# 21

75 6 0
                                    

"Ara-ya, gwaenchana?"

"Jimin-ah, ada apa?" Tanyaku sedikit bingung karena dia tiba-tiba memelukku dengan erat sampai membuat kepalaku sedikit mendongak.

Jimin mengamati tubuhku, memelukku, mengamatinya kembali, lalu memeluk lagi sambil terus bertanya apakah aku baik-baik saja.

"Jimin-ah, kau membuatku takut. Apa yang sebenarnya terjadi?"

"Kau yang membuatku takut. Mengapa kau tidak membalas pesanku dan tidak mengangkat telponku? Aku bertemu dengan Haneul, tapi tidak denganmu. Dia bilang kau semalam menangis dan sekarang di rumah sendirian. Aku mencoba menghubungimu tapi sama sekali tidak mendapat jawaban. Kau pikir siapa yang tidak khawatir?" Jimin mengomel dengan bibir yang sudah maju beberapa sentimeter dan mata yang membulat.

Aku hanya tersenyum menanggapinya, mengapa dia begitu manis saat sedang khawatir.

"Aku baik-baik saja, Jimin-ah." Jimin kembali mendekapku, kali ini meletakkan kepalaku dengan lembut di dadanya.

"Tolong jangan membuatku khawatir. Aku benar-benar bingung saat kau tidak menjawab pesan dan telponku. Maaf aku tidak menemanimu kemarin. Maaf aku meninggalkanmu sendiri saat kau membutuhkanku. Maafkan aku, Ara-ya." Aku membalas pelukannya sambil menepuk punggungnya lembut.

Ya Tuhan, mengapa kau mengirimkan makhluk manismu ini padaku saat dalam hatiku masih ada orang lain. Jangan biarkan aku menyakiti hatinya, ya Tuhan.

*

Kami sudah duduk di ruang tengah sekarang dengan Jimin yang tidak mengalihkan pandangannya dariku.

"Jimin-ah, kau membuatku salah tingkah jika terus melihatku seperti itu."

"Kamu cantik."

"Iya aku tahu. Tapi jangan melihatku seperti itu. Itu -- sedikit -- menakutkan." Kataku dengan sedikit cengiran di bibir.

"Kau yang membuatku seperti ini. Dimana ponselmu? Mengapa kau tidak menjawab semua pesanku. Jika kau ingin menghindariku, katakan dulu sebelumnya. Jadi aku punya persiapan. Bukan seperti ini caranya."

"Kenapa hari ini kau suka sekali mengomel, Park Jimin?"

"Dimana kau meletakkan pondelmu?"

"Ada di kamar. Aku sengaja meninggalkannya disana. Kau tahu kan jika aku terus memegangnya, aku bisa menjadi wanita yang sangat lemah... Dan sedikit bodoh." Jawabku dengan suara seperti music fade out.

Suasana hening untuk beberapa saat. Kami tenggelam dalam pikiran masing-masing.

"Ara-ya."

"Hm?"

"Apakah Min Yoongi masih menguasai sebagian besar hatimu?"

Aku menarik nafas panjang dan menyandarkan diri sambil menggosok mata kananku yang sebenarnya baik-baik saja.

"Jimin-ah, kau tahu kan aku sudah berusaha?"

"Iya, aku tahu." Dia kembali diam begitu juga aku. "Apakah kau mau aku membantumu?" Katanya sambil memutar badan menghadapku. Mataku mengerjab beberapa kali saat memandangnya.

"Jimin-ah, aku tidak ingin menyakitimu. Aku tidak mau melihatmu terluka." Jimin hanya tersenyum dan memegang lembut tanganku .

"Asalkan kau mau menerima bantuanku, aku tidak keberatan."

"Park Jimin, " Jimin hanya tersenyum dan mengangguk sambil menangkup tanganku dengan kedua tangannya.

"Mengapa kau melakukan ini padaku, Jimin-ah? Mengapa kau begitu baik padaku?"

Why It's Always You (Min Yoongi) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang