Keberanian

16 3 0
                                    

PAPA RARA AMALIA

Sebagai seorang ayah, aku merasakan kalau Rara sangat khawatir dengan keadaan sahabatnya Gitarra. Kemungkinan besar malam ini Rara akan beraksi untuk menyelidiki kasus ini, karena sikapnya sama seperti Mamanya, yang tidak akan pernah tinggal diam ketika melihat sahabatnya mengalami keadaan buruk.

"Mau kemana?" tanya istriku, "mau lihat Rara di kamar, apa dia sudah tidur atau belum? papa pengen ngomong sesuatu."

Baru saja menaiki tangga, aku melihat Rara sedang berusaha turun secara perlahan-lahan dari jendela kamarnya di lantai 2, dan perlahan-lahan ke garasi mendorong sepeda motor.

"Kamu sangat mirip dengan mamamu Ra..." aku tersenyum bangga melihat keberanian anak tunggalku Rara. Karena melihat anak itu pergi, aku berusaha menenangkan diriku untuk mempercayai apa yang akan Rara lakukan untuk sahabatnya.

"Papa percaya sama kamu Ra.." sambil menunggu di ruang tamu.

2 Jam kemudian

Terdengar suara motor masuk ke halaman rumah, tanpa tunggu lama aku langsung melihat dari jendela, apakah dia baik-baik saja atau tidak? Baru saja berjalan ke arah jendela, terdengar bunyi, "brukkkkkk"

"Pa, apa yang jatuh tadi?" aku hanya bisa melihat istriku dengan wajah yang cemas, karena Rara pingsan dari motor. Tanpa menjawab pertanyaan dari istriku, aku membuka pintu dan berlari ke arah Rara serta memeluknya membawah dia masuk.

"Ya Tuhan, Raraaa..." jeritan istriku membuat telingaku sakit karena dia berteriak tepat di telingaku. "Santai ma, jangan gegabah apalagi teriak di telinga papa." Istriku menutup mulutnya dengan tangan.

15 menit kemudian

Rara membuka matanya, sehingga membuat kami berdua orang tuanya menghela nafas legah.

"Kamu dari mana nak?"

"Ma,pa, Rara takutttt. Kak Tiara tidak berbentuk lagi.." dia menjerit dan sangat histeris. Aku memeluknya dengan kuat, dan mencium keningnya. "Cerita dengan pelan-pelan, semua akan baik-baik saja, karena disini ada papa dan mama."

Aku mendengar semua alur cerita yang disampaikan Rara dengan penuh teliti, sehingga aku melihat Rara menyelesaikan ceritanya dengan legah.

"Sekarang kamu bisa beristirahat sayang?" istriku mengambil alih untuk membawah Rara kembali ke kamarnya dan beristirahat. "Ayok nak, mama temani kamu tidur." seperti orang yang habis dihipnosis Rara langsung mengikuti ajakan tersebut.

Melihat Rara dibawah mamanya ke kamar, aku langsung menelepon Bram, sahabatku dan istriku sejak SMA.

"tut...tut...tut...Halo bro"

"Hei gimana kabar lu sekarang?"

"Agak kurang baik, karena anak bungsu gue gak bisa diajak ngomong semenjak dia mengalami hal-hal yang buruk."

"Gue udah denger semuanya dari Rara, kayaknya kita harus menyelidiki ini semua!" ajakku yang membuat Bram bersemangat, "Kayaknya kita akan melakukan aksi seperti yang dulu ya?"

"Iya donggg! berasa mudah kembali" perkataanku ini membuat Bram tertawa. "Eh jangan mancing gue ketawa dong, ini udah tengah malem!!"

"Sorry bro"

"Lu udah pulang kan? gimana besok kalau kita ketemu di café biasanya? bahas rencana kita untuk menelusuri kasus anak kita?" ajakkan Bram membuatku tidak sabar menunggu hari besok. "Okeeee!"

TEROR DARI MASA LALUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang