04

3.1K 461 19
                                    


▪Why do I pull you close and then ask you for space, if all it is it eight letters why is it so hard to say?▪

I want you
I need you
I miss you
I love you

Be with me

▪▪▪
Bgm : 8 Letters - Why Don't We
▪▪▪

Jeonghan tidak pernah semenyesal ini didalam hidupnya, hanya saja saat melihat kedai ayahnya di hancurkan oleh para preman Daesung Grup dan dia tidak punya satu tempatpun untuk dituju dan dimintai tolong. Ia menemui Petinggi Daesung diam-diam tanpa ayahnya tau. Ia hanya bisa memohon, meminta Daesung Grup yang memberinya keringanan untuk uang yang ayahnya pinjam. Dan saat ia memohon dengan sangat, Daelim malah mempermainkannya. Menjadikannya hadiah untuk Pewaris tertua Daelim agar pria itu senang dan terus menjalin kerja sama dengan Daesung, Jeonghan seketika merasa sangat murahan. Tapi lagi-lagi ia tidak punya tempat untuk dituju.

Setidaknya sampai usianya dua puluh lima, Jeonghan tidak tau bagaimana sang ayah memenuhi kebutuhannya, memberikan yang terbaik, sekolah akting nomor satu di Korea, pakaian dan sepatu mahal,  serta makanan-makanan yang enak padahal sang ayah hanyalah pemilik kedai kecil.

Dan malam itu ia begitu terpesona oleh ketampanan pewaris tertua Daelim yang angkuh, pria itu tampak sempurna dan panas disaat yang bersamaan. Sangat dominan juga lembut, sentuhannya disetiap jengkal kulit mulus Jeonghan mengirimkan getaran-getaran menyenangkan yang membuat Jeonghan lupa jika ia bisa saja hamil karena Choi Seungcheol melesakkan miliknya kedalam milik Jeonghan tanpa satupun pengaman. Sentakan yang memabukkan, bunyi percintaan mereka yang erotis dan sentuhan Choi Seungcheol di setiap jengkal tubuhnya membuat Jeonghan terlena. Setelahnya ia pergi dari kamar hotel itu saat pagi buta, sebelum Choi Seungcheol terbangun dari tidurnya yang lelap.

Tepat dua bulan sejak malam itu, Jeonghan di serang mual hebat, kepalanya pening dan ia tidak ingin makan apapun bahkan Jeonghan menolak makanan favoritnya. Membuat ayahnya bingung dan khawatir.

"Aku tidak menstruasi bulan ini." Gumamnya. Jantungnya berderu kencang hingga telapak tangannya basah oleh keringatnya sendiri. Ia gugup bukan main. Ia dan Seungcheol adalah dua orang sehat dan bugar, dan kemungkinannya untuk hamil semakin besar, mereka melakukannya saat ia sedang pada masa suburnya.

Dan dua garis di testpack itu membuat Jeonghan hampir ambruk, ia tidak siap dengan semua ini. Ia baru saja memulai karir cemerlangnya, ia baru saja dikenal masyarakat Korea dan kontrak pekerjaannya untuk setahun kedepan sudah terjadwal dari jauh-jauh hari.

"Aku hamil." Akhirnya dengan segala keputusasaan Jeonghan menghubungi Seungcheol. Pria itu masih sama mempesonanya seperti saat terakhir kali mereka bertemu di kamar hotel itu.

"Kau yakin itu anakku?" Jeonghan meremas ujung coatnya.

"Aku tidak pernah melakukannya selain denganmu." Ya Choi Seungcheol adalah yang pertama untuknya dan ia tidak pernah melakukannya lagi dengan siapapun.

"Jadi bagaimana? Kurasa lebih baik  digugurkan dengan segera." Jeonghan seketika memohon ampun pada tuhan didalam hatinya, ia hanya tidak punya pilihan. Mempertahankan bayinya dan ia akan kehilangan karirnya, di cap sebagai wanita tidak benar oleh masyarakat seantero Korea karena mengandung tanpa suami, ia pasti akan menjadi bulan-bulanan banyak orang, lalu saat anaknya lahir, Jeonghan tidak siap dengan stigma orang-orang tentang anaknya yang tidak berdosa. Ia tidak ingin si kecil itu nanti merasa dihukum oleh dunia karena kesalahan orang tuanya.

"Kau yakin?" Tidak, Jeonghan tidak pernah yakin.

.

.

.

"Selamat sore, kakek." Wonwoo menyapa kakeknya yang tengah duduk di beranda belakang mansion utama. Menikmati secangkir teh melati yang wangi.

"Kau sudah datang Wonwoo." Wonwoo mengambil duduk di kursi kayu yang ada di samping kakeknya. Lalu seorang pelayan menyajikan secangkir teh juga kue pie yang manis.

"Kenapa kakek memanggilku sendirian?" Tanyanya, bisanya para pewaris akan datang beramai-ramai ke mansion utama.

"Saudaramu sedang sibuk, Chan belum pulang dari kuliah, Minghao masih pusing dengan peluncuran produk barunya, Soonyoung juga sedang sibuk dengan calon istrinya, Jihoon." Ujar sang kakek. Entah kenapa Wonwoo merasa lucu mendengar kakeknya menyebut Lee Jihoon sebagai 'calon istri' dari kakak  sepupunya itu.

"Kaket tidak merasa kasihan pada Lee Jihoon?" Wonwoo tidak benci Jihoon, sungguh. Karena ia tidak punya satu alasan pun untuk membenci wanita berparas manis itu, hanya saja Jihoon yang terlihat lemah dan menuruti perintah kakaknya membuat ia merasa begitu muak.

"Kenapa kasihan? Bukankah bagus oppa-mu tidak lagi bermain dengan banyak wanita." Ujar sang kakek sebelum menyeruput tehnya.

"Tentu saja kasihan, Oppa itu hanya memanfaatkannya. Itu kan sangat kejam. Aku saja sampai tidak tega melihat wajah Lee Jihoon yang seperti bayi. Oppa memang jahat sekali."

"Kalau Wonwoo sendiri? Sudah punya calon suami belum?" Kakeknya bertanya, membuat Wonwoo mengalihkan pandangannya dari halaman belakang Mansion utama dan memandang lekat kakeknya.

"Tidak ada kakek, aku tidak tertarik dengan pernikahan."

"Ibumu bisa mengamuk jika mendengarnya." Ya tentu saja ibunya akan mengamuk sambil memukul bokong Wonwoo jika ia mendengarnya, tapi Wonwoo memang tidak tertarik dengan menikah, setidaknya untuk saat ini. Ia masih sibuk dengan karirnya yang tengah meroket.

"Kakek punya calon untukmu, Wonwoo pasti suka. Dia tampan, sangat tampan dan gagah sekali seperti kakek di masa muda, tipe kesukaan cucu kakek yang satu ini." Wonwoo terkikik mendengarnya, tapi jika memang setampan itu, Wonwoo jadi tertarik untuk bermain-main.

.

.

.

Masih awal-awal nih... masih datar-datar duluuu, kita naik turunnya ntaran dulu yaaa😆😆

Terima kasih atas dukungannya dan maaf atas segala kekurangaan😚❤

The HeirsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang