D&I (VII)

122 11 2
                                    

1. Crush

🌠🌠🌠

Pernah gak sih ketemu orang yang kepribadiannya suka gak tertebak? Udah gitu dingin, misterius, ngomong cuma kalau ditanyain sesuatu dulu.

Lebih kebetulan lagi karena orang tersebut adalah ciri-ciri dari orang yang biasanya menjadi tipe kesukaanku.

Memang sejujurnya lebih seru sama orang yang humoris, tapi menurutku orang-orang cuek dan misterius entah kenapa lebih menantang saja.

Apalagi cowok yang sedang kusukai saat ini ganteng, pintar, juga rajin ibadah. Tipe menantu idaman mama banget pokoknya.

Iqbal—cukup kuakui namanya pasaran. Meskipun begitu, dialah cowok yang berhasil membuatku jatuh hati pada pandangan pertama ketika masuk sekolah.

Sudah tiga bulan lamanya sejak kami ditakdirkan berada di kelas yang sama. Sayangnya, sampai saat ini aku masih jarang mengobrol dengannya.

Masih banyak rasa takut yang menghalangiku hanya untuk mencoba bersikap terbuka pada cowok itu.

Waktu menunjukkan pukul istirahat. Seperti biasa aku melanjutkan hobiku yang tak lain adalah memandangi Iqbal yang sedang berkutat pada buku ilmiah yang selalu dibacanya.

Sampai saat ini, yang kutahu adalah fakta bahwa ia merupakan seorang kutu buku yang jarang bergaul dengan teman-teman di sekitarnya.

Dan anehnya kutu buku tersebut bisa terpilih menjadi ketua kelas kami! Sungguh di luar nalar.

Diam-diam berambisi juga.

Sedang asik-asiknya membaca buku, tiba-tiba seorang cewek menghampiri Iqbal. Dia adalah teman kelasku juga yaitu Chika.

Selama di kelas ini, Iqbal baru membentuk grup pertemanan kecil saja. Memang setelah kupantau selama tiga bulan, ia paling dekat dengan Chika—cewek cantik, yang juga sama pintar sepertinya.

Selalu ketika melihat keduanya berinteraksi, dalam diriku seperti ada yang merasa sakit. Kalau kata orang-orang sih namanya cemburu.

Sedangkan aku, dari awal untuk berhubungan dengan Iqbal saja begitu sulit. Ia tampak menutup diri pada lingkungan yang belum benar-benar dikenalnya. Aku pun heran bagaimana cara Chika agar ia bisa seakrab itu dengan Iqbal.

Sampai pernah ketika berada dalam tahap overthinking, aku yakin bahwa Iqbal menyukai Chika. Atau malah mereka sama-sama suka?

Tapi sejauh yang kupantau sih, Chika memang tipikal cewek friendly yang mudah berbaur dengan semuanya. Ia juga tak memilih-milih teman. Begitu juga kepadaku—sikapnya baik seperti ke yang lainnya.

Menurutku, itu juga termasuk kelebihan yang ia miliki. Sempurna sekali—sudah cantik, ramah, pintar. Wajar saja kalau Iqbal benaran menyukainya.

Lagi-lagi aku iri. Ingin menggantikan posisi Chika rasanya, tapi sadar agaknya tak bisa. Sebaliknya, aku harus memikirkan strategi bagaimana caranya supaya bisa dekat juga dengan cowok itu.

"Davinaaa!" Teriakan dari belakang membuatku spontan menoleh kaget.

"Astaghfirullah!" Ternyata yang memanggil adalah temanku, Zahra. "Bisa pelan gak sih?"

Zahra tampak berdecih. "Dari tadi gue panggil-panggil lo gak nyaut! Lagi sibuk ngelihatin orang ganteng ya?"

Mataku langsung membulat. Bisa-bisanya Zahra bicara sefrontal itu di dalam kelas. Kalau ketahuan siapa yang ia pantau kan bisa berabe urusannya.

"Eh lo bisa diem ga?" Langsung saja aku menarik tangannya agar ia duduk mendekat di sebelahku. "Iya, gue lagi liat crush. Sana lo jangan ganggu gue!"

Temanku itu malah terkekeh.

"Percuma mbak, gak ada pergerakan ya mana bakal di-notice lah! Hahahaha... udah zaman begini masa juga kaga tahu."

Sialan. Belum tahu aja dia kalau sekarang ada namanya ilmu pelet

Bercanda.

"Ye namanya juga masih awal. Lagian bantuin gue ngapa Ra... kapan ya at least dia bisa ngobrol banyak ke gue? Kek santai ke temen aja udah syukur banget gue. Gak ngarep lebih suer dah."

Zahra tampak prihatin pada kondisi percintaanku yang pelik ini. "Gini Dav, karena gak ada cara lain lo bisa pakai cara gue yang lebih ampuh."

Mataku menyipit tatkala mencium akan ada bau-bau ide sesat darinya. "Apa nih? Jangan aneh-aneh!"

Zahra spontan menabok pipiku. "Gak! Dengerin dulu... jadi tuh saran gue lo harus mulai dengan sksd. Malah kalau bisa sekalian aja jadi cegil. Sekarang kalau gak gitu ya selamanya lo gak di-notice belio."

"Tapi kan dia ketua kelas! Harusnya bisa bergaul dong sama semua anak-anak, gak ke satu dua orang aja," jawabku masih tak habis pikir.

Zahra terlihat menghembuskan napasnya. "Hhh... mungkin dia juga masih penyesuaian kali, Dav. Makanya kalau dia belum ada pergerakan, berarti lo duluan yang harus reach out. Atau... lo mau gue bantuin deket?"

"JANGAN! SEMBARANGAN LO!"

Tawaran Zahra mengancam kehidupan tenangku saja. Lebih baik menunggu sampai tua daripada aku ketahuan oleh crush sendiri gara-gara teman.

Setelah berpikir beberapa saat, aku mulai mempertimbangkan saran dari Zahra tadi.

"Hmm... keknya gak ada salahnya gue coba."

🌠🌠🌠

Lembaran KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang