Chapter 21

12.2K 1.2K 479
                                    

Vote dan Komentar ya!
Follow noventyratnasari

-oOo-

Aland mengusap keringatnya yang membasahi pelipis. Nafasnya terengah, terasa mencekat di tenggorokan. Rasanya sesak, ia terlalu banyak berlari. Selain membakar kalori, efeknya menjadi kurang bertenaga.

Aland melihat jam tangan, pukul 1 siang. Setelah di rasa nafasnya mulai normal, Aland kembali berlari. Ia menatap gedung besar ini bersamaan dengan langkah kakinya yang mendekat dengan gesit.

Villa Alamanda.

Villa yang terletak di perbukitan. Sedikit terpencil, namun pemandangannya sangat memanjakan mata. Membuat mata enggan berpaling melihatnya. Villa milik Bunda sendiri.

Aland melihat mobil putih, mobil Bunda. Aland sangat yakin!

Segera saja Aland berlari masuk ke dalam. Berhenti di bawah seorang pegawai yang tengah mengganti lampu bohlam di atas plafon.

"Pak! Apa Bunda ke sini?" tanya Aland.

Seorang bapak-bapak yang umurnya lebih tua dari Bunda, menatap ke arah bawah. Ia baru ingat anak lelaki ini adalah anak Zara.

Bapak itu mengangguk, "di dalam kamar utama."

Aland bergegas pergi tanpa mengucapkan permisi bahkan terima kasih. Baginya, saat ini prioritasnya adalah Bunda.

Aland tidak menyangka, Aland menemukan Bunda.

Aland tidak sabar melihat wajah Bunda.

Wajah wanita paling berharga di hidupnya.

Aland mengatur nafasnya tepat di depan pintu kamar. Kemudian mencoba membuka pintu, barang kali tidak di kunci. Namun dugaannya meleset, pintu itu terkunci.

Tok tok tok

Hati Aland sudah berdebar, apakah Bunda tidak di sini juga?

Apakah Bunda melarikan diri lagi?

Menghindari masalah yang seharusnya beliau hadapi?

"Aland?"

Aland terkejut, kemudian memeluk wanita itu dengan erat. Pelukan yang Aland rindukan, pelukan hangat dari seorang ibu. Aland tidak bisa menahan air matanya, begitupun wanita yang mulai menua itu. Zara, memeluk anaknya dengan erat. Menyalurkan rasa rindu yang paling dalam.

Aland, putra yang sangat ia sayangi.

Bunda, orang yang Aland rindukan selama ini.

Mereka dalam perasaan yang sama, memecahkan tumpukan kata rindu yang mengendap. Mereka percaya, tidak ada anak yang bisa jauh dari seorang ibu dan tidak ada pula ibu yang menjauh dari seorang anak. Meski sedikit, pasti ada perasaan rindu yang menyapa.

"Bunda, ayo pulang!" kata Aland melerai peluknya.

Zara mengusap pipi anaknya dengan lembut, "Kenapa? Aland tidak bahagia dengan Alexa?" tanya Zara kemudian.

Aland menggeleng, "Bunda salah paham selama ini, Daddy di jebak oleh wanita itu!" jelas Aland.

Zara tersenyum, kemudian menggeleng. Aland merindukan senyum Bunda, senyum indah yang menyapa Aland ketika pagi hari.

"Daddy memiliki tanggung jawab di sana, Meza, Alexa dan bayi yang ada di kandungannya. Bukankah mereka anak kandung Daddy?"

"Bunda, Alexa merangkai cerita untuk menghancurkan kita! Anak di dalam kandungan itu adalah anak Arka! Daddy tidak memiliki anak dari siapapun kecuali dari Bunda, hanya Aland dan Zalya keturunan Daddy yang sebenarnya! Bunda ayo kita pulang!"

SYALAND! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang