Menyakitkan, saat aku menawarkan peduli, kamu menyuruhku berhenti.
🥀"Beneran pake kaus?"
Ren tertawa setelah menghentikan motornya di depan rumah Rosa. Ia sudah dengar itu berkali-kali. "Outdoor, Ros. Santai aja."
Tapi nggak harus pakai kaus dan celana jeans juga kan? Rosa hanya bisa menyimpannya dalam hati.
Ren mengulurkan tangan ke belakang, meraih lengan Rosa dan membantu gadis itu turun dari motor. Ia baru akan melepas helm saat Rosa menahannya.
"Nggak sekarang," ujar Rosa datar, tanpa ekspresi.
Walau tidak mengerti kenapa itu harus disembunyikan lagi, tapi Ren mencoba menuruti. Ia mengurungkan niat untuk melepas helm. Dari balik kaca helmnya, Ren bertanya, "Berapa menit aku harus nunggu?"
"Dua puluh menit?" tawar Rosa. Tanpa disangka, Ren malah mengangguk.
"Oke."
"Beneran pake kaus?"
Astaga. Ren berdecak. Ia melirik kausnya yang bergambar skateboard, lalu tertawa. "Aku bawa baju ganti. Tenang aja, pacarmu ini nggak malu-maluin."
"Ganti di mana?" Rosa bertanya, sedikit waswas takut Ren meminta mampir ke rumahnya.
"Gampang nanti." Ren mengibaskan tangan, seakan itu bukan urusan yang terlalu mendesak.
Rosa memilih mengalah. Ia akhirnya berbalik. Jarak antara Ren dengan pintu rumah lumayan jauh, jadi Rosa bisa tenang karena sekalipun salah satu orang rumahnya tahu ia diantar, setidaknya wajah Ren tidak terlalu kentara dalam jarak lumayan jauh itu.
Sampai di dalam kamar, Rosa bimbang. Sejujurnya ia jarang pesta, apalagi ke pernikahan. Jadi ia sama sekali tidak punya referensi pakaian untuk mendatangi pesta anak muda.
Selesai membersihkan diri, Rosa membuka lebar lemari pakaian. Kebanyakan pakaian formal untuk kuliah; blouse, kemeja, jaket dan celana jeans, outer, serta rok. Tidak mungkin kan ia berpakaian seformal itu ke sebuah pernikahan outdoor yang pasti bernuansa kekinian?
Bahu Rosa meluruh. Ia jadi sedikit menyesal kenapa mengiyakan ajakan Ren. Bukan ia tidak suka pesta. Tapi tergantung bersama siapa ia ada di sana. Seringnya pergi ke pesta perusahaan papanya, ia tidak keberatan karena keberadaan orang tua dan kakaknya tidak akan membuatnya merasa sendiri. Sekarang pun sama. Bersama Ren, pasti lelaki itu tidak akan membiarkannya sendirian kan?
Seperti perkiraan Rosa, dua puluh menit kemudian ia sudah meraih sling bag-nya dan bergegas keluar kamar. Sebenarnya ia sedikit malu karena tidak pernah kepergok pergi ke sebuah pesta sendirian. Tapi orang tuanya tidak menaruh curiga. Hanya mengatakan hati-hati saat Rosa menyebut pergi dengan teman. Semua pasti mengerti apa 'teman' yang dimaksud.
Rosa duduk di sebuah bangku kayu tepat di bawah pohon. Belum ada motor Ren di sana, mungkin sedang ganti baju? Entah, Rosa tidak tahu. Hanya ada sebuah mobil terparkir. Sudah biasa. Orang-orang terkadang meninggalkan mobil di depan pelataran.
Baru Rosa akan mengeluarkan ponsel, suara klakson mengagetkannya. Tidak terlalu keras, tapi karena ia sedang terlalu fokus jadi itu terdengar mengejutkan. Mobil yang ia kira milik tetangganya, kini kaca bagian penumpangnya semakin turun.
Rosa hampir membelalak saat melihat Ren tertawa di dalam sana. "Kak Ren?" tanyanya sedikit terkejut.
"Ayo, Sayang," ajak Ren dengan senyum menggodanya.
Beranjak, Rosa membuka pintu penumpang depan dan duduk. Ia menoleh ke kanan, hal yang sama Ren lakukan. Mereka terdiam beberapa saat memperhatikan penampilan satu sama lain. Bagi keduanya, baru kali ini melihat masing-masing mengenakan selain pakaian santai ataupun formal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjemput Patah Hati
Romansa"Kalo gitu biar lebih ringan, ayo kita jemput patah hati kita sama-sama." Ren Antonio adalah mahasiswa semester akhir yang ditimpakan fitnah atas pelaku kekerasan serta penyekapan. Satu kesalahan terbesarnya adalah menyekap Rosa Azalea demi balas bu...