Pengakuan (Part 2)

24 1 0
                                    

"Tidurlah, hari sudah larut," suara Rio sedikit mengagetkan Embun yang sedang melamun.

Belum sempat Embun menjawab, Rio sudah beranjak dari tempat duduknya padahal ada sesuatu yang ingin Embun katakan. Ah benar berarti, Rio tak memiliki perasaan padanya. Pasti karena sudah ada wanita itu di hatinya.

Dengan gontai Embun melangkah ke kamarnya. Sesampainya di kamar ia benar-benar tak bisa tidur, masih merasa terkejut dengan peristiwa ini. Dan ia tak tahu bagaimana ia akan melangkah dan bagaimana rencana Dandy selanjutnya. Embun yakin pria licik itu tak akan pernah berhenti mengejarnya.

Embun meraih ponselnya. Ingin memainkan game yang biasa ia mainkan hingga ketiduran. Namun alangkah terkejutnya ia, terdapat ratusan panggilan tak terjawab dan ratusan chat dari Dandy.

Sementara itu Rio yang berada di kamarnya juga tidak dapat memejamkan mata. Pikirannya kacau mengetahui bahwa Embun ternyata telah bertunangan. Dan tunangannya adalah orang yang selama ini berniat mencelakainya sekaligus saingan bisnis perusahaannya.

Perusahaan yang dikelola Dandy dan keluarganya memang sejak lama bersaing dengan perusahaan yang dikelola keluarga Rio. Perusahaan mereka, Kurnia Corporation sering menikung Handoko Corporation. Tentu saja sering dengan cara yang licik.

"Apa yang harus kulakukan," gumamnya pada dirinya sendiri. Dan entah kenapa Rio juga merasa Embun seperti menjaga jarak dengannya semenjak peristiwa tadi.

Ah andai Embun tahu perasaannya saat ini, atau Embun memang harus tahu? Rio mengacak-ngacak rambutnya sendiri karena pikirannya buntu.

Jauh di suatu tempat Dandy sedang marah besar. Ratusan kali teleponnya tidak dijawab, dan ratusan chatnyapun tidak dibalas. Dandy harus menyiapkan sebuah cara yang akan membuat Embun tidak berkutik.

"Halo anakku," sapa suara dari seberang.

"Ayah, aku ingin segera menikah."

"Hahahaha akhirnya kamu berhasil meululhkan hati Embun?"

"Belum, tapi aku harus segera memilikinya Ayah, tanpa tapi!"

"Bagus itu baru anak Ayah hahaha...," suara tawa Budi Kurnia kembali menggema. Ia kemudian menceritakan bahwa dulu begitulah ia mendapatkan ibunya. Tak peduli cinta atau tidak, apa yang kita sukai harus menjadi milik kita.

Mendapat dukungan Ayahnya, Dandy semakin senang. Rencana jahat sudah tersusun rapi dalam otaknya.

***

Paginya Embun segera bangun. Hari Minggu sebenarnya waktu untuk bermalas-malasan tapi dia malu menumpang masak bangun siang. Lagipula di kamar dan terus memegang gawai membuatnya makin tertekan. Teror Dandy terus menghantui.

"Sudah bangun," sapa Rio menganggetkan Embun yang sedang duduk di taman, menikmati kesejukan pagi dan berharap pikirannya bisa jernih sejernih embun pagi.

"Iya," jawab Embun dengan menyunggingkan sebuah senyuman. Senyuman yang membuat jantung Rio berdegup kencang.

"Sudah baikan?"

"Entahlah," gadis itu memandang jauh menerawang. Ia yakin setelah ini Dandy akan memiliki rencana jahat lagi.

"Dia pasti memiliki cara lain, entah apa yang akan ia lakukan setelah ini."

Embun menghela nafas panjang. Ia ingin mengungkapkan perasaan hatinya pada Rio. Ia ingin mengakui semua yang ia rasakan sebelum terlambat.

Sebening EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang