Ketika Cinta Datang Terlambat (Part 3)

39 4 0
                                    

Sore itu Embun hanya bersantai di kamar kosnya. Tak ada jadwal makan malam yang kini rutin ia lakukan bersama Rio semenjak Rio menjadi atasannya. Tak ada juga Dandi yang kehadirannya selalu membuat Embun merasa risih.

Tiba-tiba Embun dikejutkan dengan suara dering handphonenya. Wajahnya langsung cerah melihat siapa yang menelponnya.Namun ada sedikit rasa takut yang menyergapnya sehingga membuatnya menahan napas saat menerima telepon itu.

"Halo ..., "

"Halo, Mbun kamu sakit?" terdengar suara dari seberang telepon.

"Eng... Enggak Pak, kenapa?"

"Suaramu agak berubah," Embun tersenyum dalam hati, apa efek menangis tadi masih ada?

"Iya Pak saya agak flu."

"Kamu masih di kantor?"

"Enggak kok di rumah."

"Kok masih manggil saya pak." Rio sebenarnya kesal dengan panggilan itu terutama jika Embun yang memanggilnya, kesannya tua banget.

"Maaf Mas,"

"Nah gitu dong ...,"

"Maafkan juga tadi saya tidak di tempat dan meninggalkan handphone saya."

"Lain kali jangan lakukan lagi ya, kamu membuat saya bingung dan khawatir."

Setelah itu pembicaraan mereka mendadak senyap.

"Kamu nggak percaya kan sama berita tadi pagi?"

"Enggak Pak eh Mas," Embun masih teringat kata-kata Bu Emma yang langsung tidak mempercayai berita tersebut, jadi menurutnya dia juga tidak akan mempercayainya.

"Mungkin beberapa hari ini aku akan di Jakarta dulu menyelesaikan masalah ini. Jika masih ada rapat atau pertemuan selama tiga hari kedepan tolong cancel ya Mbun."

"Baik."

"Oh iya, aku masih lebih percaya isu kita pacaran daripada isu aku gay hehehehe," Wajah Embun menghangat. Senyum di bibirnya tersungging meski ia mencoba menahannya.

Rio kemudian mengakhiri panggilannya walaupun dia sangat ingin berbincang lama dengan gadis itu. Namun beberapa urusan belum selesai bahkan hingga larut malam.

Sementara itu Embun tersenyum-senyum sendiri sambil memeluk handphone nya. Meski dia masih heran dengan sikap Rio yang tak juga menembaknya.

Tiba-tiba Embun kembali dikejutkan dengan dering ponselnya. Kali ini bukan dari Rio tapi dari Dandy!

"Halo...," Embun mengangkat telepon itu meski sedikit enggan.

"Kamu sakit?" tanya suara dari seberang.

"Enggak kok."

"Jaga kesehatan, nggak usah kepikiran sama bosmu yang nggak bener itu," setelah berkata demikian ada sedikit rasa sesal dalam diri Dandy. Sebenarnya dia tidak ingin gara-gara orang lain Embun jadi sakit.

"Maksud kamu apa?"

"Eh... eng... nggak pa pa kok,"

Dan kemudian pembicaraan tidak hangat dan se-menyenangkan tadi. Dandy yang asyik bertanya sementara Embun ogah-ogahan menjawab. Dan ketika Dandy mengakhiri pembicaraan mereka entah kenapa Embun lega luar biasa.

Bukan maksud Embun berkhianat, tapi dari dulu tidak ada cinta diantara mereka. Pertunangan yang telah berlangsung adalah perjodohan politis yang dirancang oleh orang tuanya dan orang tua Dandy.

Entah bagaimana caranya namun Embun ingin mengakhiri semua ini. Pertemuan yang tidak pernah disangkanya akan membawa cinta yang begitu ingin dijalaninya saat ini. Tapi semua penuh kemustahilan. Ah... kenapa cinta ini datang terlambat?

Sebening EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang