Tapi boong
Maap guys aku jadinya up 3 chapter sekaligus yeayy.Jangan lupa tekan ⭐
Warning typo dimana-mana
Kalau ada typo tandai ya:)#enjoy to read my story.
"Hai sayang." sapa Nathan pada Sheren seraya duduk disebelah Sheren, mereka sedang berada di kantin sekarang.
"Sayang sayang palamu peang!" ketus Sheren.
"Ya udah, Hai bunda." sapa Nathan lagi, namun kali ini berbeda panggilan.
"Ehh, kayaknya kita ganggu kalian deh, ya udah kita pindah aja ya." ujar karla.
Sahabat-sahabat Sheren pun mengangguk menyetujui, mereka segera berdiri dari duduknya dan berjalan menuju meja lain yang lumayan jauh dari meja Sheren dan Nathan.
Nathan mengangguk. "Nah, betul tuh, bahkan ganggu banget sebanget bangetnya."
"Hah tap--,"
"Udah beb gak apa apa." sahut Nathan tenang seraya mencomot batagor milik Naya yang memang belum disentuh sama sekali oleh sang empunya.
Sheren memutar bola matanya malas. "Lama-lama gue bisa gila kalau deket lo."
"Gila karena deg deg'an terus ya kalau deket gue, hayoo ngaku." Dengan percaya dirinya Nathan berbicara seperti itu.
Sheren mulai jengah. "Iyain aja umur gak ada yang tau. Siapa tau besok, atau nanti sore gitu."
"Apanya? Kita pacaran? Sekarang aja deh jangan ditunda-tunda." Oke sip Nathan mulai gila pikir Sheren.
"Bukan, tapi ajal lo." ketus Sheren seraya berdiri, ia berniat untuk menjauh dari Nathan dari pada ia akan ikut gila seperti Nathan.
Bukan Nathan jika tidak keras kepala. Ia malah ikut berjalan di samping Sheren. "Sher tau gak bedanya ingatan lo sama kamera?"
"Jelas beda, antara benda dan ingatan itu."
"Salah, kalau kamera itu untuk merekam suatu kejadian atau suatu hal, kalau ingatan lo untuk merekam kenangan kita berdua, eakk." sahut Nathan heboh sendiri.
Sheren memutar bolanya malas. Ia menambah kecepatan jalannya. Tidak diam, Nathan pun ikut menambah kecepatan jalannya, menyamai langkah kaki jenjangnya dengan langkah Sheren. "Sher tau gak bedanya lo sama dinding." tanya Nathan lagi, ia masih tak menyerah untuk menggombali Sheren.
"Gak."
"Masa gatau, kalau dinding benda mati, kalau lo manusia. Ck, anak esde aja tau." kekeh Nathan.
Tangannya ia angkat, ia berniat menampar Nathan saking kesalnya. "A--Ayam." Ia tak jadi berkata kasar dan tidak jadi menampar Nathan. Perempuan tidak pantas berbicara kasar. Tangan yang sudah terapung di udara pun ia turunkan, ia menepuk pahanya sendiri.
"Oh gue tau, pasti lo kira gue mau gombal lo lagi ya? Cie geer cie." goda Nathan.
"Dasar gesrek." umpat nya seraya berlalu meninggalkan Nathan yang mulai stres.
"Sampai jumpa calon pacar." pekik Nathan seraya melambaikan tangannya.
Nathan tertawa puas dapat menjahili Sheren, membuat Sheren kesal adalah salah satu hobinya selain tawuran. Satu hari tanpa menjahili Sheren bagaikan pohon tanpa daun, tidak lengkap.
Tawanya terhenti saat seseorang menepuk pundaknya. Ia menoleh, ternyata Pak Budi. "Eh Pak Budi, apa kabar Pak? Tumben, kangen ya, Allhamdulilah akhirnya ada kangenin gue juga ya Allah." syukur Nathan.
KAMU SEDANG MEMBACA
óleyst saga
Roman pour Adolescents"Ck, simpel. Gue gak mau masa depan gue dimiliki sama orang lain." Sheren mengernyit bingung, "Maksudnya?" Nathan melirik ke arah Sheren, ia membenarkan duduknya agar lebih nyaman, ia menatap Sheren lekat seraya tersenyum manis. Memancarkan ketulu...