H&I (II)

111 11 0
                                    

3. Diterima atau Ditolak?

💍💍💍

Siang ini, kudapati fakta baru yang cukup membuatku terkejut saat awal mendengarnya.

Kalian tahu orang yang melamarku malam itu? Memang Hasa, dan ternyata dia....

Teman sekolahku dulu!

Sungguh, sampai saat ini aku masih tak percaya sejak beberapa saat lalu dia mengatakan itu.

Aku memang tahu dulu saat SMP ada anak bernama Hasa. Tapi anak laki-laki yang dulu kukenal itu, benar-benar berbeda dengan lelaki yang di depanku sekarang.

Ya memang sih. Semua orang pasti akan berubah juga seiring ia bertambah dewasa.

Hasa yang dulu di sekolahku memang cukup terkenal karena penampilannya yang... maaf, bukan aku mengejek. Hanya dari gosip-gosip yang kudengar... banyak yang tidak menyukai Hasa karena cupu.

Perlu digarisbawahi, aku sama sekali tak pernah berpikiran begitu padanya. Ya, karena Hasa yang kukenal dulu adalah anak olimpiade rajin yang tak pernah absen membaca di perpus. Aku bahkan sempat mengaguminya diam-diam.

Aku tak menyangka anak yang dulu begitu pendiam, sekarang berubah jadi lelaki hangat yang tampan.

Siang ini aku dan Hasa memang janjian untuk bertemu di kafe yang dekat dengan kantorku. Mumpung jam makan siang, dan kebetulan Hasa sendiri katanya ingin memberitahuku hal yang penting. Di sinilah kami berada sekarang.

"Sa, aku masih gak nyangka...."

"Kamu pangling lihat penampilanku sekarang?" Tanyanya kelewat pd, seraya terkekeh.

"Tidak! Siapa juga."

"Jujur gak papa kok Va. Teman-teman yang lain juga bilang begitu. Katanya aku yang sekarang lebih keren," ujar Hasa lagi membuat dahiku berkerut.

"Teman-teman yang lain? Kamu ketemu mereka?"

Hasa mengangguk. "Bahkan setiap hari."

"Serius? Kok bisa?" Tanyaku lagi bak wartawan yang mewawancarai artis.

"Mereka bekerja di kantorku," jawabnya membuatku mengangguk paham.

Setelah itu, keheningan pun tercipta. Aku tak tahu harus mengatakan apa lagi karena kurasa topik yang kami bicarakan sudah selesai.

"Va."

Aku menoleh padanya. "Ya?"

"Mengenai yang waktu itu...."

DUAR

Otakku yang biasanya lambat bekerja kali ini merespon dengan cepat.

Jantungku mulai berdetak. Awalnya pelan, dan lama-kelamaan semakin berirama.

"Yang waktu itu?"

Katakanlah aku manusia bodoh! Memang benar! Buat apa aku bertanya seperti itu lagi padanya?

Langsung saja kualihkan tatapanku. Jujur, aku tak berani melihat wajah lelaki di depanku ini setelah mengatakan hal bodoh beberapa saat lalu.

"Maukah kamu menjadi istriku, Va?"

Istighfar Va, istighfar.

Ya ampun... situasi apa yang kualami saat ini!? Mana Hasa tidak tahu waktu mengatakannya.

"Sa...."

"Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang. Pikirkan saja du—"

"Aku akan jawab sekarang, Sa."

Akhirnya, daripada Hasa harus menahan sakitnya menunggu, lebih baik kuutarakan sekarang walau....

Kutarik napasku dalam-dalam sebelum akhirnya kujawab dengan penuh pertimbangan selama seminggu.

"Sa, aku...."

"Maaf, aku tidak bisa menerima lamaranmu."

💍💍💍

Lembaran KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang