Vancouver and A Thousand Bitter Memories

297 46 25
                                    

Rintik hujan mengguyur Kota Toronto pagi itu, selaras dengan suasana duka di Mount Pleasant Cemetery. Setelah berhari-hari diusut, akhirnya kasus meninggalnya William Spade bisa ditutup dengan baik oleh Captain Vio dan rekan-rekannya. Mrs. Spade –ibu korban– tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih pada tim elit kepolisian itu. Bahkan, Tim Investigasi Khusus Divisi Kriminal rela menempuh perjalanan ke Toronto yang memakan waktu empat jam untuk menghadiri pemakaman mendiang. Captain Vio-lah yang mengusulkan mereka menghadiri pemakaman korban, demi untuk memberikan penghormatan terakhir pada almarhum.

Lengkap dengan busana serba hitam, mereka turut menghantarkan jasad William ke tempat peristirahatan terakhirnya. Captain Vio berdiri tepat di sisi kanan batu nisan, bersama Rael yang memayunginya dari tetesan air hujan yang kian lama kian menderas. Namun ibunda korban sepertinya tak menggubris deraian hujan itu. Dengan bulir-bulir bening mengalir dari matanya, dia berlutut sambil memeluk batu nisan yang bertuliskan nama putranya. Seorang gadis remaja juga berlutut di situ, sembari menangis sesenggukan dan merangkul ibunya. Keluarga kecil itu tampak sangat kehilangan sosok penting dalam hidup mereka.

Pemakaman itu juga dihadiri oleh teman-teman William dari Universitas Algonquin. Beberapa dari mereka tak memercayai penuturan kepolisian terkait pembunuhan sahabat mereka itu. Kenyataan bahwa kekasih korban dan selingkuhannya –merangkap dosen– sendirilah yang membunuhnya sangat mengguncang batin mereka.

Di sisi lain, status dr. Barty dan Felicia sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka. Semua bukti –baik darah, jejak kaki, dan sidik jari– yang ditemukan Tim Investigasi Khusus Divisi Kriminal sepenuhnya cocok dengan milik dr. Barty. Sidang mereka baru akan dimulai minggu depan. Ibu dan adik korban hanya berharap bahwa kedua pelaku dihukum seberat-beratnya.

“Sekali lagi kuucapkan terima kasih atas jasa kalian, Detektif. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian,” ujar Mrs. Spade sambil membungkuk pada Captain Vio.

Vio menepuk pundak wanita itu. “Tidak apa-apa, Nyonya. Sudah tugas kami mengusut kasus ini sampai selesai. Semoga Anda juga diberikan ketabahan menghadapi semua ini.”

“Kalau tidak ada kalian … pasti William akan selamanya dianggap pengecut karena mengakhiri hidupnya sendiri. Rasanya aku tidak tahu lagi bagaimana harus mengungkapkan rasa terima kasihku.”

“Sama-sama, Mrs. Spade,” ujar Rael. “Kalau begitu, kami pamit dulu. Perjalanan kembali ke Ottawa sepertinya akan memakan waktu lama.”

Setelah mengucapkan terima kasih untuk kesekian kalinya, Mrs. Spade mengantarkan Tim Investigasi Khusus Divisi Kriminal kembali ke mobil mereka. Sambil melambai tanda perpisahan, mobil itu melaju meninggalkan kompleks pemakaman itu.

“Sudah lama sekali aku tidak ke Toronto.” Azka membuka pembicaraan.

“Sama, aku juga,” timpal Nathan.

“Padahal aku ingin sekali ke Casa Loma,” kata Azka menyebutkan salah satu lokasi wisata berupa kastel megah yang menjadi landmark ibu kota provinsi Ontario tersebut.

“Sayang sekali cuacanya tidak mendukung,” tambah Vio. “Mungkin kita bisa ke sini lagi lain kali.”

“Yah….” Ezra kecewa. “Padahal kita sudah jauh-jauh ke sini.”

“Tapi, kenapa hujan, ya? Bukankah ini sedang musim panas?” Nathan bertanya random.

“Aku tidak tahu, Nath. Kau pikir aku peramal cuaca?”

Ungkapan-ungkapan kekecewaan terus dilontarkan oleh mereka. Namun, apa boleh buat. Untuk saat ini, kembali ke Ottawa adalah pilihan yang paling tepat.

***
Berbanding terbalik dengan di Toronto, cuaca di Ottawa justru sangat bersahabat. Temperatur udara di musim panas memang sudah pasti panas, namun hari ini cuacanya tidak sepanas itu. Perjalanan panjang yang ditempuh membuat mereka letih dan ingin cepat-cepat kembali ke rumah masing-masing. Begitu juga dengan Captain Vio. Setibanya di kantor, Rael langsung menawarkan tumpangan pulang yang tentu saja tidak ditolaknya.

PARANOISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang