💮The Answer🌸

100 19 0
                                    

Aku menunggu hingga matahari tergelincir di arah barat, barulah aku melanjutkan urusanku. Tepat jam enam lebih lima belas, aku keluar dari kafe itu, sebenarnya sudah sejak jam enam tadi cappucino ku telah habis, namun aku enggan untuk pergi juga. Karena ini akan jadi perjalanan panjang.

Malam telah datang, lampu-lampu dari gedung dan rumah serta kendaraan yang berlalu lalang menjadikan setiap malam di negeri ginseng ini menjadi lebih hidup dan terkesan mewah. Kali ini aku memilih naik bus, sama seperti malam aku pulang ke rumah dengan bekas tumpahan Americano di celana jeans hitamku.

Tak lama, bus sudah berhenti pada halte terdekat komplek rumahku, dan aku turun dari sana. Berjalan sebentar, dan pandanganku terarah ke toko swalayan di pintu masuk komplek. Seulas senyum terpatri pada wajahku, seiring langkahku berjalan menuju toko itu. Aku sudah siap.

Tring!!

Bel di atas pintu masuk swalayan berbunyi setiap ada pembeli baru.

"Selamat datang." Sapa seorang perempuan di balik meja kasir, aku menganggukkan kepala padanya dan tersenyum.

Sebenarnya aku juga tak tahu akan membeli apa disini, karena memang tujuanku bukan untuk berbelanja. Tapi sudahlah, aku memutuskan mengambil beberapa ramen, sayuran, dan berbagai keperluan perempuan. Sekalian saja untuk stok dirumah beberapa bulan kedepan.

Lalu aku menuju kasir, dan memberikan keranjang belanjaanku diatas meja. Sembari perempuan itu men scan semua barang, aku mamulai aksiku.

"Mbak, saya boleh tanya?" Ucapku.

"Oh, tanya apa mbak?" Perempuan itu menjawab pertanyaanku, tapi fokusnya masih pada semua barang di hadapannya, terlihat sudah biasa dengan keadaan ini.

"Mbaknya selalu shift malam disini?"

"Oh... iya, saya dari jam enam sampai sepuluh." Jawabnya.

"Sudah lama kerjanya mbak?" Tanyaku lagi.

"Ya... baru hampir setengah tahun sih. Memang kenapa ya mbak?"

Aku menggelengkan kepala, "ah bukan apa-apa, saya hanya penasaran saja, kelihatannya mbaknya sudah profesional sekali." Ucapku dengan sedikit tersenyum canggung.

Perempuan itu tertawa, "terimakasih mbak. Oh iya, ini jumlahnya seribu tiga ratus won."

Aku mengangguk, lalu mengambil dua lembar uang seribu won padanya, lalu setelah menerima kembaliannya, aku segera keluar dari sana.

Chan juga tak ada. Hanya tersisa dua orang, Hansol dan Wonwoo. Aku hanya perlu memastikan Wonwoo saja, dan otomatis Hansol pun sama. Sebenarnya aku bisa memastikannya dengan cara awal tadi, melihat kontaknya di panel kontak ponselku. Tapi aku tak mau. Aku tak bisa menerima kenyataan bahwa... Wonwoo juga ikut menghilang. Tidak, aku baru saja merasakan sebuah keajaiban bernama cinta setelah sekian lama aku selalu menolak pernyataan itu semenjak kejadian bunuh diriku lima tahun silam.

Aku mulai berjalan menyusuri jalanan komplek yang gelap. Ya, hari ini jadwalnya lampu itu mati lagi. Dan aku menghiraukannya, bahkan tak berhenti sedetik pun saat di depannya.

Tak lama, aku sampai ke rumahku, kubuka pagar rumahku, dan masuk kedalam. Ku langkahkan kaki ke arah dapur untuk menaruh belanjaan, lalu bergegas keluar lagi.

Ku pandangi rumah bercat hijau itu dari sini, sekarang semua lampu dalam rumah itu menyala. "Wonwoo tidak pergi kemanapun. Dia pasti dirumahnya." Ucapku yakin, namun dalam hatiku sudah pesimis. Kulangkahkan kaki ke rumah itu, yang ternyata pagar rumahnya tidak dikunci, persis Wonwoo sekali.

Tanganku terangkat untuk menekan tombol angka di pintu, namun aku tahan. Lalu aku memilih untuk mengetuk pintu itu saja.

Tiga kali ketukan pintuku, lalu tak lama pintu itu terbuka.

Fallin' Flower [舞い落ちる花びら] ||SVT💎 (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang