Chapter 11.

45 4 0
                                    

Sudah dua hari terhitung semenjak Jimin sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah dua hari terhitung semenjak Jimin sakit. Jiyeon tidak mengeluh sama sekali selama mengasuh bayi besar itu. Gadis itu tengah menyiapkan sarapan untuk suaminya.

Jimin duduk dengan sabar dengan bingkaian kaca mata bacanya. Jimin menggunakan kaca mata bacanya untuk mengerjakan kerjaan kantornya. Semenjak Jimin sakit, kerjaannya menumpuk walaupun ia mempunyai seorang asisten.

Jiyeon datang dengan nampan berisikan dua mangkuk bubur. Perempuan itu telah memikirkan kehamilan kakaknya, ia sangat ingin menjadi sekarang bibi yang baik.

Jiyeon ingin sekali mengajak Jimin pergi ke pusat belanja untuk membelikan calon keponakannya pakaian dan perlengkapannya. Walaupun ia belum pernah mengasuh anak sebelumnya, setidaknya ia belajar untuk menghafal perlengkapan bayi.

Gadis itu duduk setelah meletakkan kedua mangkuk itu di meja makan. Jimin menyadari itu, membuatnya menoleh ke arah istrinya.

"Ada yang dipikirkan?" tanyanya melepas kaca mata berbingkai persegi.

Jiyeon mengangguk.

"Bagaimana jika hari ini kita tidak usah beraktivitas dahulu?"

Jimin menatapnya aneh. Tidak pernah Jiyeon mengajaknya untuk izin sehari dari pekerjaannya. Jimin mengangguk, "Ingin pergi ke mana?"

"Pusat belanja."

Jimin memikirkan ajakan Jiyeon sejenak. Sudah dua hari ia tidak menginjak lantai kantornya, pasti banyak sekali kerjaannya. Namun jika dipikir kembali, ia mempunyai kakak iparnya untuk membantu bekerja.

Libur tiga hari tidak akan membuatnya dipecat oleh ayahnya.

Pasangan itu tiba di parkiran. Keduanya keluar dari mobil, seharusnya Jimin yang keluar duluan agar ia bisa membukakan pintu Jiyeon seperti pasangan mesra di film-film itu. Aku tidak berbohong jika Jiyeon sangat menginginkan hal itu sejak dahulu, namun gadis itu memendamnya.

Jiyeon berjalan di samping Jimin.

Dekat sekali.

Jimin menyadarinya langsung menggenggam tangan mungil Jiyeon. Gadis itu tersipu dibuatnya.

Jimin tersenyum. "Kenapa, hm? Bukan kah ini yang semua pasangan muda lakukan?" tanyanya memperhatikan raut wajah Jiyeon. Gadis itu tetap memandang ke depan dan tidak menjawab.

Jujur saja, jantung Jiyeon berdegup kencang ketika lelaki pemilik surai cokelat kopi itu.

Keduanya tiba di toko perlengkapan bayi. Tokonya begitu luas dan pastinya harga yang dijual juga cukup tinggi. Sebenarnya ada banyak toko bayi lainnya, tetapi Jiyeon ingin menjadi bibi yang baik dan paling diingat dengan membelikan keponakannya perlengkapan mewah.

Seorang perempuan berseragam biru putih menghampiri mereka dengan senyuman tertempel di wajahnya. Sontak, Jimin merangkul pinggang ramping Jiyeon. Fakta, Jiyeon senang sekali memakan makanan junk food, dan makanan manis, tapi itu tidak memberi dampak kepada tubuhnya yang tetap ramping.

FILONISME | pjmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang