gumam Ren datar, tanpa berbalik menatap Rosa.

"Jangan!" ujar Rosa keras. Isakan itu sedikit mereda, meninggalkan suara sesenggukan yang membuatnya sedikit sulit bernapas. "Jangan hubungi kakakku."

"Lo harus pulang."

"Aku bisa pulang sendiri."

"Dalam keadaan begitu?" geram Ren, tubuhnya sudah berbalik menyadari Rosa meringkuk di tempat tidur dengan mengenaskan.

"Kalau kakakku ke sini, apa kamu juga sakiti dia?"

Pertanyaan itu menyentak Ren. Buru-buru ia menggeleng, tapi isakan Rosa menandakan bahwa Ren tidak dipercaya.

"Jangan nyakitin kakakku," mohon Rosa dengan sangat. Ia setengah berpikir saat melanjutkan ucapannya, terdengar ragu. "Nggak apa-apa lakuin ini ke aku, tapi jangan ke Kak Salju."

"Apa?" geram Ren. Ia sudah kembali menghampiri Rosa, menunduk menatap Rosa yang terduduk kalah. "Lo bilang apa?"

"Sakitin aku aja."

"Sial!" umpat Ren lumayan keras. Ia menunduk, menyejajarkan wajahnya dengan Rosa. Tangannya meraih dagu Rosa agar balas menatapnya, tidak kasar, tidak juga pelan. Tatapannya menggelap, seperti menahan kekalutan sekaligus kemarahan. "Jangan pernah umpanin diri lo ke laki-laki, termasuk gue," desisnya.

Rosa menggigit bibir bawahnya dengan takut. Jika tadi Ren terlihat masih manusiawi, sekarang justru sangat menakutkan.

"Lo denger gue?!" rahang Ren mengatup keras, gigi-giginya bergemeletuk hebat. "Jangan pernah umpanin diri lo buat disakitin cowok. Lo nggak kenal mereka!"

Hanya diam beberapa saat. Rosa tidak berani menatap balik Ren, hanya memejamkan mata dan menahan isaknya yang menyesakkan dada.

"Jangan katakan itu lagi ke laki-laki. Termasuk gue."

______________

Cek ombak 🌀🌀🌀
Kalau rame, besok pagi update part 1 wkwk

Baru tahu di wattpad ada fitur sasaran pembaca cerita. Ikut survey umur deh.

Siapa yang:

<17 tahun

17-20

20-25

>25




Menjemput Patah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang