Selamat Membaca
━━━━━━ • ✿ • ━━━━━━✿ Khanza POV ✿
SEKARANG aku dan pak Elvan sedang dalam perjalanan menuju rumah mama Fara, atau mamanya pak Elvan. Sebenarnya beliau sudah mengirimi ku pesan tadi malam, tapi karena kapasitas otak ku hanya 5kb, jadi sangat mudah lupa dan untungnya pak Elvan memberitahu ku.
Di dalam mobil beberapa kali aku menguap dan mengucek mata, belum lagi perutku berbunyi. Huft... aku mengantuk sekaligus lapar, apakah pak Elvan tidak perduli padaku? Sedari tadi dia hanya menyetir walau beberapa kali melihat ke arahku.
Tapi tiba-tiba tangannya membuka dashboard dan aku melihat ada beberapa cemilan di sana, "Makanlah dulu. Perjalanan kita lumayan jauh," ucapnya.
Memang sih jarak antara rumah mertuaku dengan kampus terpaut jauh. Bahkan bisa menghabiskan waktu satu jam.
Aku memutuskan untuk membuka beberapa cemilan dan memakannya. Sesekali aku melirik ke arah pak Elvan yang masih fokus menyetir.
Huft... ku akui dia memang tampan, tapi karena sikapnya yang dingin, tidak peka, terlihat tidak perduli, dan semuanya membuat ketampanan itu tertutupi. Tapi mungkin hanya berlaku padaku saja. Kenapa? Bisa dilihat dari cara orang lain menatap dia dengan tatapan kagum dan lapar, ku rasa mereka rela melakukan 'apapun' supaya bisa di-notice oleh pak Elvan.
"Mm... bapak mau?" tanya ku sambil menyodorkan cemilan padanya dan dijawab gelengan singkat.
Aku kembali memakan cemilan dengan tenang sampai dia membuka suara, "Kenapa kamu bilang kalau kamu adik saya?"
Astagfirullah, kenapa harus dibahas?
"Kenapa kamu tidak mengakui kalau kamu istri saya? Apakah kamu malu memiliki suami seperti saya?" pertanyaan kembali keluar dari mulutnya membuatku menghentikan kegiatan memakan cemilan.
"Bukannya saya tidak mau mengakui atau malu dengan fakta bahwa bapak itu suami saya, tapi kalau sampai mereka tau yang sebenarnya, mungkin sekarang saya sudah tinggal nama saja," jawabku sambil menerawang ke masa depan saat satu kampus mengetahui kalau aku adalah Nyonya Elvanio Putra.
Pak Elvan hanya diam dan kembali melihat ke arah jalanan. Ini aku udah jelasin panjang lebar tapi malah gak direspon. Suami macam apa dia?
«✿❀✿❀✿❀»
Akhirnya kami sampai di depan rumah sederhana tapi terlihat asri yang merupakan rumah kedua orang tua pak Elvan, atau bisa dibilang rumah mertuaku.
"Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumsalam. Eh anak menantu mama udah datang. Ayo masuk."
Kami segera masuk dan langsung digiring ke ruang makan. Kulihat sudah ada beraneka ragam masakan di sana.
"Mama masak banyak banget," kata pak Elvan saat melihat ke arah meja makan.
"Hehehe... mama masak khusus buat kalian. Papa juga nyuruh mama masak banyak, udah ayuk mending kalian duduk biar mama panggil dulu si papa," kata mama dan menuntun kami duduk berbelahan.
"Biar adek aja yang manggil papa, mama duduk aja di sini sama Khanza," ucap pak Elvan membuat mama menggeleng.
"No no, kamu temani istri kamu di sini. Kasihan kalau dia sendirian, biar mama aja yang panggil."
Akhirnya pak Elvan kembali duduk dan mama segera menuju kamar utama, dimana papa sedang beristirahat sekarang.
"Adek? Bapak anak bungsu?" tanya ku, ku kira pak Elvan ini anak tunggal.
"Iya." jawabnya singkat sambil mencicipi beberapa sayuran.
"Pak, pakai sendok!" perintahku saat melihat dia mencomot beberapa tempe dengan bentuk kecil menggunakan beberapa jarinya.
"Astagfirullah, El. Pakai sendok, udah punya istri kok masih kayak bocah!" cibir seseorang membuat ku dan pak Elvan menoleh.
Terlihat seorang pria yang kurasa umurnya lebih tua dari pak Elvan berjalan kemari bersama wanita yang seumuran dengannya dan membawa bayi laki-laki.
"Eh, ini Khanza kan? Istrinya Elvan?" tanya wanita tersebut membuatku mengangguk sambil tersenyum tipis.
"Aduh, maaf ya kemaren kita gak datang ke pernikahannya. Dek Al sakit, oh iya kamu bisa panggil aku mbak Freyya. Aku istrinya mas Revan," jelas wanita itu membuatku mengangguk lagi.
Tak lama setelahnya mama datang bersama suaminya, papa Krisna.
"Sudah pada kumpul ternyata. Maaf ya lama, papa manja-manjaan sebentar sama mama," ujar papa Krisna membuat mama mertuaku mencubit pinggangnya, sama seperti caraku mendiamkan mulut lemes pak Elvan tadi.
"Mending kita makan sekarang, kasihan Khanza sama Freyya nunggu lama," kata mama membuat kami mengambil posisi duduk masing-masing.
Aku melihat mama dan mbak Freyya yang mengambilkan makanan untuk suami mereka. Kulihat pak Elvan yang mulai mengambil piring dan aku berinisiatif untuk mengambilkan dia makanan.
"Biar saya saja, pak," ucapku pelan saat dua melihatku dengan tatapan bingung.
Aku mengambilkan nasi, "Segini cukup?" tanyaku dan dia mengangguk.
"Mau pakai lauk apa?" tanyaku lagi.
"Sayur asam, tempe kecap, sama ayam goreng." aku segera mengambilkan untuknya. Enak ya, mirip prasmanan.
Kami makan dengan tenang sambil beberapa kali bercanda. Dedek Al, anak mbak Freyya dan mas Revan juga ikut makan di pangkuan ayahnya.
"Jangan dilihatin terus, Za. Nanti juga bakal punya kok," kata mama sambil tersenyum membuatku ikut tersenyum kikuk.
"Cepet bikin ya, dek. Kasihan istrimu itu, kayaknya pengen cepet punya anak," ucap papa membuatku melotot.
Astagfirullah, kuliah aja belum tuntas.
"Iya, habis ini adek gempur sampai pagi!" balasan pak Elvan membuatku kembali melotot sementara yang lainnya malah menyoraki kami.
WONG EDAN!
━━━━━━ • ✿ • ━━━━━━
To Be Continue=====================
Saya up egen. Jangan bosen sama cerita ini okay, saya juga bakal berusaha agar cerita ini bisa kalian nikmati sebaik mungkin.Jangan lupa saran dan kritik kalau ada kesalahan dalam cerita ini, mungkin kesalahan dalam penulisan kata atau kalimat.
Terimakasih sudah mau membaca ;)