# 19

75 5 0
                                    

Saat ini UGD sedang penuh, entah bagaimana orang-orang bisa sakit dalam waktu yang bersamaan. Seperti Yoongi sekarang ini. Perawat sedang memeriksa tanda-tanda vitalnya sambil bertanya kepada Yoongi. Karena Yoongi menjawabnya dengan kurang jelas, akhirnya salah satu perawat memanggilku yang sedang berdiri agak jauh dari ranjang untuk mendekat.

"Maaf Nona, bisa tolong diceritakan apa yang terjadi?"

"Beberapa hari yang lalu dia mengeluh perutnya sakit. Dia juga mual dan muntah, sepertinya juga demam. Tadi juga sempat minum obat penurun panas, tapi demamnya tidak turun."

"Oke, baik. Terimakasih. Kita tunggu dokter dulu ya."

"Baik suster. Ini tidak diberi pereda nyeri dulu?" Tanyaku karena tidak tega melihat keadaan Yoongi.

"Kita tunggu dokter dulu ya, saya tidak bisa sembarangan memberi obat tanpa persetujuan dari dokter." Aku mengangguk memahaminya. "Apakah pasien ada alergi terhadap obat tertentu?" Lanjutnya lagi.

"Yoongi-ya, apakah kau punya alergi?" Yoongi hanya menggeleng sambil meringkuk memegang perutnya. "Sepertinya tidak ada." Jawabku pada suster.

"Baiklah. Tunggu sebentar ya, Tuan. Sebentar lagi dokter akan memeriksa anda." Kata suster kepada Yoongi sebelum pergi.

Aku tidak tega melihat keadaannya sekarang. Wajahnya memerah menahan sakit. Cuaca yang dingin tidak menghalagi keringat yang keluar di dahinya. Kurasa itu sangat sakit. Aku mengelus punggung sampai ke pinggang, berharap bisa mengurangi rasa sakitnya. Walau aku tahu itu tidak mungkin.

"Ara-ya,," Dia memanggil sambil meremat lenganku.

"Ne, ada apa Yoongi?" Jawabku sembari mendekat ke wajahnya.

"Kapan dokternya akan datang? Jinjja appo." Katanya sambil mengerang kesakitan.

"Tunggu sebentar lagi ya. Setelah memeriksa pasien yang ada disana, dokter pasti kesini." Aku menjawab sekenanya, karena tidak tahu pasti kapan Yoongi menerima giliran diperiksa.

Yoongi terus meringkuk dan tak melepaskan tangannya dari lenganku. Dia mencoba mengurangi rasa sakit dengan menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan dengan teratur, tapi sepertinya itu tidak berhasil. Ia kembali mengerang kesakitan. Sesekali mengusakkan kepalanya ke bantal.

"Ara-- appo-- aarrgh."

"Miane, Yoongi-ya. Aku tidak bisa membantu mengurangi rasa sakitmu. Mian." Ucapku sambil menghapus keringat di dahinya dengan lengan jaketku. Seorang perawat mendatangiku menanyakan identitas Yoongi untuk keperluan administrasi. Saat aku akan pergi bersama suster, Yoongi tidak mau melepaskan pegangannya.

"Khajima, Ara-ya. Khajima, khajima,," Kata Yoongi sambil menarikku mendekat.

"Tapi mereka butuh datamu untuk admisnistrasi, Yoongi-ya." Yoongi hanya menggeleng tanpa melepaskan tanganku.

"Baiklah, aku akan disini. Tapi ijinkan aku mengambil kartu identitasmu ya." Yoongi mengangguk. Lalu aku mengambil dompet dari kantong celananya dan mengeluarkan kartu identitas. Setelah itu kuberikan kepada suster dan meminta maaf karena tidak bisa banyak membantu.

"Maafkan saya suster. Apakah kartu identitas ini cukup?"

"Iya, tidak apa-apa. Ini cukup."

"Kalau butuh informasi lagi, suster bisa menemui Yolanda. Dia ada di depan ruangan ini."

"Baiklah, nanti kalau butuh informasi lebih saya akan menghubungi Nona Yolanda."

Beberapa menit setelah suster tersebut pergi, akhirnya dokter datang untuk memeriksa kondisi Yoongi. Aku mundur dan berdiri agak jauh untuk memberikan ruang. Dokter menyatakan Yoongi menderita radang usus buntu dan menyarankan untuk operasi karena sudah terbentuk abses* di usus buntunya.

Why It's Always You (Min Yoongi) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang