Happy reading 💛💛
.
.
.
.
.
Tik..tik...tik...
Bukan itu bukan bunyi hujan, melainkan bunyi jam dinding yang kini menjadi saksi bisu betapa kesalnya seorang gadis yang kini sedang duduk berhadapan dengan seorang perempuan dewasa dengan kacamata bulatnya yang sedikit di turunkan hingga ke batang hidung. Sudah 10 menit seperti ini, tidak ada yang memulai pembicaraan hingga sang gadis mulai jengah.
“Ada apa ibu memanggil saya kemari?”
Perempuan dewasa itu diam sebentar sambil memerhatikan penampilan gadis cantik tapi urakan yang tidak lain adalah salah satu siswinya.
“Kamu tidak merasa melakukan kesalahan, Avenussa?” tanyanya sambil bersedekap dada.
Gadis itu menggeleng, dia memang tidak merasa melakukan kesalahan. Karena prinsip hidup seorang Amanda Avenussa tidak pernah salah, kalau pun dia bersalah dia tetap ingin selalu benar. Egois memang, tapi itu lah dia, “Tidak.”
Orang yang ada di hadapannya menghela napas berat, selalu saja seperti ini.
“Kamu hari ini telat. Tidak mengikuti ulangan di jam pelajarannya Pak. Bas dan kamu tidak menemui beliau untuk meminta ulangan susulan?” perempuan itu menjeda perkataannya sebentar, “dan kamu mencari keributan dengan Chila sampai melontarkan kata kasar. Apa itu pantas dilakukan oleh seorang pelajar?”
“Ibu Fita yang terhormat. Pertama, saya memang terlambat dan bukankah ibu tahu itu adalah kebiasaan saya, kenapa masih dipermasalahkan? Yang kedua, saya emang berniat nggak mau ikut ulangan susulan karena itu nggak penting, dan yang ketiga, bukan saya yang mencari keributan dulu, tapi chila yang mulai. Ibu sudah kenal saya lama sampai-sampai mama saya menyuruh Anda untuk mencampuri kehidupan saya di sekolah, jadi Anda mestinya tahu kalau saya tidak akan melakukan hal itu jika dia tidak mulai duluan!” jelas Venus panjang lebar.
“Venus, kamu sudah kelewatan! Oke kali ini saya toleran keterlambatan kamu itu, tapi tolong untuk masalah ulangan susulan dan masalah kamu dengan Chila saya harap kamu tidak mengulanginya lagi!” tuturnya. “Minta maaf sama Chila!”
Venus tersenyum sinis, “Tidak akan pernah, karena saya nggak bersalah!”
Rupanya percuma saja menyuruh Venus untuk meminta maaf kepada orang lain, karena sampai kapan pun dia tidak akan pernah mengucapkan kata maaf.
"Baiklah, tapi saya minta kamu harus meminta ulangan susulan kepada Pak. Bas karena sebentar lagi ujian kenaikan kelas dan nilai-nilai tugas dan ulangan harian kamu masih ada yang belum tuntas!”
“Langsung to the point aja, Bu.”
“Saya akan mengirim guru les private untuk kamu dan dia akan mengajari kamu sampai ujian kenaikan kelas tiba.”
“Say—“
“Saya tidak menerima bantahan.” Ucapnya sambil mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, “yang diluar silahkan masuk!”
Venus yang penasaran, akhirnya menolehkan kepalanya bersamaan dengan masuknya orang tersebut. Saat mata mereka bertemu, Venus sempat ternganga.
“Bu dia—“
“Dia yang akan mengajari kamu sampai ujian kenaikan kelas, saya tidak menerima bantahan. Kalau saya mendengar kamu berbuat ulah selama Mars menjadi guru private kamu, saya tidak segan-segan untuk tidak menaikkan kamu ke jenjang kelas berikutnya!”
“Tapi Bu—“
“Mars laporkan setiap kelakuan Venus kepada saya selama kamu menjadi guru privatenya! Sekarang kalian boleh keluar!”
“Baik bu, saya permisi.” pamit Mars.
Mars telah keluar terlebih dahulu, menyisakan Venus yang kini sedang menatap tajam guru wali kelas sekaligus teman mamanya ini, “Apa mama menyuruh Anda melakukan ini kepada saya?”
“Ini demi kebaikan kamu, Venus!”
Venus menggeram kesal, kedua telapak tangannya mengepal erat mencoba meredam emosi yang sudah mencapai ubun-ubun.
“Cukup sekali ini saja, ini yang terakhir! Jangan pernah ikut campur urusan pribadi saya sekalipun mama saya menyuruh Anda! Mau aja dijadiin babu sama nenek lampir!” setelah mengatakan itu Venus langsung keluar meninggalkan ruangan.
***
Kelas yang berada di lantai 2 yang letaknya paling pojok sendiri, terdengar begitu berisik karena guru pengajar tidak masuk kelas karena sakit. Akhirnya jam kosong yang ditunggu-tunggu pun telah tiba. Sebagian siswa laki-laki bergerombol di pojok belakang kelas sambil melihat sebuah handphone yang sedang menampilkan sebuah film, entah film apa yang ditonton sampai mereka serius melihatnya.
Sedangkan yang perempuan ada yang bergerombol di tengah kelas, di depan kelas dan mungkin ada yang ke kantin. Mereka yang bergerombol di tengah kelas sedang asyik bergosip ria, dari mulai menggosipkan para artis korea, artis Indonesia, sampai menggosipkan kucing oren sekolah bernama Inul yang kini sedang mengandung entah ke berapa kalinya dan entah siapa bapaknya.
“Eh ntar pulang sekolah kita nge-mall yuk,” ajak Bila.
“Eh ayoo gue ikut! Gue mau beli liptint soalnya punya gue udah mau habis.”
“Boleh deh, gue juga mau beli novel.”
“Lah, sejak kapan lo suka baca, Zif?” tanya Dera.
“Tau nih, pindah haluan lo?” canda Fika.
“Eh kunyuk, boro-boro gue baca novel baca buku pelajaran aja gue udah ngantuk!”
“Terus ngapain beli novel?” tanya Venus.
“Buat hadiah adik gue, bentar lagi dia ultah.”
Semua yang mendengar hanya ber-oh ria.
“Lo ikut kan, Ven?”
“Pasti lah. Sekalian kita nonton aja gimana, gue denger ada film baru yang ratingnya bagus lagi tayang di bioskop.”
“Siyapp bosque.” Ucap mereka serempak.
Setelahnya jam kosong itu mereka habiskan dengan bercanda ria dan tak jarang bergosip. Memang apalagi yang akan mereka lakukan selain hal itu.
“Eh gimana hubungan lo sama si cupu ada perkembangan nggak?” celetuk Zifa tiba-tiba.
“Eh iya, udah seminggu lebih kan? Gimana, lo ada rasa nggak sama dia?”
Pertanyaan Bila mendapat tatapan tajam dari Venus.
“Gila lo, nggak mungkin lah gue jatuh cinta sama cowok cupu kayak dia. Cowok ganteng masih banyak kali yang ngantre jadi pacar gue!”
“Hati-hati, Ven,"
“Hati-hati apa?”
Fika menatap Venus dengan misterius, “ Hati-hati sama omongan lo! Mungkin saat ini lo belum jatuh cinta, tapi kita semua nggak tau apa yang bakal terjadi kedepannya. Bisa jadi dua atau tiga minggu kemudian lo jatuh ke pesona si cowok cupu itu.”
Semuanya terdiam mendengar omongan Fika, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing hingga tak terasa bel sekolah telah berbunyi.
“Eh cabut yuk, udah bel.” ajak Dera memecah kesunyian.
“Jangan nge-halu, Fik, gue nggak bakal jatuh cinta sama Mars. Kalau pun gue jatuh cinta sama dia mungkin saat itu gue udah nggak waras, camkan itu!" ucap Venus tajam sambil pergi meninggalkan teman-temannya.
“Kalian yakin si Venus nggak bakal jatuh cinta sama si cupu?” tanya Fika pada teman-temannya.
“kalau gue yakin sih Venus gabakal jatuh cinta sama si cupu, secara kan Venus itu type-nya kayak Langit,” ucap Bila.
“Tau darimana Lo, Bil?”
Bila mengendikkan bahunya, “Gue nebak aja sih.”
Sedangkan Fika hanya memutar bola matanya malas mendengar jawaban Bila.
“Udah ah kita kejar Venus. Hari ini lo pada nggak bawa mobil kan? Jadi kita berangkat naik mobil Venus aja.”
Di sisi lain, Venus kini sedang terburu-buru untuk sampai parkiran. Dia tidak fokus menatap jalan di depannya hingga ia menabrak bahu seseorang.
“Lo bisa jalan nggak sih. Pake mata dong kalau jalan!” bentak Venus.
“Dimana-mana kalau jalan pake kaki, nggak ada ceritanya orang jalan pake mata.”
“Nyebelin banget sih. Minggir sana gue mau lewat.” Ucap Venus sambil menggeser tubuh orang dihadapannya.
“Kita ada jadwal belajar bareng atau lebih tepatnya kamu les private sama aku sekarang, kalau kamu lupa.”
“Kapan gue bilang?”
“Kamu emang nggak bilang, tapi aku yang nentuin jadwalnya.”
“Emang lo siapa ngatur-ngatur, hah!”
“Aku? Aku kan guru private kamu,” jawab Mars enteng, saat Venus ingin membuka mulutnya untuk protes, ucapan Mars selanjutnya membuat Venus naik darah dan tidak bisa berkata-kata. “dan juga pacar kamu, kalau kamu lupa lagi.”
Fix. Venus ingin menendang Mars sekarang juga ke planetnya. Yah planet Mars.
“Gue ngga—“
“VENUSS!!” teriak teman-teman Venus dari kejauhan.
Mereka berempat segera menghampiri Venus yang kini sedang berhadap-hadapan dengan Mars.
“Kita kira lo udah di mobil nungguin, ternyata masih sama si cupu, tho.”
“Ayo, Ven, ntar kita ketinggalan filmnya.”
“Oke. Ayo!”
Saat Venus dan teman-temannya sudah melangkah menjauhi Mars, Mars segera menggapai lengan Venus dan menahannya.
“Venus ada les private sama aku jadi dia nggak bisa pergi. Next time aja.”
Setelahnya Mars menyeret Venus ke parkiran sepeda motor.
“Lah kok?” ucap Zifa cengo.
“Gagal deh ke mall nya.”
“Gue ngerasa ada yang aneh dari Mars, kalian ngerasa juga nggak?”
“Biarin aja lah, Fik. Kita pulang aja deh kagak jadi nge-mall.”
Sedangkan di parkiran sepeda motor Mars dan Venus nampak sedang uring-uringan.
“Lo apa-apaan sih, gausah narik-narik bisa kan?”
“Naik!”
“Nggak mau.”
“Naik atau aku harus gendong kamu supaya kamu naik?”
“Gue bisa pulang sendiri dan gue bawa mobil. Dan satu lagi, gue nggak mau les private sama lo. Gue nggak butuh!”
“Aku bilangin ke Bu. Fita kalau gitu!”
“Silahkan, gue nggak peduli. Lagian ya, lo itu laki-laki kenapa mulut lo ember banget kayak cewek, lo mau jadi adiknya si lambe turah yang sukanya ngurusin hidup orang lain!” ucap Venus penuh emosi dan kemudian meninggalkan Mars sendirian di parkiran sepeda motor.
***
“Gimana?” ucap seseorang diseberang sana.
“Dia buat ulah lagi.”
“Terus?”
“Udah gue kasih hukuman sesuai perintah Lo.”
“Terimakasih, awasi dia terus.”
“Sama-sama. Pasti bakal gue awasi,” setelahnya hening beberapa saat, hingga seorang perempuan yang kini sedang bersiap untuk pulang kembali bersuara,” kapan Lo bakal nemuin dia?”
“Gue enggak tahu. Gue belum siap.”
“Siap nggak siap, Lo harus siap. Dia butuh kasih sayang orangtuanya.”
Setelahnya panggilan diputus sepihak oleh perempuan itu.****
Jangan lupa vote dan komennya yaa gaiss✨
See you next chapter ❣️
KAMU SEDANG MEMBACA
MARVEN
Teen FictionWARNING!!! | Cerita ini mengandung banyak teka-teki, jadi jangan bingung yaa:) | ----------------------------------------- "Sampai kapan pun gue nggak akan pernah jatuh cinta sama cowok cupu kek dia!" -Amanda Avenussa P.- "Kenapa kamu datang tiba-ti...