Happy reading 💛💛💛
.
.
.
.
.Suasana di ruangan putih dan berbau obat itu sepi sejak tadi, meskipun di dalamnya ada dua anak manusia berbeda gender. Hanya ada suara detik jam dinding yang memenuhi ruangan itu. Hingga tiba-tiba ada seorang laki-laki masuk dengan memakai jas putih dan stetoskop yang bertengger manis di lehernya diikuti seorang perempuan yang memakai baju khas seorang perawat.
“Selamat sore, Venus,” sapa dokter muda nan tampan yang diketahui namanya adalah dr. Bagas.
“Sore, dok,” balas Venus dengan sedikit senyuman.
“Gimana, masih sakit kakinya?” tanya dr. Bagas sambil memeriksa telapak kaki Venus yang berbalut perban.
Venus menggeleng, “Nggak, dok.”
Dokter Bagas sudah selesai memeriksa Venus kemudian ia melihat ke arah sofa dimana Mars sekarang berada.
“Itu pacar kamu?” tanya dr. Bagas tiba-tiba.
Venus melototkan matanya, ia kaget dengan pertanyaan dr. Bagas tiba-tiba, “Eh, bu—“
“Iya dok, saya pacarnya Venus,” ucap Mars sambil mengulurkan tangannya, “saya Mars.”
Dokter Bagas menerima uluran tangan itu, kemudian ia berbicara lagi, “Sepertinya kalian jodoh deh. Wajah kalian sedikit mirip, kata orang sih kalau wajahnya mirip itu berarti jodoh.”
Yang benar saja dr. Bagas ini. Masa wajah cantik Venus dikata mirip sama wajah cupunya Mars? Kayaknya dr. Bagas kekurangan cairan deh.
“Hahaha doakan saja dok,” balas Mars
Venus yang mendengar ucapan Mars langsung menatap Mars dengan tatapan ingin membunuh.
“Dok, kapan saya bisa pulang?” tanya Venus mengalihkan pembicaraan.
“Malam ini kamu sudah bisa pulang,” dr. Bagas menjawabnya sambil memberi senyuman manis, “Kalau begitu saya permisi dulu.”
Saat dr. Bagas dan perawat itu pergi, sebuah bantal mendarat tepat di kepala Mars hingga sang empu dibuat kaget oleh lemparan bantal itu.
“Venus, kamu apa-apaan sih?” ucap Mars kesal.
“Lo tuh yang apa-apaan. Ngapain coba bilang kayak gitu sama dr. Bagas? Lo ngarep ya jadi jodoh gue?” ucap Venus dengan percaya dirinya.
“Kalau ternyata di masa depan kita beneran jodoh gimana?”
“Impossibble, you know?!” ucap Venus sambil bersedekap dada.
Kemudian keadaan menjadi hening kembali. Hingga Venus jengah akhirnya ia membuka suara.
“Kenapa diem terus sih daritadi? Bosen nih gue!”
“Emangnya mau ngapain? Kamu masih sakit, nggak boleh banyak gerak.”
“Gue mau pulang aja deh, bosen.”
“Yakin mau pulang sekarang? Kan kata dokter baru boleh pulang ntar malem,”
“Tapi gue maunya sekarang, Cup!”
“Oke aku urus kepulangan kamu dulu,” setelahnya Mars hilang dibalik pintu.
Venus mengambil handphonenya yang berlogo apel digigit itu kemudian membuka aplikasi LINE dan membuka grupnya yang beranggotakan 5 orang. Ada 200 pesan dari grup itu, Venus hanya menscroll saja karena ia tahu pasti isinya hanya para teman-temannya yang menanyakan keadaan Venus sekarang.
The Angel’s Squad
“Kalian ada yang bisa nginep di apart gue nggak malam ini?”
“OMG VENUS LO GAPAPA KAN?”
“Venus lo udah balik dari rs? Sorry gue nggak bisa jenguk lo, anak-anak basket sama pelatih lo nggak ngasih tau dimana rs nya :(”
“Ada yang bisa nginep di apart gue malam ini?”
“Gue bisa, Ven, ortu gue lagi keluar kota.”
“Gue juga bisa, Ven.”
“Sorry gue nggak bisa guys, gue lagi di Bandung ini:(”
“Ngapain ke Bandung, Fik?”
“Yahh Fika nggak seru ih”
“Ok, Fik, nggak papa kok, sans ae”
“Gue di rumah nenek gue, beliau lagi sakit. Sorry ya, Ven.”
“Gue bisa, Ven, ke apart lo. Sekalian gue sekarang lagi di apart tante gue yang sebelahan sama apart lo.”
“okay, gue habis ini pulang. Gue tunggu ya. Semoga nenek lo cepet sembuh, Fik.”
Setelahnya Venus menutup aplikasi itu dan beralih membuka aplikasi instagramnya. Banyak notifikasi yang memberitahu ada 5 orang yang baru mem-follow akun ig nya dan juga 10 DM dari teman-temannya dan mungkin dari orang yang meminta untuk di followback.
“Jangan main hp terus, siap-siap kita pulang,” ucap Mars yang baru saja masuk ke ruang rawat Venus dengan membawa sebuah kursi roda.
“Ngapain bawa kursi roda. Gue nggak lumpuh ya, Mars.”
“Kamu emang nggak lumpuh, tapi apa bisa kamu jalan dengan kondisi kaki kamu diperban gitu?” ucap Mars sambil mendorong kursi roda mendekat ke brankar Venus, “atau mau aku gendong?”
Venus yang mendengar ucapan Mars hanya memutar bola mata malas. Akhirnya dengan hati-hati Mars menggendong tubuh Venus dan menaruhnya di kursi roda. Dengan jarak yang dekat kini, Venus bisa merasakan hembusan napas Mars. Entah apa yang ada dipikiran Venus hingga ia sangat lama menatap mata Mars yang dibalut kacamata. Ia juga menatap bulu mata yang lentik itu hingga merasa kalau bulu matanya kalah dengan bulu mata Mars.
“Udah puas ngeliatin aku?” ucap Mars dengan senyum tipisnya.
Venus yang sadar dari kegiatannya langsung buru-buru membuang muka. Ia sangat malu tertangkap basah jika ia sedang menatap Mars.
“Siapa juga yang ngeliatin lo. Tuh di mata lo ada beleknya, jorok banget sih. Nggak mandi ya lo?” kilah Venus.
“Bilang aku ganteng aja susah banget, Ven.”
Fix. Kenapa sekarang Mars jadi sangat PD dan jadi banyak omong dengan Venus, bukannya tadi, mulai saat Langit pergi sampai dokter Bagas datang memeriksa, Mars tidak pernah membuka mulutnya? Dan Venus juga, mengapa ia jadi merasa suka menanggapi omongan Mars?
****
Saat ini Venus sudah sampai di kamarnya setelah Mars mengantarnya dan membantu Venus untuk berbaring di ranjang. Kini Mars sedang berada di dapur Venus untuk membuatkan gadis itu susu hangat, sedangkan Venus ia masih bertanya-tanya kenapa Mars repot-repot untuk membuatkan ia minuman padahal sekarang sudah jam 9 malam dan untuk ukuran cowok cupu kayak Mars sangat jarang sekali pulang diatas jam 8 malam.
Ting...nong...
Suara bel apartemen Venus berbunyi, pasti itu Dera, Bila, dan Zifa yang akan menginap dan menemani Venus malam ini.
Mars yang sedang berada di dapur, buru-buru menuju pintu dan membukakan pintu untuk mereka. Siapa yang malam-malam begini datang untuk bertamu? Pikir Mars.
Saat pintu dibuka, tampaklah 3 orang remaja wanita yang sedang menatap Mars dengan pandangan horor.
“Kok lo yang bukain pintu? Venus mana?” tanya Bila penuh selidik.
Mars menghela napas sebentar, “Venus ada di kamarnya, dia nggak boleh banyak gerak. Kakinya belum sembuh total.”
“Terus lo ngapain disini?” kali ini giliran Zifa yang bertanya.
“Aku tadi nganterin Venus pulang dari rumah sakit,”
“Ter—“ ucapan Dera terpotong saat Venus tiba-tiba muncul di belakang Mars.
“Kok kalian masih disitu? Ayo masuk,” ujar Venus
Kemudian ketiga gadis itu masuk sambil memberi tatapan was-was pada Mars.
“Dia ngapain disini, Ven?” tanya Dera saat mereka kini berada di kamar Venus.
“Dia tadi nganterin gue pulang, terus katanya mau bikinin gue susu hangat.”
“whatt?! Kok care banget sama lo?”
Venus hanya mengendikkan bahunya acuh.
Di ambang pintu kini ada Mars yang datang sambil membawa secangkir susu hangat untuk Venus.
“Diminum dulu, Ven, mumpung masih hangat,” ucap Mars sambil tersenyum hangat, sehangat susu hangat buatanya.
“Makasih.”
“Buat gue mana, Mars?” tanya Bila
“Bikin sendiri, aku bukan babu mu!” ucap Mars pedas
Bila yang mendengar ucapan Mars hanya mendengus sebal dan yang lain menertawakan Bila.
“Emm, Ven, aku pulang dulu ya, udah malam.”
“Eh, Iya. Thank ya, Cup.”
Mars mengangguk, kemudian ia berbalik hendak pulang. Namun, langkahnya terhenti karena ia lupa sesuatu.
“Ada apa, Cup?”
Mars menghampiri Venus, “Get well soon, planet putih,” ucap Mars sambil tersenyum manis sangat manis dan ia juga mengacak rambut Venus sebentar dan kemudian ia benar-benar pulang.
“Itu tadi benaran Mars si cowok cupu?” ucap Dera.
“Kayaknya kepalanya habis kepentok di dapur deh,” ucap Bila.
“Dia lagi kerasukan ya? Kok manis banget sama lo, Ven?” ucap Zifa.
Venus tak menghiraukan ocehan teman-temannya, ia sibuk dengan pikirannya yang melayang pada perubahan sikap Mars yang menjadi sweet kepadanya.
“Kenapa dia?” batin Venus.
***
Seorang gadis cantik tengah duduk manis dengan memegang sebuah foto yang menampakkan wajah yang sangat mirip dengannya. Ia menatap foto itu dengan pandangan haru.
“Gue udah mulai coba balesin dendam lo sama dia, Kir. Dia nggak pantes bahagia di atas penderitaan lo.”
Tak lama suara deru mesin motor menyapa indra pendengaran gadis itu. Seorang cowok berjaket hitam turun dari motornya dan menghampiri gadis yang tengah duduk itu.
“Gimana dia? Udah mati belum? Kayaknya sih belum, karena lukanya nggak seberapa,”ucapnya sambil tersenyum miring.
Cowok itu mengeraskan rahangnya. Jika saja yang dihadapannya ini bukan seorang wanita pasti ia sudah menghajar orang ini.
“Udah puas lo bikin dia terluka, hah?!” teriak cowok itu.
“Lebih tepatnya lo yang bikin dia terluka!” balasnya tajam, “lo sendiri kan yang masukin pecahan kaca itu ke sepatu Venus.”
Ini adalah fakta yang membuat cowok itu semakin membenci dirinya sendiri.
“Ini baru permulaan gue masih punya seribu rencana buat dia pergi dari dunia ini dan pastinya lo harus bantuin gue buat nyingkirin hama kayak dia.”
“Gue nggak bisa kalau lihat dia mati,”ucap cowok itu frustasi, “lebih baik kita batalin rencana ini, gue nggak mau kehilangan dia.”
“Lo nggak mau kehilangan dia, tapi lo rela kembaran gue mati gara-gara dia, hah? Ingat dia yang udah bikin kembaran gue sekaligus temen yang lo sayangi mati! Dia harus mati juga!” ucapnya menggebu-gebu.
****See you next chapter gaiss ❣️❣️❣️
Jangan lupa klik bintang di bawah pojok kiri yaaa🤩🤩🤩
KAMU SEDANG MEMBACA
MARVEN
Teen FictionWARNING!!! | Cerita ini mengandung banyak teka-teki, jadi jangan bingung yaa:) | ----------------------------------------- "Sampai kapan pun gue nggak akan pernah jatuh cinta sama cowok cupu kek dia!" -Amanda Avenussa P.- "Kenapa kamu datang tiba-ti...