Chapter 12

52 2 0
                                    

Bising

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bising. Jiyeon sangat membenci ruangan ramai seperti sekarang. Ya, Jiyeon sedang berada di ruang kelasnya. Walaupun anak anak ini sudah menginjak usia dewasa, tetap saja sisi kekanakannya muncul.

Apa? Anak jurusan filsafat sangat anggun? Oh tidak, tidak juga. Mereka suka menjaga image mereka, tapi jangan lupakan jika mereka juga manusia. Semua manusia tentu mempunyai sisi kekanakan.

Jiyeon duduk di ujung kelas menatap jendela menunggu kedatangan dosen. Sekarang sudah jam akhir. Seharusnya dosen datang sekarang.

Manik cokelat muda itu menunduk menatap lekat arlojinya yang memeluk lengan kirinya. Dirinya sekali lagi mendesah kesal.

Semua terlihat bosan bagi Jiyeon sehingga secarik surat terjatuh di mejanya. Surat itu berwarna merah muda dengan stempel bentuk hati merekat di benda kertas itu. Perasaan penasaran Jiyeon memberitahunya untuk membuka surat itu.

Gadis itu menoleh ke setiap sisi. Tidak ada seseorang yang mencurigakan, benaknya.

Jemari lentik itu akhirnya membukanya. Ternyata surat itu berisikan kertas yang tertulis nama,

"Hwang Jimin, ck lagi lagi."

Yap, benar sekali.

Awalnya, Jiyeon sudah sangat senang karena dugaannya itu adalah surat permintaan berteman.

"Choi, ada yang memanggilmu di depan." Seorang lelaki menghampiri Jiyeon. Perhatian Jiyeon tertuju kepada dua gadis yang sedang bersembunyi di balik pintu, menggenggam kotak bekal.

Jiyeon berdiri menghampirinya. Kakinya membawa tubuhnya menuju depan pintu. Sol sepatu menghentak lembut di pantai kayu membuat suara yang kalah bisingnya dengan kelas. Gadis bermarga Choi yang kini Hwang itu menatap aneh dua hawa.

Memang, Jimin banyak sekali penggemarnya. Mungkin ada sekitar sembilan puluh persen perempuan menaksirnya di kampus ini. Dulu, saat Jimin masih duduk di kampus ini, banyak sekali perempuan menghampiri Jiyeon. Tetapi jumlahnya berkurang sekarang karena Jimin tak lagi duduk di bangku kampus.

"D-dengar, kita tahu kau dekat dengan Jimin, jadi bisakah kau sampaikan i-ini?" Tanya salah satu gadis itu menyerahkan bekalnya.

Alis sebelah kiri Jiyeon menaik, matanya memeriksa setiap sisi tubuhnya. Atas sampai bawah segalanya sampai di mana gadis itu bertatapan dengan Jiyeon.

"Baiklah, ada pesan lagi?" Sudut bibir Jiyeon tertarik ke atas. Walaupun sedikit, hati gadis di hadapannya sedikit lega melihatnya. Tangan Jiyeon terulur ke depan bersiap menerima hadiah gadis itu.

"T-Tidak ada, terima kasih. Kau sangat cantik hari ini!"

Kalimat terakhir terlontarkan setelah dua gadis itu berlari pergi dari kelas. Walaupun tak melihat, Hwang melambaikan tangannya perlahan.

Angin kencang menghantam sosok Seulgi menerbangkan rambut panjangnya. Rambut cokelatnya itu indah sekali jika diurai daripada diikat seperti biasanya. Kini, gadis itu sedang berdiri di tengah ladang yang memiliki rumput yang sedang tingginya. Indah, namun gatal.

FILONISME | pjmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang