24 | Backstreet

8.8K 1.4K 265
                                    

Ada yang tidak berubah meski telah saling mengecewakan. Sesuatu yang tidak bisa diukur tapi sangat mendasar. Perasaan mereka satu sama lain.
🥀

Meski diucapkan dengan ketegasan dan keyakinan, suara lembut Rosa tetap tidak bisa membuat Ren lantas yakin. Rosa bisa merasakannya saat senyum kecil Ren tersungging, seakan ragu bahwa ia mampu memenuhi apa yang baru diucapkan.

"Ayo, aku antar kamu pulang."

Mendengar itu, Rosa menatap Ren dengan pandangan kecewa. Ia memejamkan mata beberapa saat, mengusir kecemasan yang menyesakkan dada. Bagi Ren, ia memang hanya orang lain yang tidak bisa dipercaya untuk menemani lelaki itu. Pemikirannya membuat Rosa mengulas senyum miris.

Saat Ren akhirnya berdiri lebih dulu dan berjalan ke motor, Rosa menyusul kemudian. Ren tetap memakaikannya helm, masih menggenggam tangannya saat Rosa menaiki motor, dan masih terkadang menepuk tangan Rosa yang dimasukkan ke saku jaketnya.

Perlakuan yang membuat Rosa mengerti bahwa Ren masih peduli, walau belum yakin bahwa Rosa adalah gadis yang tepat untuk menemani.

"Kak Ren." Suara Rosa mengalun lembut di tengah jalan yang sedikit lengang dan angin yang menantang arah mereka.

"Hm?" Masih mengendarai motor, Ren menggenggam tangan Rosa dari dari luar saku jaket dan sedikit menoleh ke belakang.

"Udah makan?"

"Udah," jawab Ren tenang.

Oh, jadi Ren akhirnya makan sama teman lamanya itu, ya? Rosa terdiam beberapa saat. Ia akhirnya menutup kaca helm, tidak punya lagi stok kalimat yang bisa mencairkan keheningan mereka.

Atau Ren sudah menjajaki hubungan serius dengan perempuan itu? Makanya tidak lagi menggubris kalimat penuh penyesalan Rosa tadi? Lagi-lagi Rosa merasa kalah. Hal itu membuatnya segera menarik kedua tangan dari saku jaket Ren dan tidak lagi duduk condong ke depan.

"Kamu laper, Ros?"

Ucapan itu membuat Rosa sedikit terkesiap. Mungkin itu kekanakan, tapi Rosa hanya ingin tahu apakah Ren juga akan menerima tawarannya makan bersama seperti cara lelaki itu mengiyakan ajakan perempuan lain?

"Pengin bakso," gumam Rosa, sedikit ragu. Ia takut respons Ren tidak sesuai harapan dan itu hanya akan menambah kekecewannya hari ini.

"Ada referensi tempat bakso yang enak?"

Rosa sedikit mencondongkan diri ke depan. "Depan SMA-ku."

Bisa dirasakan tubuh Ren sedikit menegang. Rosa menyesali pilihan tempat yang baru dicetuskan. Ada banyak kenangan saat Rosa mengucapkan 'SMA'. Tempatnya dulu mengenal sosok Ren, dari mulai membantu sampai gangguan yang tiada henti.

"Ayo." Ren akhirnya mengiyakan.

Tanpa sadar itu membuat Rosa lega. Ren tetap peduli padanya, walau dalam hati masih berharap agar Ren hanya melakukan itu untuknya, bukan perempuan lain. Ada rasa iri dan ingin bersaing dengan perempuan yang baru makan siang dengan Ren, mendorong Rosa untuk lebih maju sedikit lagi agar tahu Ren lebih memilih siapa.

Keduanya sudah duduk berhadapan di sebuah meja paling pojok. Ornamen tempat makan itu bukan sekadar bangku panjang dengan dinding berlabel harga makanan, tapi dihias berbagai warna pelangi dengan bentuk meja yang berbeda-beda.

Ren terdiam di sana, mengamati tiap gerakan Rosa yang fokus pada semangkuk bakso di depannya. Ren bahkan mengabaikan bakso yang ada di hadapannya karena Rosa lebih menarik dari sekadar makanan pengganjal perut itu.

"Suka banget pedes?" tanya Ren. Tatapnya terus tertuju pada seraut wajah Rosa yang terlihat kepedasan.

Rosa mengangguk pelan sambil sibuk menyeka titik-titik keringat di dahinya dengan tisu.

Menjemput Patah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang