Chap21 : Penyesalan

412 25 33
                                    

Tokk tokk tokk

Pintu kamar pria itu diketuk seseorang dari luar, lamunan Keenan seketika membuyar.

Keenan cepat-cepat membuka pintu, melihat siapa yang mengetuk pintu kamarnya malam-malam.

"Lho, Bi Arum?" heran Keenan, tak biasanya Bi Arum mengetuk pintu kamarnya.

"Maaf saya mengganggu istirahat den Keenan," ucap Bi Arum dengan raut panik.

"Iya, nggak apa-apa. Ada apa Bi?"

"Sebenarnya Non Nanda belum pulang daritadi pagi Den. Tadi saya sudah mencari Non Nanda di sekitar rumah, tapi nggak nemu Den."

Deg!

"Se-serius Bi?" Bola mata Keenan membola.

Pasalnya ini sudah hampir jam 12 malam.

Benar juga, semenjak pertengkarannya tadi pagi sampai sekarang ia belum melihat batang hidung gadis itu sama sekali.

Keenan pikir, Nanda sudah berada dirumah sebelum dirinya pulang sekolah. Ternyata Nanda belum pulang seharian ini.

"Yaudah Bi, saya cari dia dulu," pamitnya tanpa menunggu balasan dari Bi Arum.

Keenan mengambil langkah seribu memakai jaket kulit dan menyambar kunci mobilnya. Ia bergegas meninggalkan rumah untuk mencari gadis itu.

Keenan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh, pikirannya kemana-mana.

Walaupun Keenan seperti terlihat acuh, namun dalam hatinya Keenan sangat mengkhawatirkan Nanda, terlebih lagi Nanda seorang perempuan.

Perasaan takut, gelisah, khawatir, menjadi satu menyelimuti hati dan otak Keenan.

Sudah beberapa tempat yang sudah Keenan kunjungin. Dari mulai Sekolah, Mall, Toko Buku, dan Kedai. Namun, nihil. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Nanda disana.

Mobil Keenan terus melaju, menyusuri tempat lainnya. Mata elangnya tak berhenti memerhatikan sepanjang jalan.

"Harus cari kemana lagi?" tanya Keenan dengan nada frustasinya.

Perasaan takut itu mulai menghantui diri Keenan. Bibir pria itu tak berhenti berdoa, semoga tak terjadi apa-apa pada Nanda.

Bagaimana jadinya jika gadis itu ditemukan tergeletak tak bernyawa? Memikirkannya saja sudah membuat Keenan keringat dingin.

Perasaan bersalah terus-terusan menyudutkan hati Keenan, selama ini ia terlalu menyepelekan Nanda. Gadis itu terlalu sering tersakiti karenanya.

Dinginnya angin malam berhembus menerpa kulit gadis mungil itu. Sudah lebih dari 15 jam semenjak dirinya pergi dari rumah.

Perlahan waktu terus berputar, hari semakin larut dalam pekatnya malam. Namun, Nanda tetap berdiam diri ditempatnya.

Ponsel yang menjadi harapannya telah mati total. Sekarang ia tak dapat melakukan pertolongan kepada siapapun.

KEENAN MEGHANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang