# 13

80 2 0
                                    

I've been trying all my life
To separate the time
In between the having it all, giving it up, yeah

Seperti perempuan patah hati pada umumnya, mendengarkan lagu yang relatable sama suasana hati adalah hal wajib. Begitukah? Menurutku begitu. Sampai nada dering ponsel pun berubah. Bukannya mau terlalu larut dalam masalah, hanya saja aku sedang menikmatinya.

Makan siang kali ini sendirian, tanpa Haneul. Dia sedang sibuk menyiapkan event. Semoga dia tidak lupa makan siang, tapi aku sudah mengingatkannya tadi.

Kali ini aku memilih cafe tak jauh dari kampus. Sengaja menghindari kantin disana. Untuk menenangkan diri, katanya begitu.

Duduk di meja paling sudut dekat dengan jendela kaca yang langsung menuju ke jalan raya. Tempat paling nyaman saat ingin makan dengan tenang. Seperti biasa, nasi goreng dan green tea frappe adalah menu andalan dikala lapar menyerang. Sedih itu juga butuh tenaga.

Setelah puas melamun sambil mendengarkan musik yang diulang, itu kebiasaanku, kubuka novel yang sudah mengendap di dalam tas beberapa hari ini. Beberapa halaman sudah terlewati sembari menunggu pesanan datang. Sesekali kuhentikan kegiatan membaca untuk melihat orang yang berlalu lalang di sekitar cafe. Tak lama nasi goreng dan green tea frappe sudah tersaji di atas meja. Tak lupa senyuman dan ucapan terimakasih untuk sang pramusaji.

Kulanjutkan membaca sambil menyendokkan nasi goreng. Tak butuh waktu lama untuk memindahkan sepiring nasi goreng ke dalam perut, karena membaca akan lebih menyenangkan ketika perut sudah terisi.

"Kenapa makan siang sendirian?"

Tiba-tiba ada seseorang yang duduk di depanku sambil menyeruput kopi yang ada ditangannya. Lalu meletakkan gelas dan menyangga dagu dengan tangan kanannya. Aku melihatnya cukup lama. Siapa yang tidak terkejut dengan kedatangan seseorang yang tidak diundang.

"Apa yang salah dengan makan sendirian?"

"Tidak ada."

Aku mengangguk pelan dan kembali melanjutkan membaca.

"Apakah tidak ada hal yang ingin kau bicarakan denganku?"

"Misalnya?" Jawabku tanpa melihat wajahnya. Terlihat tidak sopan memang, hanya saja aku terlalu malas melakukannya.

"Entahlah. Mungkin tentang Yolanda?"

Seketika aku menarik nafas panjang dan menutup buku yang sedang kubaca. Kutatap kedua matanya dalam-dalam.

"Ada apa dengannya? Apa sebenarnya yang ingin kau bicarakan?"

"Apa kau tidak penasaran tentang hubunganku dengannya?"

"Apa untungnya ketika aku mengetahui semuanya? Aku tidak suka memaksa orang menceritakan sesuatu. Aku akan mendengarnya jika memang orang tersebut menginginkanku untuk mengetahuinya."

Dia mengangguk-angguk dan kembali meminum kopinya.

"Kenapa kau ada disini?"

"Bukankah siapapun boleh datang kesini?"

"Iya aku tahu. Maksudku apakah persiapan acara kalian sudah selesai?"

"Aku baru saja menyelesaikan tugasku dan akan kembali ke UKM. Lalu aku melihatmu dan kuputuskan untuk istirahat sebentar sambil minum kopi. Lagipula sepertinya kau sendirian. Jadi kupikir kau sedang kesepian, lebih baik kutemani." Katanya sambil tersenyum dan melipat kedua tangannya di meja.

Jangan, jangan tersenyum padaku Min Yoongi. Itu berbahaya. Tembok rapuh yang kubangun akan ambruk dengan mudah saat kau tersenyum.

Dering ponsel Yoongi memecah pikiranku. Dia melihat sekilas ke layarnya dan mengangkat panggilan itu sambil bersandar. Matanya tetap mengarah kepadaku. Kualihkan pandanganku kembali ke buku yang telah tertutup tadi. Percakapannya cukup singkat. Setelah panggilan berakhir dia kembali melipat tangannya di atas meja.

Why It's Always You (Min Yoongi) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang