A Heart Thieves

263 58 65
                                    

Setelah penangkapan tak terduga yang dilakukan Captain Vio dan timnya, semua artikel majalah, koran, dan stasiun televisi menanyangkan berita kasus penangkapan CEO Tescara Company itu. Kabar tersebut tersebar luas ke mana-mana, sehingga para wartawan datang dan mengerubungi kantor kepolisian Ottawa untuk mewawancarai Captain Vio.

“Capt, di luar banyak sekali wartawan yang mencarimu!” lapor Azka.

“Usir mereka!” ketus Vio. “Aku tidak ada waktu melayani wartawan-wartawan itu!”

“Tapi, bagaimana caranya kita pulang, Capt? Mereka sudah mengepung kantor kita!”

“Lewat pintu belakang saja!” usul Nathan.

“Mari kuantarkan, Capt,” tawar Rael yang langsung diiyakan oleh Captain Vio.

“Oke. Ayo!”

Vio dan Rael pun beranjak keluar dari kantor kepolisian secara sembunyi-sembunyi, agar tidak ketahuan oleh para wartawan yang berkerumun di pintu depan. Untuk berjaga-jaga, Vio menutupi wajahnya dengan topi dan masker. Mereka berdua langsung masuk ke mobil Rael dan melesat keluar dari parkiran kantor tanpa diketahui oleh para wartawan.

“Huftt … hampir saja!”

Rael terkekeh pelan. “Kita ini sudah seperti selebriti saja, ya. Dikejar-kejar oleh wartawan seperti itu.”

“Sudah berapa kali aku seperti ini. Maka dari itu, aku sebenarnya tidak mau terlalu banyak menangani kasus-kasus yang melibatkan orang-orang terkenal. Ujung-ujungnya pasti aku yang akan diteror wartawan,” gerutu Vio.

“Sabar saja, namanya juga kapten tim elit terkenal,” canda Rael.

“Tapi aku ‘kan tidak berniat untuk terkenal. Kalau begini, aku jadi lebih mirip selebriti daripada criminal profiler.”

“Sudah resikonya seperti itu. Karena kita baru saja mengungkap kasus penggelapan dana seorang CEO perusahaan besar, wajar saja perhatian media sepenuhnya tertuju pada kita. Apalagi Captain Vio yang merupakan kapten tim,” balas Rael sembari tetap fokus menyetir.

Begitulah, Captain Vio dan Rael berbincang-bincang mengenai banyak hal selama perjalanan pulang. Menurut Rael, Vio sudah mulai lebih terbuka dan mau bercerita banyak hal kepadanya. Setidaknya, hubungan mereka sudah tidak secanggung saat pertama kali mereka bertemu. Bahkan Rael sudah sering bolak-balik ke apartemen Vio.

“Capt, besok kau ada rencana keluar, tidak?” tanya Rael, sesaat setelah Vio turun di depan lobi apartemennya.

“Hm … sepertinya tidak ada. Kenapa?” Vio balik bertanya.

“Ah, bukan apa-apa,” kilah Rael. Padahal, dalam hati ia sudah berniat mengajak Captain Vio jalan-jalan besok.

“Okelah kalau begitu. Hati-hati di jalan, ya!” Gadis itu melambaikan tangannya pada Rael.

Ia ikut tersenyum dan membalas lambaian tangan Vio. “Bye, Capt!”

Setelah itu, ia kembali melajukan mobilnya pulang ke kediamannya sendiri.

***
KRINGG!!

Bunyi deringan berisik membangunkan Vio dari tidurnya pagi ini. Deringan itu bukan berasal dari jam weker di nakasnya, melainkan dari ponselnya sendiri yang ia letakkan di bawah bantal. Dengan malas, Vio mengangkat telepon yang menganggu tidurnya itu.

“Halo?”

Good morning, Captain Vio,” sahut sebuah suara yang sangat dikenali Vio.

“Rael? Ada apa? Ada kasus mendadak lagi?” tanya Vio, masih dengan suara khas orang baru bangun tidur.

“Kau baru bangun ya, Capt?”

PARANOISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang