Pertemuan (Part 1)

72 7 2
                                    

"Heeemmm...." Erlan menghela napas panjang. Harga batubara sangat buruk akhir-akhir ini. Membuatnya merasa kewalahan karena biaya produksi tidak juga turun. Sementara itu di Jakarta para pemegang saham mulai hilang kepercayaan terhadap Handoko Coorporation.

"Pak..." Erlan terkejut, Embun mengagetkannya.

"Oh...."

"Maaf tadi saya sudah mengetuk pintu tapi Bapak diam saja, ini laporan yang Bapak minta.

Erlan menerima laporan yang diberikan oleh Embun. Dia sengaja agak menahan penjualan batubara meski itu bukan wewenangnya. Namun keputusan itu harus ia ambil jika tak ingin perusahaan rugi banyak. Dan saat ini dia sedang menghetinkan produksi karena harga belum kunjung membaik. Dia meminta Embun membuat laporan harga perkiraan batubara.

"Belum juga membaik." Ujar Erlan.

"Saya turut prihatin Pak, harga gas dan minyak yang turun membuat batubara kita terpuruk, belum lagi energi alternatif yang berhasil ditemukan."

Erlan tersenyum," mungkin kita juga perlu memikirkan usaha lain."

Embun juga tersenyum meskipun ia tahu senyum Erlan cukup pahit. Bahkan di sisa hari itu pikirannya hanya tertuju pada kondisi Erlan. Malampun Embuntak bisa tidur nyenyak. Entah kenapa Erlan begitu lekat dalam benaknya. Ah tak mungkin ini cinta. Erlan adalah atasannya dan dia menganggap Erlan seperti abangnya sendiri, begitupun perlakuan Erlan terhadapnya.

"Mbun bosmu mau ganti ya?" Embun tersentak mendengar pertanyaan dari Bu Emma pagi itu ketika mereka baru masuk kantor.

"Hah?! Masak sih Bu?"

"Kok kamu malah nggak tahu?"

"Pak Erlan nggak bilang apa-apa Bu."

"Aku tahu dari Juna, tapi dia tidak bilang siapa penggnati Erlan."

Pikiran Embun melayang. Dia begitu shock mendengar bahwa atasannya akan dipindahtugaskan. Bahkan kini di otaknya hanya ada satu kata resign.

Ah ini memang sudah gila, sebodoh inikah Embun yang mau resign karena atasannya pindah kerja? Berulang kali dia ke kamar mandi menepuk-nepuk pipinya untuk mengenyahkan pikirannya dari Erlan namun tak bisa.

"Kamu sehat Mbun?" Tanya Erlan melihat Embun yang terus saja menghilang dari mejanya.

"Pak...." Embun ragu melanjutkan kata-katanya.

"Ya...." Jawab Erlan.

Embun diam mematung menatap Erlan. Akhir-akhir ini bosanya kurang istirahat. Dia seperti membawa beban yang berat. Apalagi kalau bukan memikirkan keberlangsungan perusahaan keluarganya. Embun bingung apakah menanyakan kepindahan bosnya adalah pertanyaan yang tepat meski ia berharap Erlan tak akan pergi. Namun diam saja juga hanya membuat ganjalan di hatinya.

Sebening EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang