2. Lamaran
💍💍💍
18.50 WIB
Setelah salat Magrib berjamaah, aku, Ayah, dan Bunda berkumpul di ruang keluarga untuk menonton televisi.
Di sela-sela menonton, telingaku tak jarang mendengar lelucon Ayah yang ditanggapi sebal oleh Bunda karena kesal mendengar ucapan suaminya itu.
Aku yang menonton acara televisi seketika terbahak melihat interaksi keduanya. Sampai tiba-tiba, suara ketukan pintu rumah membuat kegiatan kami terhenti.
"Siapa Bun?" Tanya Ayah pada Bunda. Bunda pun menggeleng pertanda ia tak tahu.
"Biar Iva aja yang cek Yah, Bun."
Dengan memakai kaos putih polos dan celana selutut—ala rumahan, juga rambut yang kucepol asal-asalan, aku melangkahkan kaki dengan santai menuju pintu depan.
Memang setiap ada tamu, aku selalu jarang berbenah dahulu. Pikirku untuk apa rapi-rapi, bukannya di rumah sendiri?
Aku memegang gagang pintu, dan dalam sekali tarikan, pintu berwarna putih gading yang ada di depanku terbuka sempurna.
Aku mengernyitkan dahi begitu melihat pemandangan di depanku. Seorang lelaki yang sepertinya seumuran denganku, seorang pria paruh baya, juga seorang wanita yang sepertinya istri dari pria paruh baya itu.
"Maaf, kalau boleh tahu Bapak dan Ibu siapa ya?" Tanyaku sesopan mungkin memandangi mereka bergantian.
Saat kedua orang tua tersebut ingin menjawab, dengan cepat lelaki yang ada di tengah keduanya memotong.
"Kamu tidak lihat pesanku ya?" Tanyanya membuat kerutan di dahiku berlipat-lipat.
Aku berusaha mengingat-ingat. Pesan apa yang laki-laki tersebut maksud?
Cukup lama aku berpikir, sampai akhirnya....
"AH, SAYA INGAT!"
Otak udangku pun akhirnya bekerja. Aku ingat, pesan tersebut datang dari pengirim misterius yang sepertinya aku tahu siapa dia sekarang.
"Anda yang mengirim pesan tadi sore?" Tanyaku memastikan.
Lelaki tersebut mengangguk.
Aku lantas terdiam. Lalu tak beberapa lama, suara Bunda tiba-tiba terdengar dari belakang.
"Siapa yang datang Va?"
Bunda lalu melotot ke arahku. "Kenapa gak disuruh masuk tamunya, Va?" Ujarnya pelan. Aku hanya bisa memasang watados andalanku.
Wajah Bunda tampak tidak enak melihat ketiga tamunya tersebut. "Maaf Pak, Bu. Silakan masuk...," ujarnya menyingkir dari pintu, begitu juga aku.
Bunda dan ketiga orang tersebut akhirnya pergi menuju ruang tamu, di mana Ayah juga sudah hadir di sana.
Aku pun memutuskan ke dapur untuk menyeduh teh. Memang sudah menjadi kebiasaanku saat ada yang bertamu ke rumah. Beda dengan yang kalau ada tamu malah masuk dan sembunyi di dalam kamar.
Lima cangkir teh sudah siap diseduh dan kuletakkan masing-masing di atas nampan. Setelahnya, aku langsung membawa nampan tersebut hati-hati kembali menuju ruang tamu.
"Bun, aku izin ke kamar ya," ujarku berbisik pada Bunda yang sedang berceloteh ria dengan tamunya.
"Nak Iva? Sini duduk dulu, Nak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembaran Kisah
Teen FictionKumpulan cerita pendek romantis 🍂 (Target tamat tahun 2024) #1 >>> aboutlife [03-08-2020] #1 >>> short [13-06-2024] #1 >>> kutipan [20-06-2024] #1 >>> poem [05-07-2024] #2 >>> hahaha [24-06-2024] #2 >>> quotes [09-07-2024] #5 >>> normal [05-07-2024...