10. Seandainya

922 178 35
                                    

Ada yang masih setia nunggu cerita ini?
Panjang banget ya! Anggep aja salam perpisahan hahahaha
Siapin hati...
Semoga nggak bosen bacanya :)
Jangan lupa vote dan komen







***






Rey memandangi punggung Sera yang semakin menjauh dengan kalut. Bukan ini yang ia harapkan. Sebisa mungkin ia mempertahankan pernikahan dengan Sera. Tapi, kenapa harus berakhir seperti ini? Ia bahkan tidak bisa menjalani hidup tanpa Sera disisinya.

"Rey! Jangan pernah menangisi wanita sialan itu!" Bentakan itu membuat Rey menatap sang ibu dengan penuh kebencian.

"Lalu, ibu ingin aku melakukan apa? Berpura-pura menerima dan mencintai Sindy?"

Ucapan Rey tentu saja membuat ibunya semakin marah.

"Iya! Itu yang ibu mau! Dan kamu harus menceraikannya!"

Lagi dan lagi. Perceraian bukanlah hal yang Rey inginkan. Sudah kesekian kali ia menolak dengan keras. Bahkan sekalipun Sera yang meminta, hal itu tidak akan pernah ia kabulkan.

"Sampai mati pun aku tidak akan pernah melepaskannya, bu! Haruskah aku mengulanginya berkali-kali?" Rey bersikeras. Ia sudah tidak perduli lagi jika dianggap sebagai anak durhaka. Sudah cukup. Selama ini ibunya terlalu ikut campur dalam masalah rumah tangganya.

Melihat Rey berdebat lagi dengan sang mertua, tentu membuat Sindy berada dalam posisi sulit. Apalagi sejak tadi, ia dan Sera menjadi fokus utama perdebatan ini.

"Ibu... sudah... mas... cukup... kenapa kamu selalu aja keras kepala?" Sindy berusaha menengahi.

"Kenapa tidak bisa, Rey? Kamu lihat? Sindy bahkan jauh lebih baik! Dia tidak temperamen seperti istrimu yang angkuh itu!" Cecarnya lagi dan lagi.

Rey menghela nafas panjang. Sumpah demi apapun, ia sudah tidak tahan dengan ini semua.

"Cukup! Ibu tidak bisa memaksaku! Sera adalah wanita pertama dan satu-satunya yang kucintai! Ibu jangan pernah lupakan kenyataan itu!"

Dan setelahnya, Rey pun segera pergi meninggalkan ibu beserta sang menantu kesayangan, Sindy. Bahkan teriakan Ibu Rey yang menyuruhnya untuk kembali, sudah tidak ia hiraukan lagi.








***






Sera's

Bodoh? Memang...

Bagaimana bisa dengan mudahnya aku terperdaya dengan ucapan wanita lintah itu?

Wanita?

Cih! Dia hanya anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Anak kecil yang masih terpacu oleh hormon pubertasnya. Jika bukan karena kejadian waktu itu, yang kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri, aku tidak akan menganggapnya sebagai wanita lintah. Entah apa yang merasuki keduanya hingga tega melakukan hal yang jelas-jelas menyakitiku.

Dan Rey? Pantaskah dia mengatakan kalimat cinta setelah apa yang dia lakukan malam itu? Sungguh, tidak tahu malu.

Aku bahkan sudah berusaha keras untuk bisa melupakannya. Tapi apa? Ingatan itu kembali berputar dengan sendirinya dan membuat hatiku semakin tergores luka.

Helaan nafas panjang pun keluar.

Aku terlalu memikirkan kebodohanku sendiri, hingga tidak menyadari bahwa Helen sudah menelfonku berkali-kali.

"Seraaa!!! Lo dimana? Kenapa nggak bisa dihubungi dari kemarin?" Tanyanya bertubi-tubi, membuat telingaku berdenging.

"Gue..." belum sempat aku menjawabnya, ia bahkan sudah memotongnya terlebih dulu.

YOURS [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang