#9

66 5 0
                                    

Sepanjang perjalanan aku terus melihat spion dan lelaki itu ternyata benar-benar selalu berada di belakangku. Entah apa yang merasuki pikirannya. Berkata akan mengantarkanku pulang tetapi dengan mengendarai kendaraan masing-masing. Ini benar-benar konyol.

Jika nanti pada akhirnya alasan mengantarku atau lebih tepatnya membuntutiku pulang hanya karena tidak mau kalah dengan Hyungsik, maka akan kupastikan dia tidak akan bertemu denganku lagi. Tidak, tidak, jangan seperti itu. Aku akan memikirkannya lagi nanti. Tapi untuk saat ini aku benar-benar kesal padanya.

TIN . . . TIIIIN . . . !!!

Entah darimana tiba-tiba ada mobil yang melintas di persimpangan jalan. Suara klaksonnya benar-benar mengejutkanku. Kami hampir saja bertabrakan jika aku dan pengemudi mobil itu tak segera mengerem. Aku memilih menepi untuk meredakan degup jantung yang memburu. 

Pengemudi mobil itu membuka kaca dan meneriakkan sesuatu, tapi aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas. Yang terdengar di telingaku hanya degup jantungku sendiri. Terdengar seperti genderang perang, sangat nyaring. Sial. Bagaimana bisa aku tidak melihat kendaraan sebesar itu datang?

"Hei, gwaenchana?" Yoongi tiba-tiba sudah berdiri di sampingku.

Aku mengelus dadaku sambil berusaha mengatur nafas. Kulihat raut khawatir Yoongi.

"Ara-ya, gwaenchana? Apakah ada yang sakit? Bagaimana dengan pergelangan tanganmu?" Yoongi masih terus memeriksa dan memegang pergelangan tanganku untuk memastikan bahwa semua baik-baik saja.

Tangan hangat ini. Merasakannya menyentuh pergelangan tanganku, lagi. Entah mengapa senang melihatnya mengkhawatirkanku. Aku terus memandang wajah lelaki yang sedang sibuk melihat sana-sini. Dia sedikit memijat pergelangan tangan yang pernah cidera dan sesekali melihat wajahku.

Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan. Kulakukan beberapa kali sampai merasa sedikit tenang. Aku menepuk lembut tangan Yoongi.

"Yoongi-ah, naega gwaenchana."

"Jjinjja?"

Aku mengangguk dan tersenyum. Dia melepaskan tangannya, sayang sekali. Lalu berkacak pinggang dan berdecih.

"Apa yang terjadi jika aku tidak membunyikan klakson tadi?"

"Jadi itu suara klakson mobilmu?"

"Iya dan mobil yang akan kau cium dengan motormu itu juga membunyikan klaksonnya. Bagaimana bisa kau begitu ceroboh saat berkendara?"

"Miane." Yoongi kembali berdecih dan melipat kedua tangan di dada.

"Untung saja aku mengantarmu pulang."

"Membuntuti." Kataku lirih.

"Tck, kau ini. Aku akan mengantarmu. Masuk mobil. Aku kan menelpon seseorang untuk membawa motormu pulang."

"Aku masih bisa mengendarai motorku. Tanganku baik-baik saja. Aku tidak terluka."

"Sekali ini saja, aku mohon. Jangan membantah. Turuti saja apa yang aku katakan." 

Mata kami bertemu untuk beberapa detik. Tetapi berakhir dengan aku yang menunduk dan mengikuti perkataannya. Terus terang aku takut melihat matanya. Terlihat sangat mengerikan. Biasanya aku paling bisa melawan dengan tatapan, tapi kali ini aku mengaku kalah. Aku kalah dari seorang lelaki bermarga Min ini.

Setelah seseorang datang untuk membawa motorku, aku masuk mobil Yoongi dengan wajah yang sudah ditekuk seribu. Bagaimana bisa pagi ini berjalan seperti ini? Sungguh sebenarnya aku ingin jalan-jalan. Lalu memakan bekalku dengan teman-teman yang lain. Aku benar-benar sudah menyiapkan semua untuk hari ini.

Why It's Always You (Min Yoongi) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang