12 cm ㅡ something he'll never have

600 86 32
                                    

Makanan sehari-hari itu apa, sih? Nasi? Roti? Kalau untuk Kafka, sih, patah hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Makanan sehari-hari itu apa, sih? Nasi? Roti? Kalau untuk Kafka, sih, patah hati. Yaelah, Mbak!

Kafka juga tidak mengerti kenapa ia masih merasa sakit padahal sudah mengalami patah hati berkali-kali. Dari diputusin, diselingkuhin, gagal nikah, sampe ditolak. Penderitaan hidupnya sudah maksimal banget sampai-sampai ia berpikir kalau di kehidupan yang lama ia pasti menghianati negara makanya kisah cintanya ngenes banget.

Namun patah hatinya yang sekarang terasa sangat dalam. Bayangkan ditolak oleh sahabat sendiri? Udah malu, sakit, sedih, dan kesal, pokoknya paket lengkap banget.

Bahkan ini sudah genap seminggu dari tanggal 28 september lalu tepat dimana Kafka jujur tentang perasaannya pada Rafa, tapi sakit hatinya belum sembuh juga. Setiap kali bertemu tatap dengan sahabatnya, jantungnya terasa merosot sampai dengkul dan otaknya memutar kembali pertanyaan konyolnya.

"Menurut lo, dosa nggak kalo gue suka sama lo, Raf?"

Sial. Mengingatnya saja Kafka ingin merosot dari bangkunya dan sembunyi di bawah meja kantornya. Rasanya super duper memalukan sekaligus menyakitkan. Sialan. Rafa cowok paling sialan di hidupnya setelah Abiyan.

"Can you imagine losing both love and friendship at the same time?"

Mungkin Rafa memang benar. Tidak seharusnya Kafka bersikap egois dan dikuasai oleh perasaannya yang membuat putusnya pertemanan 24 tahun mereka. Mungkinkah ini salah ia dan perasaannya?

Kafka jadi berangan-angan. Kalau saja ia tidak jujur pada Rafa, mungkin mereka masih sama. Mungkin Rafa masih di dekatnya, mungkin mereka masih bisa makan malam bareng sepulang kerja, mungkin masih bisa bercanda, dan mungkin masih menjadi mereka.

Benarkah ini salahnya?

"Kaf, lo nangis lagi?"

Talia memandang Kafka yang duduk di depannya dengan heran. Sejak tadi pagi, Kafka terlihat super lesuh dengan wajah sekusut taplak meja. Temannya itu terlihat seperti dipayungi oleh awan abu-abu.

Talia tahu kalau Kafka ditolak oleh sang Sahabat. Ia juga tahu kalau temannya itu belum bisa move on. Namun tidak bisa kah Kafka sedikit profesional dalam pekerjaan? Pasalnya, dari beberapa hari yang lalu temannya itu benar-benar tidak konsen dengan pekerjaannya. Setiap sedang meeting, brainstorming, atau hal-hal menyangkut pekerjaan lainnya, Kafka malah sibuk melamun bahkan melalaikan tugasnya. Tulisan untuk update-an software mereka bahkan baru diserahkan Kafka 2 jam sebelum deadline. Sudah gila.

Seingat Talia, terakhir kali Kafka begini itu satu tahun lalu. Waktu pernikahannya gagal sehari sebelum acara dan anak-anak kantor sudah menerima undangan. Bukan hanya Kafka yang pusing, Talia juga merasakan frustasi serta kesedihan atas batalnya acara itu.

"APAAN??!! NGGAK JADI??? RAFA LO SERIUS??"

Bahkan Talia masih ingat bagaimana hebohnya ia waktu Rafa datang ke gedung dengan setelan khas orang akan lari pagi alias cowok itu hanya memakai kaos putih dan celana training berwarna hitam. Talia tadinya kebingungan dengan gaya Rafa sebelum cowok itu menjelaskan kalau pernikahan Kafka dan Abiyan dibatalkan. Talia langsung merinding seketika mendengar pernyataan dari Rafa.

25cm [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang