◎nine

1.1K 165 9
                                    

"Ho!"

"Eo, Mark. Wae?"

"Panggung untuk kita tampil udah siap. Mereka minta kita buat lihat dulu. Sapa tau kurang luas,"

"Oh- lebih cepat dari yang ku kira. Ayo lah,"

Mark dan Minho lalu pergi ke hall utama di univ mereka. Sekedar memeriksa panggung untuk penampilan mereka.

Ketika mereka masuk, kata 'woah' keluar lebih dulu. Ini bukan acara tahunan yang spesial, tapi design tempat anak-anak art tampil sangat bagus. Tempat itu bahkan bisa jadi spot foto.

Mereka lalu segera menuju panggung.

"Menurutku pas. Lagian, gak semua anak dance tampil," ujar Minho setelah melihat-lihat panggung.

Mark mengangguk setuju.

"Kita bisa pakai panggung ini beberapa hari sebelum acara,"

"Mulai besok bisa?" Mark mengangguk.

"Oke,"

Setelahnya, mereka segera kembali ke tempat tinggal mereka. Ya- kampus sudah sepi. Tentu. Ini sudah hampir malam.

Minho terpaksa harus bareng sama Mark karena ia ketinggalan bis. Jika menunggu, bisa dipastikan Minho akan pulang saat matahari bertukar menjadi bulan.

Sebenarnya, Minho bukan sekedar mahasiswa biasa. Keluarganya punya kekayaan di luar bayangan orang-orang. Ayahnya seringkali menyuruh Minho membawa salah satu mobil atau motor di garasi sebagai pegangan Minho saat kuliah di Seoul.

Minho memang bukan asli penduduk Seoul. Ia dari Gimpo.

Bukannya tidak mau, Minho hanya merasa ingin sesekali hidup tanpa ketergantungan pada kemewahan keluarganya. Terlebih lagi, Minho tidak ingin mencolok di kampus. Begini saja, Minho sudah nyaman.

• • •

"Kau sudah makan, Jin?"

Yang ditanya menggeleng. Menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari setumpuk tugas di depannya.

"Belum. Tugas ini sama sekali tak bisa ditinggal,"

"Mau ku masakkan sesuatu?" Hyunjin mengangguk.

Minho lalu berjalan menuju dapur. Melihat apa yang bisa dimasak untuk makan malam.

Sejak malam di mana Hyunjin sakit, anak itu jadi lebih dekat dengan Minho. Dia lebih terbuka dengan Minho. Ya- meski mereka masih tertutup saat di kampus.

Namun, Minho tak terlalu memikirkan itu. Yang penting, apartemen tempatnya tinggal sekarang terasa lebih hidup.

"Nih makan, tinggal bentar tugasnya," ujar Minho seraya menaruh masakannya di meja makan.

Tak ada sahutan, Minho memilih menghampiri kekasihnya.

"Hyunjin,"

"Sebentar sebentar sebentar,"

Minho menghela napasnya. Ia berjalan mendekat dan duduk di samping Hyunjin.

"Tinggal sebentar. Tugasmu gak akan lari kemana-mana,"

"Tapi nanti keburu larut. Nanggung. Hyung makan duluan aja," sahut Hyunjin yang masih sibuk dengan kegiatannya.

Namja berstatus kekasih Hyunjin itu tak mengatakan apa-apa lagi. Ia memilih beranjak dan kembali ke meja makan. Mengambil dua porsi makan sekaligus dalam satu piring dan membawanya ke ruang tengah. Di mana Hyunjin bergulat dengan tugasnya.

"Kalau begitu, kerjakan sambil makan,"

Hyunjin menoleh kala Minho menyodorkan sendok dengan isinya di depan mulutnya. Minho hanya membalas tatapannya dengan isyarat untuk memakan apa yang ia sodorkan.

•The Miracle• [𝑙.𝑚ℎ//ℎ.ℎ𝑗] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang