S E M B I L A N B E L A S

28 10 0
                                    

Happy Reading♡

Beberapa orang tengah berlarian di lorong rumah sakit mendorong brankar yang di atasnya terdapat tubuh seorang cowok.

Dengan air mata yang sedari tadi turun membasahi pipinya, Delisha ikut mendorong brankar yang berisi Melvin. Tak lama kemudian mereka sampai di depan ruang UGD. Cewek itu harus merelakan Melvin untuk di bawa masuk dan dirinya menunggu di luar ruangan.

Tubuhnya meluruh ke lantai. Rasanya Delisha sudah tak mempunyai tenaga hanya untuk berdiri. Ia tidak tega melihat Melvin harus berjuang sendirian di dalam sana. Jika bisa, ia pasti mau menggantikan posisi cowok itu.

"Lhis, lo harus kuat. Gue tau ini berat buat lo. Kita berdoa aja semoga semuanya baik-baik aja," ucap Vanka mencoba menenangkan Delisha.

Sahabat-sahabat Melvin juga berada di sini. Setelah tadi Zaki menerima telfon dari Delisha untuk membantu membawa Melvin ke rumah sakit, semuanya langsung meluncur di tempat kejadian. Mereka belum tidak tau kejadian yang sebenarnya. Saat sampai di sana, ketiganya sudah melihat Melvin tidak sadarkan diri.

"Gue nggak bisa maafin diri gue sendiri kalau sampai Kak Melvin kenapa-napa Van," ucap Delisha. Mukanya sudah kacau karena keseringan menangis. Ditambah tadi ia sempat pingsan membuat kepalanya sesekali berdenyut pusing.

"Lo pulang dulu aja gih, istirahat dirumah. Nanti langsung gue kabarin kalau ada perkembangan buat Kak Melvin," ucap Vanka yang langsung mendapat gelengan keras oleh Delisha.

"Enggak Van, gue bisa tenang kalau Kak Melvin udah dinyatakan baik-baik aja," ucap Delisha. Vanka menghela nafasnya. Di paksa sekuat apapun, cewek di depannya ini pasti keras kepala.

Sekitar setengah jam, pintu ruangan UGD terbuka. Delisha pun segera menghampiri Dokter yang menangani Melvin di dalam sana.

"Gimana keadaan pasien dok?" tanya Delisha cepat.

"Apakah ada pihak keluarga di sini?" tanya Dokter Fika menatap satu persatu remaja di depannya.

"Saya adiknya Dok," ucap Delisha terpaksa berbohong. Ia harus segera mengetahui kabar Melvin sekarang juga.

Dokter Fika mengkerutkan keningnya, tapi tak urung juga ia memberikan informasi penting ini kepada mereka.

"Pasien banyak kehilangan darah dan harus segera melakukan tranfusi darah. Jika tidak kemungkinan besar pasien tidak akan tertolong," ucap Dokter Fika.

Delisha membekap mulutnya tak percaya. Lututnya tiba-tiba lemas. Separah itu kah keadaan cowok itu.

"Golongan darahnya apa Dok?" tanya Cakra.

"Pasien memiliki golongan darah A+. Dan sangat disayangkan persediaan di sini sedang tidak memadai. Jadi mohon bantuannya agar pasien cepat mendapat pendonor," ucap Dokter Fika.

Delisha menyesal tidak bisa membantu Melvin. Golongan darahnya beda dengan cowok itu.

"Kebetulan golongan darah saya sama pasien Dok, saya mau mendonorkan darah saya untuk Melvin," ucap Raka.

Dokter Fika mengangguk menatap Raka. "Kita cek kondisi kamu dulu ya baru bisa diambil darahnya," ucap Dokter Fika.

Raka pun mengikuti langkah Dokter Fika untuk memeriksa keadaanya. Sedangkan yang lain tengah menunggu dengan harap-harap cemas.

Terdengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa membuat mereka semua menoleh.

"Zaki! Gimana keadaan Melvin?" tanya seorang perempuan menatap cemas ke dalam ruangan.

Delisha tidak tahu siapa perempuan itu. Yang ia lihat di sini, perempuan itu sangat cantik dengan tinggi semampai. Kesan pertama yang Delisha lihat adalah sempurna!

Dalam hatinya Delisha bertanya-tanya siapa perempuan itu. Apakah itu adalah pacar Melvin? Atau lebih parahnya tunangannya?

Delisha tiba-tiba merasa minder. Ya , seharusnya ia merasa seperti itu. Cowok setampan Melvin memang cocok jika bersanding dengan perempuan-perempuan cantik di luar sana.

"Kenalin, gue Meta Kakaknya Melvin," ucap perempuan itu membuat Delisha terperanjat keget. Dengan kikuk Delisha menyalami tangan yang mengaku sebagai Kakaknya Melvin.

"Delisha Kak," ucapnya memperkenalkan diri.

Kenapa tadi ia tidak kepikiran sampai di situ. Terlebih lagi wajah perempuan itu sedikit mirip dengan Melvin. Rasanya ia ingin mengutuk dirinya sendiri karena sempat berpikir yang aneh-aneh tentang Meta.

"Lo pacarnya Melvin?" tanya Meta tiba-tiba membuat Delisha bingung akan menjawab apa.

"Eh? Bukan Kak. Cuma temen aja kok," jawab Delisha tersenyum canggung. Meta tersenyum manis.

"Nggak masalah juga sih kalau lo pacarnya Melvin. Gue setuju," ucap Meta membuat Delisha menatap ke arahnya.

Delisha bingung harus menjawab apa. Akhirnya ia pun memilih mengangguk sambil tersenyum tipis. Rasanya benar-benar gugup.

Bayangkan saja jika kalian mendapat dukungan dari keluarga orang yang kalian cintai. Mungkin kalian sudah bersorak senang dan rasanya ingin berteriak sekencang mungkin untuk melepaskan rasa senang yang kalian alami. Dan Delisha ingin sekali melakukannya sekarang jika tidak ingat masih di rumah sakit.

~♡~

DELISHA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang