chapter 9

2.7K 165 11
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.



Jam 9 malam Raffi baru saja menyelesaikan acaranya, setelah mengantarkan para tamu ia terduduk di sofa panjang di ruangan tamu.

"Sial, anak ini memalukan saja" Umat Raffi dan beranjak dari duduknya, dan melangkahkan tungkai kakai jenjangnya ke arah kamar utama.

"Hhhhhh...hhhhh...hhhh... bbun.. " Sura deru nafas Vian terdengar sejak Raffi menapakkan kakinya di ambang pintu.

Raffi mendongak menatap lurus ke depan, menatap Vian dengan nafas yang begitu sesak. Ia menoleh menatap istri nya yang tampak sednag menikmati acara seru.

"Risa" Panggilnya, Risa menoleh dan tersenyum, Vian pun ikut memaksakkan untuk menatap Raffi.

"Aa... Ayah... Hhhhhh, tto....long...hhh" Pintanya dengan susah payah, ayolah alergi harus ditangani oleh tim medis. Bahkan ini sudah 2jam ia menahan alerginya.

"Keluar, saya tidak sudi kamu berada di kamar ini" Usir Raffi, Risa yang mendengar hal itu langsung menoleh ingin protes.

"Mas!" Bentak Risa tidak terima.

Vian bangkit dengan susah parah, sesekali ia meluruh kembali ke lantai, Raffi dan Risa hanya menyaksikannya tidak berniat untuk membantunya sedikitpun.

Akhirnya ia merangkak karna ia sudah tidak kuat menopang tubuhnya sendiri, butuh waktu 10 menit untuk keluar dari kamar itu, teriakkan Bi Asih yang pertama menyapa indra pendengarannya saat ia sudah keluar.

"DEN VIAN" Pekik bi Asih heboh, ia langsung berlari menghampiri Vian.

"Ya Allah, den Vian" Gumam.bi Asih dengan isak tangia yang mulai keluar, bi Asih meletakkan kepala Vian pada pahanya.

"Jangan nangis" Ucap Vian dengan suara seraknya.

Bi Asih mengangguk walaupun tangisannya tidak bisa ia tahan. "Ke rumah sakit ya" Kata Bi Asih.

"Mm.. Makk.. Kasih.." Suara itu terdengar sangat pelan, bi Asih pun jika ia tidak memandang wajah Vian ia tidak bisa mengerti ucapannya.

"ASTAGHFIRULLAH DEN, BANGUNN" Teriakkan Bia Asih sangat keras, mang Ujang berlari saat mendengar teriakkan itu.

"Astaghfirullah" Ucap mang Ujang dan langsung mengendong Vian untuk membawanya ke rumah sakit.

°°°

Di rumah sakit Vian langsung di tangani oleh dokter, bi Asih sejak tadi tidak berhenti menangis, ucapan terimakasih Vian seakan mengalun di pikirannya membuat sedihnya semakin menjadi.

"Udahh Asihh, do'akan den Vian" Mang Ujang berusaha menenangkan bi Asih yang sedang terisak hebat di tempat duduknya.

"Kasian mang... Hiks" Balas bi Asih.

Ceklek

"Dok? Bagaimana keadaan den Vian?" Tanya mang Ujang saat dokter keluar dari UGD.

Dokter itu tersenyum hangat, "pasien sudah stabil pak, sudah bisa dijenguk setelah kami pindahkan keruangan ya" Jawab dokter itu.

"Ahh iya, terimakasih dok" Ucap Mang Ujang, dokter itu hanya mengangguk dan meninggalkan mereka.

Disinilah sekarang,Vian tidak menempati kamar VIP sekarang karna mang ujang dan bi Asih tidak mampu membayarnya.

Tetapi beda dengan kemarin, ruangan ini begitu hangat, meskipun hanya 2 pasien yang.afa di ruangan ini, berkat bi Asih yang melantunkan ayat suci Al-Quran ruangan ini menjadi lebih tenang dan hangat.

"Eughhh" Lenguh Vian menandakan ia sadar dari pingsannya.

Bi Asih langsung menutup Al-Quran nya, dan beralih menatap Vian senang, "alhamdulillah, udah sadar, bibi panggilin dokter ya" Vian menggeleng sebagai jawaban.

"Haus" Ucapnya purau terhalang oxygen mask nya.

Bi Asih dengan sigap langsung memberikan minum pada Vian.

"Hahhhhh" Tarikan nafas Vian saat oxygen mask nya bi Asih buka.

"Minumnya pelan pelan ya" Kata Bi Asih, Vian meminumnya dengan pelan, ia masih kesusahan.

Drrrrttt drrrrttt

Suara getaran di meja membuat mereka menoleh, bi Asih mengambil gawai Vian yang bergetar sedari tadi.

'AYAH'

Nama itu tertera dilayar handphone, Vian mengangkat telponnya.

"Pulang!"

"Iya Ayah"

Tuuttt

Vian tersenyum menatap bi Asih, "pulang yuk bi, Vian udah sehat kok" Pinta Vian yang membuat bi Asih kesal.

"Astaghfirullah, ga usah aneh atuh den, nafas masih gitu juga" Balas bi Asih menunjuk wajah Vian.

"Vian pulang, atau Vian ga makan seminggu?" Ancamnya.

Bi Asih mendengkus kesal, "bibi bilang dokter dulu" Ucapnya dan langsung mencari dokter yang tadi menangani Vian.

Setelah memanggil dokter, akhirnya dokter melihat keadaan Vian.

"Kamu sebenarnya tidak boleh pulang, tetapi karna obu ini memaksa jadi silahkan" Ucap Raka.

Vian menyinggung kan senyum tipisnya, ia sangat senang sekarang. "Makasih dok" Katanya dan di angguki oleh Raka.

°°°

Setelah kembali kerumah, ia langsung menuju kamar kesayangannya, merebahkan tubuhnya, sangat nyaman rasanya.

Tiingg tiinggg

Cogan cibalungan

Amar
Woyyy yuhu asik punya gc
Para rakyatkuuu ayok kita ulinnnnn

Daniel
Apaan si anjir gc ga jls
Skuy lah

Amar
Si kasep mana?
Kumaha damang kasep? @Vian
(Gimana kabarnya ganteng?)
Tong geringan coba syiateh !
(Jangan skit terus dong)

Reviano
Apaaa sayang?
Aku lagi atit nich
Ayok lah maen

Daniel
Sakit apaan lo?

Reviano
Biasa lagi manja

Amar
Uhh kamari nggs kos naon
tika utah getih. (Uhh kemarin udah kaya apa sampe muntah darah)

Daniel
Muntah darah?

Reviano
Apaan dah lebay
Udah mau skuy kenama

Amar
Cafe Daniel we ameh GRATIS!

Daniel
Boleh deh kebetulan gue
lagi ada di sini.

Reviano
Otw

Amar
NEBENG KASEP!

Reviano
Najis
Gue tunggu 10 menit lagi
kaga ada gue tinggal nyet

Vian berjalan menuruni tangga dengan kunci motor yang ya mainkan di tangannya, dengan tenang ia melewati kedua orang tuanya yang sedang duduk di sofa, padahal ini sudah pukul 10 malam.

"Bun, Ayah, Vian keluar dulu sebentar" Pamit Vian sopan.

"Cih paling clubbing, dan menyewa jalang" Mendengar jawaban ayahnya, Vian melesat meninggalkan rumah tanpa merespon ucapan Raffi.








Tbc~~~~

Gais ga jelas 😭😭😭

Sampai ketemu besok yaaa

Amour • E-book ✔️✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang