# 18

83 4 0
                                    

From: Park Jimin

Tersenyumlah walaupun aku tidak bisa melihatnya dari sini

Jimin kembali mengirim pesan, membacanya saja bisa membuatku tersenyum. Lelaki yang manis. Jimin itu pribadi yang menyenangkan. Kadang dia bisa menjadi sangat manja, kadang bisa jadi menggemaskan, tapi tak jarang sikapnya jadi begitu tegas dan mengintimidasi. Aku melihat ke sekitar panggung untuk menemukan keberadaannya. Kulihat dia sedang berdiri sambil bersandar di tembok sebelah kiri panggung. Kulambaikan tangan padanya, karena aku tahu dia sedang melihat ke arahku. Dia pun melakukan hal yang sama.

Aku tesenyum, aku benar-benar tersenyum di balik topi dan masker ini. Saat bersama Jimin aku selalu merasa berada dirumah. Dimana aku bisa melakukan apapun yang kumau, mengekspresikan apapun. Tak heran jika aku sedih, aku akan menangis jika bersamanya. Begitupula saat sedang bahagia, aku bisa tertawa bersamanya. Nyaman. Itulah yang Jimin ciptakan.

Aku kembali menyaksikan performance bintang tamu. Mencoba menikmati saat ini. Mencoba ikut bernyanyi walaupun pipiku terasa sedikit kaku karena lebam ini. Menyingkirkan kegalauan. Lama-lama aku mulai menggoyangkan badanku ke kanan dan ke kiri mengikuti irama musik.

"Apakah kau menikmatinya?" Suara barito ini membuatku terjingkat.

"Yoongi-ya?"

"Kenapa kau tidak membalas pesanku?"

"Oh, itu. Aku lupa membalasnya karena sedang menikmati acara kalian." Jawabku terbata.

Yoongi hanya mengangguk dan mengambil duduk di sebelahku.

"Bagaimana dengan pipimu? Apakah masih sakit?"

"Ani, ini sudah jauh lebih baik."

"Jimin pasti merawatmu dengan baik. Aku mengetahui keberadaanmu karena melihat Jimin sedang melambaikan tangan pada seseorang. Ternyata kepadamu. Sebenarnya aku juga bisa melakukannya, merawatmu." Aku menunduk dan menarik nafas panjang sambil mendengarkan suara Yoongi yang mengalahkan riuh musik.

"Apakah kau coba untuk menghindariku, Ara-ya?" Aku sama sekali tidak menjawabnya. Kubenarkan posisi dudukku. Aku bersandar dan memainkan kuku ibu jari, sambil sesekali menggigit bibir bawahku. Dadaku bergemuruh, menciptakan getaran sampai ke tangan.

"Ani, kenapa aku harus menghindarimu? Bukankah aku sudah pernah mengatakan kita akan selalu bisa berteman." Yoongi memandang ke panggung, lalu menyandarkan tubuhnya sambil menarik nafas panjang.

"Soal Yolanda -- "

"Kau tidak perlu menceritakannya. Aku tidak ingin mendengarnya, boleh kan?" Potongku sambil memegang tangannya. Dan aku menyadari sesuatu.

"Yoongi, kau masih sakit? Tanganmu panas sekali. Kau masih demam?" Aku reflek menempelkan punggung tanganku di kening kemudian beralih ke lehernya. Yoongi memegang pergelangan tanganku.

"Aku hanya kepanasan karena kegiatan ini."

Aku melepas maskerku, "Jangan membohongiku, Min Yoongi."

Yoongi menatap wajahku lamat, kemudian memegang pipiku yang lebam. Sungguh, tangan Yoongi terasa sangat panas, bukan lagi hangat. Dia benar-benar sedang demam. Bagaimana dia bisa menahannya. 

"Ini pasti sangat sakit."

"Jangan mengalihkan pembicaraan, Min Yoongi. Cepat minum air putih ini!" Kujauhkan wajahku dari tangannya dan menyodorkan air mineral pemberian Jimin.

"Aku tidak haus."

"Minum!" Kataku dengan tegas dan sedikit marah. Setelah dia menerimanya, aku  mengacak isi tas untuk menemukan dompet tosca andalan. Keadaan yang sedikit gelap membuatku kesulitan menemukannya. Yoongi kembali menahan tanganku. Aku hanya memandangnya dengan tajam, lalu Yoongi hanya tersenyum dan melepaskan tangannya.

Why It's Always You (Min Yoongi) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang