2 | Kembali Kelam

16.1K 2K 237
                                    

Kamu adalah kehilangan yang ingin kudekap sebelum lenyap.
🥀

Ren Antonio.

Dilihat dari nomor induk mahasiswa yang tertera di daftar presensi, sudah jelas bahwa lelaki itu tiga tingkat di atas Rosa. Belum lulus? Astaga, Rosa tidak habis pikir. Kakaknya saja yang dua tahun di atasnya termasuk terlambat satu semester karena sempat cuti saat kecelakaan. Sekarang ngebut habis-habisan meraih gelar, sedangkan Ren? Dengan santai dan wajah tanpa dosa masuk kelas seakan-akan dosen di depan itu adalah teman karibnya!

"Nomor lo udah ganti belum?"

Rosa tetap tidak menggubris bisikan itu. Ia fokus memperhatikan Pak Jon yang sedang menerangkan perjanjian kuliah untuk satu semester ke depan.

"Dan tidak boleh banyak berbicara saat kuliah! Ren Antonio, kalau kerjaanmu hanya ganggu perempuan, lebih baik duduk di sebelah saya, bantu saya jelaskan kontrak perkuliahan."

Teguran itu membuat Rosa merenung. Ia termasuk orang yang tidak nyaman dengan teguran, maka sebisa mungkin tidak membuat kesalahan. Walau yang ditegur bukan dirinya, tetap saja ia adalah orang yang sedari tadi diganggu Ren, menerbitkan tatap penasaran teman-teman sekelas yang membuatnya risih.

"Oke, Pak."

Tanpa disangka, kursi itu berderek dan sosok tinggi Ren sudah berdiri, berjalan menghampiri meja dosen. Bisik-bisik itu mulai terdengar. Entah Rosa menyadari sejak kapan, tapi kelas itu mendadak hening saat kemunculan Ren tadi.

"Saya lanjutin, ya, Pak. Berasa asisten dosen, nih. Mama saya pasti bangga." Ren nyengir ke arah Pak Jon yang hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak didiknya. "Bapak duduk aja di sini, saya yang jelasin."

Ren berdiri di tengah, seketika tawa sekelas terdengar saat lampu proyektor penuh tulisan itu menyorot ke tubuh Ren. Laki-laki itu malah ikut tertawa saat sadar wajahnya terpancar tulisan-tulisan berisi kumpulan persentase perkuliahan.

Hanya Rosa yang tidak tertawa. Ren tetap laki-laki arogan, tidak berubah sejak dulu. Tidak ada raut bersalah sama sekali saat mengetahui ia ada di sana. Benar-benar manusia tidak punya malu.

"Sudah, kamu duduk saja. Tiga kali kamu ikut perkuliahan saya, nggak pernah benar. Ngaco terus kelakuanmu. Ada yang bening dikit digodain." Pak Jon sudah berdiri. Dengan tangannya, ia menyuruh Ren kembali duduk.

"Namanya manusia, nyari yang bening, Pak. Emang Bapak enggak?" tanya Ren dengan kurang ajar.

"Setelah ketemu istri saya, nggak bakal nyari yang bening-bening kayak kelakuanmu itu, sana sini digodain." Untung saja Pak Jon bukan dosen killer. Masih bisa bercandaan normal.

"Saya juga sama, Pak." Ekspresi Ren sangat serius. "Setelah ketemu Rosa, saya nggak nyari yang lebih bening lagi sana-sini. Bapak jangan fitnah dulu. Gini-gini saya setia."

Ren bersikap seolah-olah sudah mengenal Rosa begitu lama dan hal itu menciptakan bisik-bisik yang membuat Rosa tidak nyaman.

Pak Jon berdecak. Beliau mengurut dahi dengan sabar. "Jadi itu namanya Rosa?"

"Iya." Ren mengangguk semangat. "Artinya mawar. Sama kayak nama saya. Antonio dalam bahasa Yunani juga artinya mawar. Bapak pasti baru tahu."

"Jangan-jangan jodoh," timpal Pak Jon malas-malasan.

Ren tertawa. Ia maju ke tengah kelas dan menaikkan kedua tangan seakan berdoa. Setelahnya ia berteriak 'amin' sangat keras menimbulkan tawa seisi kelas.

"Minta doanya, Pak. Kalo jadi beneran, saya undang Bapak, deh."

"Sana duduk lagi. Diam abis itu. Doa yang banyak biar Rosa mau sama orang yang kuliah aja malas kayak kamu, gimana mau hidupin istri besok?"

Menjemput Patah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang