Please kindly vote the previous chapters.
Jerry's
Sera bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
Iya... baiklah... harusnya memang seperti itu.
Mungkin akan canggung jika dia menghindariku. Ataupun sebaliknya.
Tapi aku sama sekali tidak akan pernah melakukannya, karena aku menganggap apa yang kulakukan malam itu adalah salah satu bentuk kewajibanku padanya.
Lantas kenapa aku jadi memikirkannya? Padahal kejadian itu sudah beberapa hari lalu dan bahkan sekarang ini aku sedang tidak bersamanya.
Mungkin aku saja yang berlebihan. Entahlah! Otakku seperti teracuni olehnya.
"Jerr, makasih ya lo udah mau bantuin gue beresin barang buat pindahan"
"Sama-sama... lo nggak perlu sungkan. Tapi apa perlu pindah sekarang? Pengumuman kelulusan juga belum"
"Gampang itu sih, gue bisa balik lagi lain waktu. Yang penting udah mulai cicil kirim barang kesana, kan nggak dikit juga"
Aku menghela nafas panjang. Ya mau bagaimana lagi?
"Terus kapan lo mau bilang ke Bos Helen?"
"Nanti malem mungkin"
"Gue ikut" sambarku tiba-tiba yang membuat Vano keheranan.
Ia pun mengerutkan kening, "Kenapa?"
"Gue juga mau keluar, Van"
Rupanya ucapanku barusan membuat Vano terkejut tidak percaya, "Apaa???? Kenapa bisa?"
Untuk kesekian kalinya, helaan nafas keluar dariku.
"Gue nggak enak sama Bos Helen, selalu ngrepotin dia selama ini. Nggak menampik, gue juga butuh kerjaan dengan jam kerja normal. Mungkin udah saatnya gue keluar dari sini"
Penjelasanku justru membuat Vano khawatir.
"Lo jangan nekat, Jerr! Emang lo udah nemuin kerjaan pengganti? Jangan mati konyol!"
"Udah... gue udah nemuin kerjaan lain" jawabku datar.
Lagi-lagi Vano bereaksi berlebihan.
"Serius? Lo kerja dimana? Emang kapan nyarinya?"
Benar kan? Memberitahu Vano ternyata bukan sesuatu yang baik. Aku merasa sedang diinterogasi olehnya.
"Kerja yang mungkin nggak pernah ada di bayangan lo selama ini"
"Jerr... jangan bikin gue khawatir. Bukan kerjaan yang berbahaya kan?" Ia menatapku serius.
Aku tersenyum, berusaha mengenyahkan kekhawatiran yang tercetak jelas di wajahnya.
"Bukan kok... lo percaya sama gue. Gue nggak akan ngelakuin sesuatu yang bikin lo atau ibu gue jantungan mendadak"
Vano pun terlihat lega, "Syukurlah kalau gitu"
Aku tersenyum getir. Andai saja Vano tahu yang sebenarnya.
Sesampainya di tempat kerja, kami berdua langsung mengetuk pintu ruangan Helen. Dan masuk setelah kami dipersilahkan olehnya.
"Silahkan duduk, ada apa kalian kemari?" Tanyanya ramah. Kami berdua pun mengikuti perintahnya.
Harus kuakui, meski Helen terlihat sangat menakutkan saat ia diam. Tetapi ketika ia berbicara, justru berbanding terbalik dengan apa yang selama ini terlihat.
"Ada sesuatu yang perlu kami bicarakan denganmu, bos" ucapku memulai.
Keningnya berkerut, ia melepas kacamata yang sedari tadi bertengger di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS [Revisi]
Romance[Dalam tahap perbaikan] Aku menjual diriku untuk memenuhi keinginanmu. Lantas bisakah kau merelakanku pergi jika aku sudah tidak kau butuhkan lagi? -2020