Ceklek
"Ah- finally , you're home now,"
Minho terkejut mendengar suara Hyunjin. Dilihatnya Hyunjin yang masih sibuk bermain ponsel di sofa dengan televisi menyala. Berbicara entah dengan siapa karena ia tak mengalihkan tatapannya dari layar benda persegi panjang pipih itu.
"Kau berbicara padaku?"
Decakan malas Hyunjin terdengar. Ia mengatap malas pada Minho yang baru saja sampai di apartemen dengan kondisi berantakan dan- terlihat lelah. Hyunjin berusaha tidak ingin tau kesibukan kekasihnya itu.
"Menurut mu? Kau pikir aku gila sampai-sampai berbicara sendiri?" Minho terdiam. Helaan napas lelahnya keluar. Tabah sekali dirinya selama tujuh bulan ini menjadi kekasih seorang Hwang Hyunjin.
Ya- selama itu. Namun, hubungan mereka masih sama seperti dulu pertama kali. Dingin. Tak ada kehangatan antar perasaan dalam hubungan mereka.
Hyunjin pribadi tentu tidak bisa memutuskan Minho karena ia akan kalah game nanti. Sedangkan Minho, ia tidak tau kenapa. Kata putus begitu sulit terucap. Ia menyayangi Hyunjin. Sungguh. Bahkan sejak ia mendengar percakapan teman-teman main Hyunjin di kantin beberapa saat lalu. Hatinya mulai ragu memang. Menduga banyak hal. Tapi Minho terlanjur jatuh. Iya- jatuh pada sosok Hyunjin.
"Hey- kau melamun, huh?" Minho tersentak.
"Maaf kalau begitu. Apa kau belum makan malam?"
"Berhenti peduli padaku. Aku sudah makan dengan Daehwi dan yang lainnya tadi,"
Minho bernapas lega. Syukurlah jika Hyunjin sudah makan. Is hanya takut namja itu melupakan makan malamnya. Takut jika Hyunjin jatuh sakit atau apalah.
"Mau kemana?" Hyunjin menghentikan gerakan Minho yang baru saja hendak beranjak masuk ke kamar.
"Ke kamar. Kenapa?"
"Aku belom selesai ngomong nya," Minho mengernyitkan dahi. Tumben Hyunjin mau ngomong sama dia.
"Ada ap-"
"Darimana aja jam segini baru pulang?"
Wow- boleh Minho merasa pede sebentar? Ada apa dengan Hyunjin malam ini? Seingatnya, mereka belum berbaikan perihal masalah beberapa hari lalu. Kenapa sih Hyunjin?
"Kampus lah. Darimana lagi?" Hyunjin menunjuk jam dinding.
"It's almost midnight. Kampus udah tutup dari tadi,"
"Ah- itu. Aku pergi ke rumah Taewoo dengan pengurus dance. Mengurus beberapa persiapan untuk melatih anak baru,"
Hyunjin menatap Minho curiga. Rasanya sulit percaya setelah ia menangkap Minho yang berduaan mulu sama Jisung tadi di kampus. Dua kali. Di gedung utama sama di depan ruang pengurus kelas dance.
"Bukan sama yang lain?" Minho menatap Hyunjin heran.
"Bukan lah. Sama mereka doang. Gak percaya?"
Enggak, kali ini cuman dibatin sama Hyunjin.
"Kenapa sih? Suddenly-"
Hyunjin mengibaskan tangannya. "Gak ada apa-apa. Dah ah, mau tidur," ia lalu melenggang lebih dulu ke kamar. Meninggalkan Minho yang dibuat tambah pusing dengan sikap Hyunjin.
• • •
Matahari mulai meninggi. Minho terpaksa mengambil kelas siang beberapa hari terakhir ini. Membuat nya terlambat mengikuti latihan dance. Ah, ia jadi takut dianggap ketua tidak becus. Tapi bagaimana lagi. Hyunjin membuat pikirannya uring-uringan sejak kejadian malam itu.
Jarak kembali tercipta diantara mereka. Minho tidak tau lagi bagaimana harus menyikapinya. Ia lelah. Tapi, ia tidak bisa berhenti. Kau tau kan- bagaimana rasanya mencintai tanpa balasan?
"Kan. Kagak suka liat muka kusut gitu. Udah gitu, pake ngelamun segala,"
Minho tertersadar dari lamunannya karena Changbin. Lagi-lagi. Ia lalu segera memakan makan siangnya yang sedari tadi belum tersentuh. Changbin sendiri heran. Temannya yang satu ini kalau ada masalah ceritanya nunggu nanti-nanti.
"Cerita lah, Ho. Aku gak mau nebak. Tapi, pasti ada kaitannya sama Hyunjin kan?" Minho masih diam.
"Bro, it's already 7 months," Changbin sedikit menaikkan nada bicaranya. "Jangan terlalu berharap dan percaya keajaiban. Atau kau- akan kecewa nantinya,"
Minho menaruh kasar alat makannya diatas piring putih itu. Alhasil, suara bising ia timbulkan. "Aku mengerti," ujarnya lalu beranjak pergi. Meninggalkan makan siangnya yang belum habis dan Changbin yang menghela napasnya lelah.
"Pake pelet apa sih si Hyunjin itu?"
ㅡ
Kelas Minho baru saja selesai. Sedikit juga yang mengambil kelas sore hari ini. Ia menggerakkan lehernya. Pegal sekali, entah kenapa. Secara fisik terasa begitu lelah ditambah lagi mentalnya juga sedang lelah.
Tapi, selelah apapun kondisi Minho, kegiatannya harus tetap berjalan semua. Minho berjalan dengan sedikit lesu ke ruang dance. Ia bersyukur juga punya anggota pengurus yang bisa diandalkan kala ia sedang sibuk.
Di persimpangan koridor antara studio produser musik dan dance room, Minho justru menangkap sebuah momen yang- fix. Membuatnya tidak bisa menahan emosi lagi.
Sret
"Apa yang kau lakukan, Chris?" ujar Minho datar menatap seseorang yang ia sebut Chris, sekaligus ketua kelas produser. Kelas jebolan fakultas musik.
"Wow- kau merusak moment," sahut Chris membuat Minho semakin menjadi.
"Hey-"
"Hyung!" itu Hyunjin. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya sembari melepaskan cengkraman Minho pada kerah kemeja Chris.
"Seharusnya aku yang menanyakan itu padamu,"
"Wait wait- ada hubungan apa kau Jin dengan Minho?" tanya Chris.
"Aku-"
"Tidak ada!" putus Hyunjin sebelum Minho berbicara lebih jauh. Ia lalu menarik Minho pergi dari sana.
Meninggalkan Chris yang berdecak kesal. "Padahal, tadi nyaris. Damn,"
t b c
hi.
hepi oktober.
ad yg nunggu nih story ga si? sepi beut dah. :v
is it too boring?maap ya, bru bisa update. mana pendek lagi. hwhw.
KAMU SEDANG MEMBACA
•The Miracle• [𝑙.𝑚ℎ//ℎ.ℎ𝑗] ✔
Fanfiction"Jangan terlalu berharap dan percaya keajaiban. Atau kau- akan kecewa nantinya," •°•° ➷ dom! minho that's hyunknow man