33 | Pengkhianatan

8.2K 1.2K 214
                                    

Tentang kisah kita.
Aku tak ingin menjeda, sekalipun untuk sementara.
🥀

"Aku kaget banget. Ya gimana, tiga tahun kenal Rosa, nggak pernah lihat dia bikin status kecuali waktu OSPEK karena wajib."

Rosa hanya tertawa mendengar ucapan Olif. Wajah dua temannya kini sedang memenuhi layar ponselnya. Ia membenarkan airpods di telinga dan menegakkan tubuh di kursi.

"Jangankan status, Lif. Kita aja nggak pernah video call kayak gini bertiga. Tumbenan si Rosa mau gabung."

"Eh iya. Bener banget. Kok bisa? Kesambet apa si Rosa?"

"Seaneh itu?" tanya Rosa pelan. Ia meneliti sekitar yang sangat sepi. Selain karena lantai teratas tidak dihuni banyak karyawan, juga karena di sana sedang jam istirahat. Kebanyakan dari mereka berkumpul di lantai dasar.

"Nggak nyangka aja Kak Ren bisa bikin kamu jadi seterbuka itu, Ros."

"Baguslah kalau dia bisa nularkan positive vibes ke kamu."

Rosa hanya membalas dengan senyum.

"Aman nggak di situ, Ros?"

"Aman, kok, Ndri. Kenapa?"

"Nggak paham aja, kapan itu si Abri bikin status lagi sama kamu. Eh, semalem kamu bikin status lagi sama Kak Ren, walaupun nggak kelihatan mukanya, sih." Indri tertawa saat selesai mengucapkan itu.

"Abri bikin status sama aku?" heran Rosa. Perasaan, ia tidak pernah melihat Abri membuatnya. Atau ia yang tak sempat melihat?

"Di mobil, Ros," jawab Olif gemas. "Masa nggak sadar? Takutnya tuh berita kamu sama Kak Ren kesebar, terus Abri tau."

Rosa termenung. Betul juga. Selama ini, yang tahu bahwa ia berhubungan dengan Ren hanya Olif dan Indri. Semalam pun statusnya ia sembunyikan dari teman kelas lain karena takut Abri tahu dan semua jadi berantakan.

"Abis si Abri bikin status gitu, yang lain pada rame nge-chat aku, tanya apa kalian pacaran. Ya udah, aku jawab aja nggak tahu."

Baguslah kalau keduanya menyembunyikan apa yang diketahui. Rosa bersyukur memiliki teman yang pengertian.

Suara pintu terbuka membuat Rosa mengalihkan pandangan. Jarang-jarang Intan keluar dari ruangan pak bos di jam istirahat.

"Ndri, Lif, udah dulu ya."

"Oke, hati-hati di situ, ya, Ros."

Rosa memberi senyum dan anggukan sebelum menyudahi video call. Ia melepas airpods dari telinga saat Intan duduk tepat di sampingnya.

"Nggak ke kantin, Kak?" tanya Rosa. Ia sendiri sudah membawa bekal dari rumah, hasil belajar memasaknya.

Saat Intan menoleh ke arahnya, Rosa terkejut. Ragu, sedikit malu, ia menunjuk bagian leher Intan yang memerah. Tepat di cekungan. Seperti menyadari, Intan menunduk. Bukannya terkejut, wanita itu malah tersenyum masam dan meraih syal di laci lalu memakainya. Sama sekali tidak terlihat gugup karena Rosa memergokinya.

"Aku tahu kamu udah tahu."

Gumaman itu lantas membuat Rosa lagi-lagi terkejut. Apa yang akan terjadi kalau rencananya juga ....

"Aku malu."

Justru itulah yang diucapkan Intan. Wanita itu menatap Rosa dengan mata yang perlahan merebak. Sungguh Rosa tidak tahu harus melakukan apa. Bagi banyak orang, mungkin ia bukanlah orang yang tepat untuk berbagi masalah rumah tangga.

Menjemput Patah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang